Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PENGOLAHAN KOTORAN TERNAK SAPI MENJADI BIOGAS DAN PUPUK ORGANIK DI DESA PURNAKARYA, KECAMATAN TANRALILI, KABUPATEN MAROS, SULAWESI SELATAN Nur Zaman; Erniati Bachtiar; Selfina Gala; Andi Nuraliyah
Jurnal Abdi Masyarakat Vol 6, No 1 (2022): Jurnal Abdi Masyarakat November 2022
Publisher : Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/jaim.v6i1.3411

Abstract

Salah satu usaha peternakan sapi yang berpotensi untuk menghasilkan teknologi biogas dan pupuk organik adalah peternakan Kareem Farm yang berlokasi di Jalan Reformasi Dusun Tangnga, Desa Purnakarya, Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Peternakan tersebut telah memiliki kandang sapi dengan kapasitas 40 ekor sapi, namun yang ada sekarang terdapat 28 ekor dengan jenis yang berbeda. Permasalahan utama pada usaha peternakan sapi Kareem Farm adalah menumpuknya limbah/kotoran sapi disekitar kandang. Kondisi sekarang, satu ekor sapi menghasilkan 8 kg kotoran perhari. Dalam satu hari dapat menghasilkan sekitar 224 kg limbah/kotoran. Kotoran tersebut hanya dibuang disekitar kandang dan belum dapat diolah dan dimanfaatkan dengan baik karena keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang potensi ekonomi/bisnis dan pengolahan limbah ternak sapi menjadi nilai tambah ekonomi.  Banyaknya limbah kotoran sapi yang mencapai 224 kg per hari membuat limbah kotoran tersebut setiap harinya semakin menumpuk di sekitar kandang, hal ini membuat lingkungan kandang sapi menjadi semakin kotor, kuantitas kotoran yang semakin hari semakin banyak, sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap dan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan disekitar masyarakat. Timbulnya bau tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial, karena mengganggu masyarakat yang bermukim disekitarnya. Permasalahan tersebut dieselesaikan dengan Masukanya PKM pengolahan kotoran ternak sapi menjadi suatu produk yakni Biogas dan Pupuk Organik. Intalasi biogas dan pelatihan biogas dan pupuk organik dari ternak sapi telah dilakukan pada peternakan Kareem Farm dan masyarakat sekitarnya peternakan tersebut. Disamping itu terbentuk kelompok tani “Tangnga Jaya”. Disamping itu masyarakat lebih tertarik dengan pembuatan pupuk organik dengan menggunakan cacing yang lebih mudah, murah dan bahan bakunya dapat diperoleh dari lingkungan masyarakat.
MANAJEMEN SDM PERANGKAT DESA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERTUMBUHAN UMKM DI INDONESIA Nur Zaman; Cindy Wulandari Octo; Sony Tian Dhora; Farida Yuliaty; Iwan Prasetyo
Komitmen: Jurnal Ilmiah Manajemen Vol 3, No 2 (2022): KOMITMEN: Jurnal Ilmiah Manajemen
Publisher : FEBI UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/jim.v3i2.22728

Abstract

The development of micro, small, and medium-sized enterprises (MSMEs) in Indonesia requires support from the Indonesian government at all levels, beginning with the village government. This assistance can only be provided in an effective manner if the governing body of the village is comprised of village officials who possess a strong and dependable work ethic. In order to accomplish this objective, the apparatus of the village will require management of its human resources. This study's objective is to investigate the evolution of village apparatus human resource management and its bearing on the expansion of micro, small, and medium-sized enterprises (MSMEs) in Indonesia. This investigation takes a qualitative approach and makes use of descriptive research methods. According to the findings of the study, village apparatuses have the potential to advance micro, small, and medium-sized enterprises (MSMEs) by reforming the bureaucracy in the village with human resource management. The process entails planning, recruitment, selection, training and development, as well as performance evaluation and evaluation of progress. Regarding the development of micro, small, and medium-sized enterprises (MSMEs), the local government of the village can act as a facilitator, a regulator, or a catalyst, each of which has a very significant influence.
Permodelan Spasial Pengendalian Area Terbangun Di Kota Makassar: Spatial Model of Built-Up Area Control in the City of Makassar Ahmad Firman ashari; Zulfardi Ashar; Munawir Munawir; Nur Zaman; Darmawan Risal; Andi Rachmat Arfadly
Jurnal Ecosolum Vol. 11 No. 2 (2022): DESEMBER
Publisher : Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20956/ecosolum.v11i2.23285

