Dedi Fitri Yadi
Departemen Anestesiologi Dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran /Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung

Published : 48 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Blok Aksilar dengan Panduan Ultrasonografi pada Operasi Debridement Lengan Bawah Pasien Systemic Lupus Erythematosus, Gagal Ginjal Kronik, Sirosis Hepatis, dan Gagal Jantung Prihartono, Mohamad Andy; Yadi, Dedi Fitri; Pradian, Erwin
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 1, No 2 (2013)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (528.82 KB)

Abstract

Blok aksilar sangat menguntungkan dilakukan pada operasi daerah lengan bawah. Pasien wanita berusia 28 tahun dengan diagnosis systemic lupus erithematosus (SLE), gagal ginjal kronik, sirosis hepatis dan gagal jantung, direncanakan operasi nekrotomi debridement di lengan bawah di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung pada Maret 2012. Dilakukan anestesi blok aksilar dengan panduan ultrasound Sonosite M Turbo menggunakan high frequency probe linear, jarum stimulasi 50 mm dan nerve stimulator dengan obat anestesi lokal bupivakain 0,5% dengan adjuvan epinefrin 1:200.000. Keberhasilan blok aksiler dikonfirmasi dengan menstimulasi sensoris dan nervus motorik yang telah diblok. Blok tercapai secara sempurna dalam waktu ±15 menit. Operasi dilakukan setelah blok tercapai dan operasi berlangsung selama 1 jam. Simpulan, blok aksilar dengan panduan ultrasound memberikan hasil yang memuaskan dengan angka keberhasilan yang tinggi. Pada pasien ini sangat menguntungkan dilakukan anestesi regional blok saraf perifer dibandingkan dengan anestesi umum karena komplikasi penyakit yang banyak.Kata kunci: Blok aksilar, systemic lupus eritematosus, ultrasounografiAxillary Block with Ultrasound Guided for Debridement of the Forearm in Patient with Systemic Lupus Erythematous, Chronic Renal Failure, Hepatic Cirrhosis, and Congestive Heart DiseaseAxillary block is beneficial when applied to a forearm operation. A 28-year-old female patient diagnosed with systemic lupus erythematosus, chronic renal failure, hepatic cirrhosis and heart failure, was planned for necrotomy debridement operation of the forearm in Dr. Hasan Sadikin Hospital-Bandung in March 2012. An axillary block anesthesia was done with Sonosite M Turbo ultrasound guidance that used high frequency linear probe, 50 mm stimulating needle, and nerve stimulator containing bupivacaine 0.5% and epinephrine adjuvant 1:200,000. The operation can be initiated after the block was achieved and the duration of operation was 1 hour. In conclusions, axillary block with ultrasound guidance gives satisfying result with higher success rate. Peripheral nerve block (regional anesthesia) is more beneficial to this patient than general anesthesia due to multiple complications.Key words: Axillary block, systemic lupus erythematosus, ultrasound   DOI: 10.15851/jap.v1n2.124
Blok Aksilar pada Pasien Pseudoaneurisma pada Antebrakii Sinistra yang Disertai Gagal Ginjal Terminal Putri, Yunita Susanto; Yadi, Dedi Fitri
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 2, No 1 (2014)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1225.265 KB)

