Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

EKSTRAKSI BAHAN PEWARNA ALAMI DARI KAYU MAHONI (Swietenia mahagoni) MENGGUNAKAN METODE MAE (MICROWAVE ASSISTED EXTRACTION) Gala, Selfina; Kusuma, Heri Septya; Sudrajat, Robby Ginanjar Margo; Susanto, David Febrilliant; Mahfud, Mahfud
Jurnal Teknik Kimia Vol 11, No 1 (2016): JURNAL TEKNIK KIMIA
Publisher : Program Studi Teknik Kimia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33005/jurnal_tekkim.v11i1.823

Abstract

Saat ini banyaknya pemakaian zat warna sintetis dapat disebabkan oleh faktor kemudahan memperoleh zat warna sintetis serta faktor produksi dan penggunaan zat warna alam yang belum optimal. Akan tetapi mengingat harga zat pewarna sintetis yang cenderung lebih mahal, potensi pencemaran lingkungan akibat pemakaian zat warna sintetis yang cukup besar, serta adanya kandungan azodyes tertentu dalam zat warna sintetis yang telah dilarang penggunaannya, maka pemakaian zat warna alam perlu dibudayakan. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan proses ekstraksi bahan pewarna alami dari kayu mahoni dengan metode Microwave Assisted Extraction. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama ekstraksi dan daya microwave yang digunakan terhadap rendemen (yield) pewarna yang diperoleh. Cacahan kayu mahoni sebanyak 10 g diekstraksi dengan menggunakan metode Microwave Assisted Extraction (MAE) dengan memvariasi daya microwave (100 W dan 380 W) dan waktu ekstraksi (10, 20, 30, 40, dan 50 menit). Filtrat yang diperoleh dipanaskan sampai diperoleh serbuk bahan pewarna. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa semakin besar daya microwave yang digunakan dan semakin lama waktu yang diperlukan untuk ekstraksi maka pewarna yang dihasilkan akan semakin banyak. Dari hasil pencelupan pewarna dari kayu mahoni, bahan kertas saring dapat dicelup dengan baik dan memberikan warna coklat. Sedangkan dari hasil pengujian ketahanan luntur warna terhadap bahan kertas saring melalui pencucian dan penggosokan terlihat bahwa pencelupan dengan pewarna dari kayu mahoni memiliki ketahanan luntur yang baik. Hal ini membuktikan bahwa kandungan yang terdapat pada kayu mahoni dapat digunakan sebagai zat warna alami.
THE EXTRACTION OF NATURAL DYES FROM JACKFRUIT WOOD WASTE (Artocarpus Heterophyllus Lamk) WITH WATER SOLVENT BY USING THE MICROWAVE METHOD Gala, Selfina; Mahfud, Mahfud; Sumarno, Sumarno; Qadariyah, Lailatul
Jurnal Bahan Alam Terbarukan Vol 7, No 2 (2018): December 2018 [Nationally Accredited]
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jbat.v7i2.13254

Abstract

Currently, exploration of natural dyes is increasingly being activated and developed, especially to find natural sources of dyes from different plant species and also to develop natural dyestuff extraction process technology for textile applications. During this natural dye extraction process is done by conventional methods that require a long time and a large amount of solvent. Therefore, it is a necessary alternative to the use of "green techniques" are economical in its use. In this research, extraction of Jackfruit wood waste with the microwave by studying the extraction time required to produce the optimum yield and comparing with the conventional method (heat-reflux extraction). Both of these methods use water solvent. On the microwave-assisted extraction, the optimum extraction time at 30 minutes with the acquisition yield of 3.14% (microwave power 400 watt, the ratio of material to solvent 0.02 g/mL). whereas extraction with heat-reflux method showed the optimum extraction time of 180 minutes with a yield of 3.50%. Identification of groups of pigments contained in the Jackfruit wood waste is known categories tannins, flavonoids, and quinones. Fourier Transform Infrared Spectroscopy was used to identify the major chemical groups in the extracted dye. Description of the effects of extraction with microwave and conventional, structural damage shown in a solid surface material using by Scanning Electron Microscopy. Further, to test the application on the fabric dyeing.
Identifikasi Komponen Kimia Ekstrak Daun Ketapang (Terminalia cattapa) Berdasarkan Perbandingan Metode Ekstraksi Ismail Marzuki; Melisa Mirsyah; Selfina Gala
Al-Kimia Vol 10 No 1 (2022): JUNI
Publisher : Study Program of Chemistry - Alauddin State Islamic University of Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-kimia.v10i1.25457