Abstract

The need for built-up areas in the City of Makassar has continued to increase in recent years due to the rate of population growth. The reduced availability of land in the center of Makassar City causes the demand for built-up areas to shift to suburban areas. In this shift, there is a process of changing the use of non-built-up land into built-up areas. Reduced use of non-built-up land in suburban areas can cause environmental damage. The aims of this study are: (1) to predict changes in land use in Makassar City until 2034, (2) to develop directions for controlling built-up areas. The method used is visual interpretation (digitize onscreen) to obtain land use maps for 2012 and 2022, the Land Change Modeler (LCM) model to predict land use change in 2034 by comparing two land use scenarios, namely Without Scenario (TS) and Restriction Built-up Area (PAT). Scenarios that are able to reduce the rate of development of built-up areas will be chosen as directions for spatial use until 2034. The results of this study show the same pattern of land use change in the two scenarios used, namely only settlements, built-up land and open land that experience an increase in area during the analysis period. However, this scenario differs in terms of the extent of change. In the TS scenario, settlements increase by 706 ha (34%), built-up land by 272 ha (13%) and open land by 61 ha (3%). This increase reduced the area of paddy fields by 425 ha (20%), mixed gardens by 228 ha (11%), ponds by 222 ha (11%), shrubs by 69 ha (3%), forest by 52 ha (3%) and water bodies by 44 ha. (2%). Whereas in scenario 2, the increase in settlement area is only 265 ha (31%), 114 ha (13%) built-up land and 44 ha (5%) open land, so that the decrease in the area of other land uses is also small, namely rice fields 186 ha (22 %), ponds 109 ha (13%), mixed gardens 88 ha (10%), shrubs 21 ha (2%), ponds 12 ha (1%) and forest 7 ha (1%). The PAT scenario proved to be more effective in restraining the rate of development of built areas so that it was chosen as the direction for controlling built areas in Makassar City until 2034.
PKM Pembuatan Pupuk Organik Dari Kotoran Sapi Dan Limbah Pakan Di Desa Limapoccoe Kabupaten Maros Nur Zaman; Nuryahya Abdullah; Hijrah Amaliah Azis; Erniati Bachtiar; Andi Nur Insan; Andi Nur Aliyah
BERNAS: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 5 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jb.v5i1.7254

Abstract

Salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat adalah dengan melakukan kegiatan pemberdayaan. Salah satu sumber bahan bauku terbaik untuk dimanfaatkan menjadi pupuk organik adalah kotoran sapi. Saat ini pupuk anorganik bersubsibsidi sulit didapatkan dan pupuk non subsidi harganya mahal. Tujuan kegitan ini adalah 1) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam pembuatan pupuk organik (kompos dan kascing) melakukan pelatihan dan 2) Membuat inovasi dan teknologi mesin pengayak dan bak penampung pupuk organik. Metode pelaksanaan terdiri dari persiapan (observasi dan studi literatur), sosialisasi, simulasi, pelatihan dan pendampingan. Kegiatan ini ditujukan kepada mitra Tunas Harapan Farm dan masyarakat yang memiliki ternak sapi di Desa Limapoccoe Hasil kegiatan PKM ini adalah terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi mitra dan masyarakat dalam mengolah kotoran sapi dan limbah pakan menjadi pupuk organik (kompos dan kascing), selain itu, untuk mendapatkan pupuk yang baik, mitra diberikan teknologi berupa alat mesin pengayak dan bak penampung pupuk. 80 % peserta sangat paham, 16 % paham dan hanya 4 % yang cukup paham serta dan 76 % tertarik, 20 % ragu-ragu dan hanya 4 % yang belum berani membuat pupuk organik. Sebagian besar masyarakat paham dan tertarik membuat pupuk organik (kompos dan kascing)
PKM Pembuatan Pupuk Organik Dari Kotoran Sapi Dan Limbah Pakan Di Desa Limapoccoe Kabupaten Maros Nur Zaman; Nuryahya Abdullah; Hijrah Amaliah Azis; Erniati Bachtiar; Andi Nur Insan; Andi Nur Aliyah
BERNAS: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 5 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jb.v5i1.7254

Abstract

Salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat adalah dengan melakukan kegiatan pemberdayaan. Salah satu sumber bahan bauku terbaik untuk dimanfaatkan menjadi pupuk organik adalah kotoran sapi. Saat ini pupuk anorganik bersubsibsidi sulit didapatkan dan pupuk non subsidi harganya mahal. Tujuan kegitan ini adalah 1) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam pembuatan pupuk organik (kompos dan kascing) melakukan pelatihan dan 2) Membuat inovasi dan teknologi mesin pengayak dan bak penampung pupuk organik. Metode pelaksanaan terdiri dari persiapan (observasi dan studi literatur), sosialisasi, simulasi, pelatihan dan pendampingan. Kegiatan ini ditujukan kepada mitra Tunas Harapan Farm dan masyarakat yang memiliki ternak sapi di Desa Limapoccoe Hasil kegiatan PKM ini adalah terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi mitra dan masyarakat dalam mengolah kotoran sapi dan limbah pakan menjadi pupuk organik (kompos dan kascing), selain itu, untuk mendapatkan pupuk yang baik, mitra diberikan teknologi berupa alat mesin pengayak dan bak penampung pupuk. 80 % peserta sangat paham, 16 % paham dan hanya 4 % yang cukup paham serta dan 76 % tertarik, 20 % ragu-ragu dan hanya 4 % yang belum berani membuat pupuk organik. Sebagian besar masyarakat paham dan tertarik membuat pupuk organik (kompos dan kascing)
Implementasi Konsep Desa Membangun dengan Kearifan Lokal Petani di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Nur Zaman; Ahmad Firman Ashari; Nirawati Nirawati; Hertasning Yatim
JURNAL TRITON Vol 14 No 2 (2023): JURNAL TRITON
Publisher : Politeknik Pembangunan Pertanian Manokwari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47687/jt.v14i2.458