Abstract

Pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis dapat terjadi pseudoaneurisma di tempat dilakukannya pintasan arteri vena. Gagal ginjal terminal dapat memengaruhi sistem tubuh yang lain. Hampir semua obat dieksresikan melalui ginjal dan hampir semua obat anestesi menurunkan aliran darah ginjal, glomerular filtration rate, dan produksi urin. Blok aksilar adalah salah satu blok pleksus brakialis yang banyak dilakukan dan dapat menghasilkan blok sempurna untuk prosedur operasi yang dilakukan pada bawah siku tangan. Pada laporan kasus ini, seorang wanita berusia 62 tahun dengan pseudoaneurisma pada pergelangan tangan kiri akibat pintasan arteri vena untuk akses hemodialisis dilakukan evakuasi hematoma dan ligasi arteri radialis sinistra dalam anestesi blok aksilar di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung Agustus 2012. Pasien datang dengan kesadaran kompos mentis, tekanan darah 170/80 mmHg, nadi teraba 85 kali per menit kuat regular dengan isi cukup dan saturasi oksigen 96% dengan udara bebas. Operasi berlangsung selama satu setengah jam dengan keadaan pasien durante operasi tetap stabil. Penanganan anestesi pada pasien dengan gagal ginjal terminal membutuhkan pemahaman perubahan patologis yang berhubungan dengan penyakit ginjal, kondisi medis lain yang menyertai, dan farmakokinetik obat-obatan yang digunakan. Penanganan yang optimal dilakukan untuk meminimalisasi kerusakan ginjal yang telahterjadi sebelumnya.Kata kunci: Blok aksilar, gagal ginjal terminal, pseudoaneurismaAxillary Block on a Patient with Pseudoaneurism on Left Antebrachii with Terminal Renal FailurePatients with end stage renal disease on hemodialysis often developed pseudoaneurysm in the artery venous shunt area. End stage renal disease is a multisystem disease. Most drugs were excreted through the kidney and most anesthesia drugs have the potential in reducing renal blood flow, glomerular filtration rate and urine production. Axilary block is one of the plexus brachialis block commonly used and provide excellent blockade for under elbow procedures. A 62 year old woman with pseudoaneurysm in the right wrist underwent artery venous shunt procedure for hemodialysis. In this patient, hematoma evacuation was performed and left artery radial was ligated under axilary block anesthesia at Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung August, 2012. Patient was alert with blood pressure 170/80 mmHg, pulse rate 85x/minutes and oxygen saturation 96% on free air. The procedure was performed within about one and half hour, and patient was stable. Anesthesia management in end stage renal disease patient requires an understanding of< the pathological changes accompany renal disease, other medical conditions and pharmacokinetics of the used drugs. Optimal management was done to minimalize kidney damage occured previously.Key words: Axilary block, end stage renal disease, pseudoaneurysm DOI: 10.15851/jap.v2n1.239
Lama Pengerjaan, Volume Anestetik Lokal, dan Angka Keberhasilan Blokade Aksilar dengan Panduan Pencitraan Ultrasonografi pada Prosedur Arterio-Venous Shunt Guntara, Ara; Yadi, Dedi Fitri; Sitanggang, Ruli Herman
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 2, No 3 (2014)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1108.319 KB)