Abstract

Screening, characterization and identification of chemical components of typical Indonesian plants are important for the purpose of finding high potential chemical components in the use of primary sources of cosmetic, medicinal and food ingredients. The selection of the right extraction method and the appropriate type of solvent is very decisive in the acquisition of the target chemical components. The brand of this research focuses on the comparison of extraction between soxhletation and maceration methods in identifying the chemical components of Ketapang leaves (Terminalia Catappa). Sample preparation was carried out by selecting fresh, cleaned, dried and mashed Ketapang leaves. The extraction was carried out in two stages using two types of solvents, namely the first stage of extraction using ethanol. Obtained a dilute extract, then concentrated using a rotary evaporator. The second extraction used n-hexane as solvent. There are 4 kinds of extracts, each ethanol extract and n-hexane extract by applying the soxhletation and maceration method. The results obtained showed that: the application of the maceration method to the identification of chemical components of ketapang leaves gave relatively better separation results than the soxhletation method. The number of chemical components identified from the ethanol extract of ketapang leaves is ± 20 species which are dominated by fatty acid compounds. There are two groups of chemical compounds identified from ketapang leaves using n-hexane as solvent both in the application of soxhletation and maceration methods with high similarity 90%, namely 4 kinds of chemical components of the fatty acid group (tetradecanoic acid, Hexadecanoic, Octadecanoid, Octadeca-9,12 -Dienoite) and 2 kinds of aliphatic components (methyl cyclopentane, Tetraco Hexane)
Sintesa Poliol dari Minyak Sawit dengan Reaksi Epoksidasi dan Hidroksilasi Selfina Gala
Chemica: Jurnal Ilmiah Kimia dan Pendidikan Kimia Vol 12, No 2 (2011)
Publisher : Jurusan Kimia FMIPA UNM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.596 KB) | DOI: 10.35580/chemica.v12i2.499

Abstract

Penelitian ini bertujuan mempelajari proses pembuatan poliol dari minyak sawit dan mempelajari pengaruh perbandingan mol oksidator (CH3COOH : H2O2), serta pengaruh konsentrasi katalis asam pada proses pembuatan poliol. Penelitian diawali dengan tahap epoksidasi, yaitu mereaksikan minyak dengan asam peroksida (campuran H2O2 dan CH3COOH) menggunakan katalis H2SO4 pada suhu 60oC selama 4 jam. Selanjutnya, mereaksikan minyak terepoksidasi dengan campuran alkohol dengan katalis asam sulfat pada suhu 50oC.selama 2 jam. Kemudian menganalisis bilangan hidroksil produk. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa pada rasio mol CH3COOH : H2O2 sama dengan 2 menghasilkan bilangan hidroksil terbesar yaitu 161,18 mg KOH/gram contoh. Variabel penambahan konsentrasi katalis 1% - 2% menunjukkan peningkatan signifikan, sedang konsentrasi 2%-4% tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Produk yang diperoleh adalah larutan berwarna kuning berupa cairan agak kental. Bilangan hidroksil yang diperoleh pada poliol minyak sawit antara 68,49 sampai 171,11 mg KOH/gram contoh.Kata kunci: Minyak sawit, Poliol, Epoksidasi, HidroksilasiABSTRACT This research aims to study the sinthesys process of polyols from palm oil and studying the effect of mole ratio of oxidant (CH3COOH: H2O2), and the influence of the concentration of acid catalyst. The first stage is epoxidation, the reaction of oil with an acid peroxide (H2O2 mixture and CH3COOH) using H2SO4 catalyst at a temperature of 60°C for 4 hours. Furthermore, the reaction of epoxidized oil with a mixture of alcohol with sulfuric acid catalyst at a temperature 50oC to 2 hours, then analyzed the number of hydroxyl products. The results obtained that the ratio of moles of CH3COOH: H2O2 is the same as the second largest producing hydroxyl number is 161.18 mg KOH/g sample. Addition of variable concentrations of the catalyst 1%-2% showed significant improvement, while the concentration of 2%-4% showed no significant change. The product obtained is a yellow colored solution in the form of slightly viscous liquid. Hydroxyl numbers obtained in the palm oil polyol between 68.49 to 171.11 mg KOH/g sample. Keywords: palm oil, polyol, epoxidation, hydroxylation
PENGOLAHAN KOTORAN TERNAK SAPI MENJADI BIOGAS DAN PUPUK ORGANIK DI DESA PURNAKARYA, KECAMATAN TANRALILI, KABUPATEN MAROS, SULAWESI SELATAN Nur Zaman; Erniati Bachtiar; Selfina Gala; Andi Nuraliyah
Jurnal Abdi Masyarakat Vol 6, No 1 (2022): Jurnal Abdi Masyarakat November 2022
Publisher : Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/jaim.v6i1.3411