Abstract

Indek Desa Membangun merupakan indeks gabungan yang dibentuk dari indeks ketahanan ekonomi, sosial dan ekologi desa dengan mengelola sumberdaya yang terdapat dalam desa yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Kearifan lokal merupakan bagian dari masyarakat untuk bertahan hidup sesuai dengan kondisi lingkungan, kebutuhan dan kepercayaan yang telah berakar dan sulit untuk dihilangkan untuk membangun suatu peradaban. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implementasi konsep desa membangun dengan kearifan lokal petani yang masih tetap dilestarikan dan dijaga di Desa Tompobulu dalam melaksanakan pembangunan desa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan etnografi. Spesifikasi dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling, yakni tokoh-tokoh yang paham dan mengetahui tentang kondisi masyarakat dan lingkungan Desa Tompobulu. Hasil penelitian ini menemukan adanya berbagai kegiatan kearifan lokal yang masih tetap dijaga dan dilestarikan hingga saat ini. Kearifan lokal tersebut yaitu (1) mappadendang yang merupakan acara adat sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan panen yang diperoleh, (2) melestarikan lingkungan dengan menanam pohon bagi yang akan menikah, (3) tradisi ammurang sebagai bentuk gotong royong (bekerja sama), dan (4) acara pernikahan warga wajib dilaksanakan pada hari Jum’at yang dianggap hari yang istimewa dan hari raya bagi umat Islam. Kegiatan mappadendang, melestarikan lingkungan, tradisi ammurang dan menikah pada hari Jum’at merupakan kearifan lokal yang masih terus dijaga dan dilestarikan oleh segenap masyarakat dan pemerintah Desa Tompobulu sampai sekarang sebagai strategi dalam menerapkan konsep Desa Membangun untuk menjaga kemakmuran dan kesejahteraan masyarakatnya.
PENGOLAHAN KOTORAN TERNAK SAPI MENJADI BIOGAS DAN PUPUK ORGANIK DI DESA PURNAKARYA, KECAMATAN TANRALILI, KABUPATEN MAROS, SULAWESI SELATAN Nur Zaman; Erniati Bachtiar; Selfina Gala; Andi Nuraliyah
Jurnal Abdi Masyarakat Vol. 6 No. 2 (2023): Jurnal Abdi Masyarakat Mei 2023
Publisher : Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/jaim.v6i2.3411

Abstract

Salah satu usaha peternakan sapi yang berpotensi untuk menghasilkan teknologi biogas dan pupuk organik adalah peternakan Kareem Farm yang berlokasi di Jalan Reformasi Dusun Tangnga, Desa Purnakarya, Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Peternakan tersebut telah memiliki kandang sapi dengan kapasitas 40 ekor sapi, namun yang ada sekarang terdapat 28 ekor dengan jenis yang berbeda. Permasalahan utama pada usaha peternakan sapi Kareem Farm adalah menumpuknya limbah/kotoran sapi disekitar kandang. Kondisi sekarang, satu ekor sapi menghasilkan 8 kg kotoran perhari. Dalam satu hari dapat menghasilkan sekitar 224 kg limbah/kotoran. Kotoran tersebut hanya dibuang disekitar kandang dan belum dapat diolah dan dimanfaatkan dengan baik karena keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang potensi ekonomi/bisnis dan pengolahan limbah ternak sapi menjadi nilai tambah ekonomi.  Banyaknya limbah kotoran sapi yang mencapai 224 kg per hari membuat limbah kotoran tersebut setiap harinya semakin menumpuk di sekitar kandang, hal ini membuat lingkungan kandang sapi menjadi semakin kotor, kuantitas kotoran yang semakin hari semakin banyak, sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap dan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan disekitar masyarakat. Timbulnya bau tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial, karena mengganggu masyarakat yang bermukim disekitarnya. Permasalahan tersebut dieselesaikan dengan Masukanya PKM pengolahan kotoran ternak sapi menjadi suatu produk yakni Biogas dan Pupuk Organik. Intalasi biogas dan pelatihan biogas dan pupuk organik dari ternak sapi telah dilakukan pada peternakan Kareem Farm dan masyarakat sekitarnya peternakan tersebut. Disamping itu terbentuk kelompok tani “Tangnga Jaya”. Disamping itu masyarakat lebih tertarik dengan pembuatan pupuk organik dengan menggunakan cacing yang lebih mudah, murah dan bahan bakunya dapat diperoleh dari lingkungan masyarakat.