Abstract

Kunci keberhasilan melakukan blokade aksilar adalah mendistribusikan secara optimal anestetik lokal ke sekeliling saraf, hal ini tercapai dengan panduan pencitraan ultrasonografi. Penelitian ini bertujuan menilai lama pengerjaan, volume  anestetik lokal, dan angka keberhasilan blokade aksilar dengan panduan pencitraan ultrasonografi. Metode penelitian adalah deskriptif prospektif. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung pada bulan Maret–April tahun 2014 terhadap 40 pasien (21‒60 tahun), status fisik American Society of Anesthesilogist (ASA) II, menjalani pembedahan dalam blokade aksilar dengan panduan pencitraan ultrasonografi. Fungsi sensorik dan motorik dinilai setiap 5 menit selama 15 menit. Keberhasilan blokade dinilai dari hilangnya fungsi sensorik dan motorik pada saraf medialis, radialis, ulnaris, dan muskulokutaneus. Hasil penelitian didapatkan lama pengerjaan blokade aksilar rata-rata dengan panduan pencitraan ultrasonografi 548 detik (9,1 menit), volume anestetik lokal dibutuhkan 10 mL dan angka keberhasilan blokade aksilar sebesar 97,5%. Penelitian lain lama pengerjaan dengan bantuan alat stimulasi saraf tepi selama 11,2 menit, volume total anestetik lokal dibutuhkan 30‒40 mL, dan angka keberhasilan 60‒85%.  Simpulan, panduan pencitraan ultrasonografi dapat mempersingkat pengerjaan, mengurangi volume obat anestesi lokal, dan meningkatkan keberhasilan blokade aksilar.Kata kunci: Arterio-venous shunt, blokade aksilar, panduan ultrasonografiProcedure Time, Local Anaesthetic Volume, and Success Rate of Axillary Block with Ultrasound Guidance in Arterio-Venous Shunt ProcedureThe key requirement for successful axillary block is to ensure optimal distribution of local anesthetic around the nerve structure. This goal is most effectively achieved under sonographic visualization. This study aimed to assess block procedure time, minimum volume of local anesthetic required, and success rate of axillary brachial plexus block under ultrasound guidance. This study was conducted between March and April 2014 in Dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung. This was an observational prospective study involving 40 patients (21‒60 years old) with American Society of Anesthesiologist (ASA) physical status II who underwent arterio-venous shunt under axillary brachial plexus block. Sensory and motor functions were assessed every five minutes for 15 minutes. A successful block was defined as complete sensoric and motoric loss in median, radial, ulnar, and musculocutaneus nerve distributions by 15 minutes. Results showed average block procedure time of 548 seconds (9.1 min), total volume of local anesthetic of 10 mL, and  block success rate of 97.5%. This study concludes that ultrasound guidance can reduce block procedure time and required local anesthetic volume as well as improving the success rate of axillary brachial plexus block. Key words: Arterio-venous shunt, axillary block, ultrasound guidance DOI: 10.15851/jap.v2n3.329
Letak Conus Medularis terhadap Vertebra Menggunakan Hasil Pencitraan Magnetic Resonance Imaging di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung untuk Anestesi Spinal Nurfitriani, -; Nawawi, Abdul Muthalib; Yadi, Dedi Fitri; Anwary, Farhan
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 2, No 3 (2014)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1164.456 KB)