Abstract

Salah satu usaha peternakan sapi yang berpotensi untuk menghasilkan teknologi biogas dan pupuk organik adalah peternakan Kareem Farm yang berlokasi di Jalan Reformasi Dusun Tangnga, Desa Purnakarya, Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Peternakan tersebut telah memiliki kandang sapi dengan kapasitas 40 ekor sapi, namun yang ada sekarang terdapat 28 ekor dengan jenis yang berbeda. Permasalahan utama pada usaha peternakan sapi Kareem Farm adalah menumpuknya limbah/kotoran sapi disekitar kandang. Kondisi sekarang, satu ekor sapi menghasilkan 8 kg kotoran perhari. Dalam satu hari dapat menghasilkan sekitar 224 kg limbah/kotoran. Kotoran tersebut hanya dibuang disekitar kandang dan belum dapat diolah dan dimanfaatkan dengan baik karena keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang potensi ekonomi/bisnis dan pengolahan limbah ternak sapi menjadi nilai tambah ekonomi.  Banyaknya limbah kotoran sapi yang mencapai 224 kg per hari membuat limbah kotoran tersebut setiap harinya semakin menumpuk di sekitar kandang, hal ini membuat lingkungan kandang sapi menjadi semakin kotor, kuantitas kotoran yang semakin hari semakin banyak, sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap dan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan disekitar masyarakat. Timbulnya bau tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial, karena mengganggu masyarakat yang bermukim disekitarnya. Permasalahan tersebut dieselesaikan dengan Masukanya PKM pengolahan kotoran ternak sapi menjadi suatu produk yakni Biogas dan Pupuk Organik. Intalasi biogas dan pelatihan biogas dan pupuk organik dari ternak sapi telah dilakukan pada peternakan Kareem Farm dan masyarakat sekitarnya peternakan tersebut. Disamping itu terbentuk kelompok tani “Tangnga Jaya”. Disamping itu masyarakat lebih tertarik dengan pembuatan pupuk organik dengan menggunakan cacing yang lebih mudah, murah dan bahan bakunya dapat diperoleh dari lingkungan masyarakat.
PENGOLAHAN KOTORAN TERNAK SAPI MENJADI BIOGAS DAN PUPUK ORGANIK DI DESA PURNAKARYA, KECAMATAN TANRALILI, KABUPATEN MAROS, SULAWESI SELATAN Nur Zaman; Erniati Bachtiar; Selfina Gala; Andi Nuraliyah
Jurnal Abdi Masyarakat Vol. 6 No. 2 (2023): Jurnal Abdi Masyarakat Mei 2023
Publisher : Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/jaim.v6i2.3411

Abstract

Salah satu usaha peternakan sapi yang berpotensi untuk menghasilkan teknologi biogas dan pupuk organik adalah peternakan Kareem Farm yang berlokasi di Jalan Reformasi Dusun Tangnga, Desa Purnakarya, Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Peternakan tersebut telah memiliki kandang sapi dengan kapasitas 40 ekor sapi, namun yang ada sekarang terdapat 28 ekor dengan jenis yang berbeda. Permasalahan utama pada usaha peternakan sapi Kareem Farm adalah menumpuknya limbah/kotoran sapi disekitar kandang. Kondisi sekarang, satu ekor sapi menghasilkan 8 kg kotoran perhari. Dalam satu hari dapat menghasilkan sekitar 224 kg limbah/kotoran. Kotoran tersebut hanya dibuang disekitar kandang dan belum dapat diolah dan dimanfaatkan dengan baik karena keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang potensi ekonomi/bisnis dan pengolahan limbah ternak sapi menjadi nilai tambah ekonomi.  Banyaknya limbah kotoran sapi yang mencapai 224 kg per hari membuat limbah kotoran tersebut setiap harinya semakin menumpuk di sekitar kandang, hal ini membuat lingkungan kandang sapi menjadi semakin kotor, kuantitas kotoran yang semakin hari semakin banyak, sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap dan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan disekitar masyarakat. Timbulnya bau tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial, karena mengganggu masyarakat yang bermukim disekitarnya. Permasalahan tersebut dieselesaikan dengan Masukanya PKM pengolahan kotoran ternak sapi menjadi suatu produk yakni Biogas dan Pupuk Organik. Intalasi biogas dan pelatihan biogas dan pupuk organik dari ternak sapi telah dilakukan pada peternakan Kareem Farm dan masyarakat sekitarnya peternakan tersebut. Disamping itu terbentuk kelompok tani “Tangnga Jaya”. Disamping itu masyarakat lebih tertarik dengan pembuatan pupuk organik dengan menggunakan cacing yang lebih mudah, murah dan bahan bakunya dapat diperoleh dari lingkungan masyarakat.
Investigation of the Extraction Parameters on Acquisition of Natural Colorants from Coleus atropurpureus L. Benth Leaves Using Microwave- and Ultrasonic-Assisted Extraction Yuniati, Yuyun; Gala, Selfina; Sumarno, Sumarno; Mahfud, Mahfud
Indonesian Food Science and Technology Journal Vol. 8 No. 2 (2025): Volume 8. Number 2, July 2025 |IFSTJ|
Publisher : Department of Technology of Agricultural product (THP) Jambi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/ifstj.v8i2.42509