Abstract

Kepentingan dari conus medularis bagi dokter spesialis anestesi adalah saat dilakukan tindakan anestesi spinal yang memiliki risiko terjadi trauma medula spinalis yang serius. Conus medularis dapat diidentifikasi melalui hasil pencitraan magnetic resonance imaging (MRI). Penelitian yang dilakukan sekarang bertujuan untuk mengetahui distribusi letak ujung conus medularis pada orang Indonesia secara observasional deskriptif dengan menggunakan hasil pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) lumbosakral. Penelitian dilakukan melalui pemeriksaan terhadap letak ujung conus medularis secara retrospektif pada 135 hasil pencitraan MRI pasien usia 18–65 tahun dari bulan Januari 2013 hingga Maret 2014 di Departemen Radiologi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Dari penelitian ini didapatkan letak ujung conus medularis paling banyak berada setinggi sepertiga tengah L1, dengan rentang mulai dari setinggi sepertiga tengah T12 hingga sepertiga bawah L2. Berdasarkan parameter jenis kelamin didapatkan distribusi letak conus medularis pada perempuan cenderung lebih kaudal dibandingkan dengan laki-laki.Kata kunci: Conus medularis, magnetic resonance imaging, orang IndonesiaDetermination of Conus Medullaris Position within the Vertebra using Magnetic Resonance Imaging in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung for Spinal Anesthesia PurposeAbstractThe position of conus medullaris is important to be identified by anesthesiologists during spinal anesthesia to avoid serious spinal cord trauma risk. Conus medullaris can be accurately identified through magnetic resonance imaging (MRI) images. The aim of this study was to determine the distribution of conus medullaris in Indonesians through a descriptive observation using magnetic resonance imaging (MRI) images of lumbosacral. The locations of conus medullaris were observed retrospectively on 135 MRI images scanned, aged 18–65 years, during the period of January 2013 to March 2014 at the Departement of Radiology, Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung. From this study, it was revealed that the conus medullaris are mostly located at the middle third of L1, ranging from the middle third of T12 to the lower third of L2. With gender as a parameter, it was shown that the distribution of conus medullaris in women tends  to be more caudal than in men.Key words: Conus medullaris, Indonesian, magnetic resonance imaging DOI: 10.15851/jap.v2n3.333
Penentuan Garis Interkrista Iliaka terhadap Vertebra dengan Teknik Palpasi untuk Kepentingan Blokade Neuroaksial yang Diproyeksikan oleh Pencitraan Ultrasonografi Safirta, Rian; Yadi, Dedi Fitri; Nawawi, Abdul Muthalib
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 3, No 1 (2015)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Blokade neuroaksial membutuhkan penanda anatomis sebagai panduan letak penyuntikan. Salah satu penanda anatomis yang dipakai adalah garis interkrista iliaka atau garis Tuffier. Berbagai penelitian menunjukkan variabilitas letak garis interkrista iliaka terhadap vertebra. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui letak garis interkrista iliaka yang dibentuk dengan teknik palpasi terhadap vertebra menggunakan pencitraan ultrasonografi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kategorik yang dilakukan secara prospektif observasional terhadap 56 subjek di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung dari bulan Januari hingga Februari 2014. Setiap subjek penelitian dilakukan pencatatan usia dan jenis kelamin kemudian dilakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, dan indeks massa tubuh. Setelah itu ditentukan garis interkrista iliaka masing-masing subjek penelitian dan dilakukan pencitraan menggunakan ultrasonografi untuk menentukan proyeksi terhadap vertebra. Data dikelompokkan secara kategorik sesuai parameter yang diukur sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar proyeksi garis interkrista iliaka terhadap vertebra adalah setinggi lumbar 3 yang didapatkan pada subjek penelitian laki-laki dengan karakteristik tinggi badan di atas rata-rata tinggi badan orang Indonesia. Simpulan penelitian adalah jenis kelamin dan tinggi badan memengaruhi letak proyeksi dari garis interkrista iliaka terhadap vertebra pada subjek.Kata kunci: Blokade neuroaksial, garis Tuffier, ultrasonografiThe Intercristal Line Location Identified by Palpation Towards Vertebrae for Neuraxial Blockade as Measured by Ultrasound Imaging AbstractIn order to perform neuraxial block, a marker is needed as a puncture guide. One of the markers used worldwide is the intercristal line or Tuffier’s line. Many studies have shown that the line location in vertebrae is variable; hence this study was conducted to identify the intercristal line location through palpation towards the vertebrae in Indonesian people, which was measured by ultrasound imaging. This study was a categorical descriptive research conducted prospectively towards 56 people who met the inclusion criteria in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung from January to February 2014. The subject’s age, sex, height, and weight were directly measured and recorded and body mass index was also calculated. The intercristal line was then drawn and ultrasonography was performed to identify the vertebral level of the line. The results were categorized according to the previous parameters. It was shown that most of the intercrestal lines  were located in lumbar 3 and they were mostly in men with above average height. In conclusion, sex and height are some of the factors that affect the intercristal line location towards the vertebraKey words: Neuraxial block, Tuffier’s line, ultrasound imaging DOI: 10.15851/jap.v3n1.380  
Perbandingan Penggunaan Jarum Sudut Tumpul dengan Jarum Tuohy untuk Transversus Abdominis Plane Block terhadap Penyebaran Anestetik Lokal pada Operasi Ginekologi Darmoko, Aris; Yadi, Dedi Fitri; Maskoen, Tinni Trihartini
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 3, No 2 (2015)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1452.744 KB)

Abstract

Transversus abdominis plane block (TAPB) merupakan salah satu teknik anestesia regional untuk memblokade nyeri saat dilakukan sayatan kulit di dinding abdomen. Penelitian ini bertujuan membandingkan penggunaan jarum sudut tumpul dengan jarum tuohy untuk TAPB terhadap penyebaran anestetik lokal pada operasi ginekologi. Jenis penelitian eksperimental dengan uji acak terkontrol buta tunggal dilakukan di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Juli–Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan terhadap 30 wanita berusia 18–60 tahun dengan status fisik American Society of Anesthesiologists (ASA) I–II yang menjalani operasi ginekologi dalam anestesi umum. Penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu jarum sudut tumpul dan jarum tuohy. Teknik TAPB dilakukan di kedua sisi abdomen menggunakan 20 mL bupivakain 0,125%. Sebelum dan sesudah TAPB dilakukan pencitraan ultrasonografi untuk membandingkan penyebaran anestetik lokal. Analisis statistika menggunakan Uji Mann-Whitney dan uji Z. Hasil penelitian ini menunjukkan penyebaran anestetik lokal pada kelompok jarum sudut tumpul 50% dan pada kelompok jarum tuohy 26,7% secara statistika berbeda bermakna (p<0,05). Simpulan, pada operasi ginekologi dengan teknik TAPB penggunaan jarum sudut tumpul lebih baik dibanding dengan jarum tuohy terhadap penyebaran anestetik lokal.Kata kunci: Jarum tuohy, jarum sudut tumpul, penyebaran anestetik lokal, transversus abdominis plane blockComparison between Short Bevel Needle and Tuohy Needle Use in Transversus Abdominis Plane Block on Local Anesthetic Spread During  Gynecological SurgeriesTranversus abdominis plane block (TAPB) is one of the regional anesthesia techniques which enable multimodal analgesia involving skin incision in abdominal wall. This study aimed to compare the use of short bevel needle and tuohy needle for TAPB on the spread of local anesthetics in gynecological surgeries through a experimental randomized single blind trial. This study was conducted in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung on July–August 2014 to 30 woman between 18–60 years with the American Society of Anesthesiologists (ASA) physical status I–II underwent gynecological surgery under general anesthesia. The subjects were divided into 2 groups, short bevel needle and tuohy needle groups. The block was given on both sides of the abdomen using 20 mL of bupivacaine 0.125%. Before and after TAPB, an ultrasonography was performed to assess the spread of local anesthetics. Mann Whitney and Z test were used for statistical analysis. The results showed the spread of local anesthetic with short bevel needle was 50%, and with tuohy needle was 26.7%, the difference based on statistical analysis was significant (p<0.05). In conclusions, the use of dull angle needle is better than tuohy needle in the spread of local anesthetics in TAPB in patients undergo gynecological surgeries.Key words: Local anesthetic spreading, transversus abdominis plane block, short bevel needle,  tuohy needle DOI: 10.15851/jap.v3n2.575
Perbandingan Waktu Awitan dan Lama Kerja Kombinasi Bupivakain 0,5% dan Lidokain 2% dengan Bupivakain 0,5% pada Blokade Infraklavikular untuk Operasi Lengan Bawah Destiara, Andy Pawana; Yadi, Dedi Fitri; Kadarsah, Rudi Kurniadi
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 4, No 3 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (525.639 KB)