Abstract

Abstract— This study systematically investigates the application of Microwave-Assisted Extraction (MAE) and Ultrasonic-Assisted Extraction (UAE) to extract natural pigments from Coleus atropurpureus L. Benth leaves, using water as a green solvent. These advanced techniques were selected over conventional methods due to their well-documented advantages, including shorter extraction times, higher extraction efficiencies, and reduced environmental impact through lower solvent consumption. Importantly, MAE and UAE are particularly suitable for isolating thermolabile compounds such as plant pigments, as they minimize thermal degradation while enhancing yield. Key extraction parameters (feed-to-solvent ratio (F/S), particle size, extraction time, temperature, microwave power, and ultrasonic frequency) were systematically varied to evaluate their influence on extraction performance. Additionally, an air flow system was integrated into both setups to study the effect of controlled airflow (1 to 4 L/min) on pigment yield. For MAE, optimal conditions included 400 W microwave power, an F/S ratio of 0.01 g/mL, particle size greater than 40 mesh, 40 minutes extraction time, and an airflow rate of 1 L/min. In the case of UAE, maximum yield was achieved at a frequency of 40 kHz, extraction temperature of 60°C, F/S ratio of 0.01 g/mL, 25 minutes extraction time, and an airflow rate of 1 L/min. The resulting extracts were characterized using phytochemical screening, Fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR), scanning electron microscopy (SEM), and gas chromatography (GC). Kinetic modeling, employing first- and second-order equations, demonstrated that the second-order kinetic model provided a better fit for both MAE and UAE processes, indicating complex interactions between solute and solvent. Overall, this study highlights the potential of MAE and UAE as efficient, eco-friendly alternatives for pigment extraction from Coleus leaves.
PENGARUH KONSENTRASI BATU BARA DAN ZAT ADITIF CARBOXYMETHYL CELLULOSE (CMC) TERHADAP STABILITAS COAL WATER FUEL (CWF) BERDASARKAN VISKOSITAS DAN UJI NYALA Nurhikma, Nurhikma; Gala, Selfina
JURNAL TEKNOLOGI KIMIA MINERAL Forthcoming issue
Publisher : Politeknik ATI Makassaar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Coal Water Fuel (CWF) merupakan bahan bakar alternatif berbasis batu bara yang lebih ramah lingkungan dan efisien dibandingkan batu bara padat. Salah satu tantangan utama dalam penggunaannya adalah menjaga stabilitas suspensi, yang memengaruhi kemudahan pengaliran dan efisiensi pembakaran. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variasi konsentrasi batu bara sebesar 30%, 40%, dan 50% serta zat aditif Carboxymethyl Cellulose (CMC) sebanyak 0,6 gram, 0,8 gram, dan 1 gram per 100 mL terhadap kestabilan CWF berdasarkan pengujian viskositas dan uji nyala. Campuran CWF disiapkan dengan mencampurkan batu bara, air, dan CMC sesuai variasi, kemudian dilakukan pengujian viskositas untuk menilai kekentalan dan kestabilan aliran, serta uji nyala untuk mengevaluasi kemudahan pembakaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi CMC berpengaruh signifikan terhadap viskositas, di mana viskositas yang terlalu tinggi dapat menghambat aliran, sementara yang terlalu rendah menyebabkan sedimentasi lebih cepat. Uji nyala menunjukkan bahwa sampel dengan stabilitas terbaik memiliki waktu terpantik tercepat. Kombinasi 40% batu bara dan 1 gram CMC menghasilkan viskositas optimal yaitu 1.093,13 cP dan waktu terpantik tercepat selama 3 detik. Temuan ini diharapkan dapat berkontribusi pada pengembangan teknologi CWF yang stabil, efisien, dan ramah lingkungan untuk aplikasi energi industri.