Abstract

Penggunaan kombinasi obat anestesi lokal bupivakain dan lidokain dapat menghasilkan waktu awitan yang cepat dan lama kerja yang panjang. Penelitian ini bertujuan membandingkan waktu awitan dan lama kerja kombinasi bupivakain 0,5% dan lidokain 2% dengan bupivakain 0,5% pada blokade infraklavikular untuk pembedahan lengan bawah. Penelitian menggunakan uji klinis acak terkontrol buta ganda terhadap 36 pasien dewasa usia 18–60 tahun yang menjalani pembedahan lengan bawah dan dilakukan blokade infraklavikular dengan panduan nerve stimulator di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung selama periode April–Juni 2015. Pasien dibagi dalam dua kelompok, kelompok bupivakain dan lidokain (BL) dan bupivakain (B). Analisis stastistik menggunakan student’s t-test, chi-square, Eksak Fisher, Kolmogorov Smirnov dan Mann-Whitney U-test. Hasil penelitian didapatkan waktu awitan blokade sensorik dan motorik pada kelompok BL, yaitu 7,1±2 menit dan 10,9±5,3 menit, pada kelompok B, yaitu 19,8±4,5 menit dan 29±7,7 menit. Lama kerja blokade sensorik dan motorik pada kelompok BL, yaitu 540,9±195,1 menit dan 445,6±158,9 menit, pada kelompok B, yaitu 837,6±376,6 menit dan 653,9±304,3 menit. Simpulan, kombinasi bupivakain 0,5% dan lidokain 2% menghasilkan awitan blokade sensorik serta motorik lebih cepat dan lama kerja yang lebih singkat dibanding dengan bupivakain 0,5%.Kata kunci: Blokade infraklavikular, kombinasi bupivakain-lidokain, bupivakain, lama kerja blokade, waktu awitan blokade Comparison of Onset and Duration of Action between 0.5% Bupivacaine and 2% Lidocaine Combination and 0.5% Bupivacaine on Infraclavicular Block for Forearm SurgeryAbstractThe combination of local anesthetic drugs bupivacaine and lidocaine can produce rapid onset and long duration of action. The purpose of this study was to compare the onset and duration of action between 0.5% bupivacaine and 2% lidocaine combination and 0.5% bupivacaine on infraclavicular block for forearm surgery. This study was conducted using a randomized double blind controlled clinical trial on 36 adult patients aged 18–60 years who underwent forearm surgery under infraclavicular block using nerve stimulator guidance in Dr. Hasan Sadikin General Hospital between the period of April to June 2015. Patients were divided into two groups: patients in bupivacaine and lidocaine (BL) group and bupivacaine (B)group. The statistical analysis were performed using the student’s t-test, chi-square, Fisher’s Exact, Kolmogorov Smirnov, and Mann-Whitney U-test. The onsets of sensory and motor blocks in BL group were 7.1±2 min and 10.9±5.3 min, repectively and B group were 19.8±4.5 min and 29±7.7 min, respectively. The durations of sensory and motor blocks in BL group were 540.9±195.1 min and 445.6±158.9 min and B group were 837.6±376.6 min and 653.9±304.3 min. This study reveals that the combination of 0.5% bupivacaine and 2% lidocaine in infraclavikular block had a faster onset of sensory and motor blocks compared to 0.5% bupivacaine and a shorter duration of action compared to 0.5% bupivacaine.Key words: Bupivacaine, combination of bupivacaine–lidocain, duration of block, infraclavicular block, onset of block DOI: 10.15851/jap.v4n3.902
Perbandingan Pemberian 20 mL dengan 30 mL Bupivakain 0,5% terhadap Mula Kerja dan Lama Kerja Blokade Saraf Iskiadikus Pendekatan Parasakral Menggunakan Alat Stimulasi Saraf pada Operasi Ekstremitas Bawah Amrizal, Canang Irving; Yadi, Dedi Fitri; Kadarsah, Rudi Kurniadi
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 5, No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (554.584 KB) | DOI: 10.15851/jap.v5n1.1004

Abstract

Blokade saraf iskiadikus pendekatan parasakral merupakan salah satu pilihan anestesi untuk operasi ekstremitas bawah. Blokade ini memiliki angka keberhasilan yang tinggi dan membutuhkan anestetik lokal yang lebih sedikit. Penelitian ini bertujuan membandingkan pemberian 20 mL dengan 30 mL bupivakain 0,5% terhadap mula kerja dan lama kerja blokade saraf iskiadikus pendekatan parasakral menggunakan alat stimulasi saraf di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung dan RSD Dr. Slamet Garut selama periode bulan Oktober–November 2015. Penelitian eksperimental secara randomized controlled trial dilakukan pada 36 pasien dewasa yang menjalani operasi ekstremitas bawah. Pasien dibagi dalam dua kelompok secara acak, tiap-tiap kelompok terdiri atas 18 pasien. Kelompok A mendapatkan bupivakain 0,5% sebanyak 20 mL dan kelompok B mendapatkan 30 mL. Hasil menunjukkan bahwa mula kerja blokade sensorik dan motorik pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna (p>0,05). Hasil penelitian menggunakan uji-t dan uji Mann Whitney menunjukkan bahwa lama kerja blokade sensorik dan motorik pada kelompok A lebih singkat bermakna dibanding dengan kelompok B (p<0,05). Simpulan penelitian ini adalah pemberian 20 mL bupivakain 0,5% pada blokade saraf iskiadikus pendekatan parasakral menghasilkan mula kerja blokade sensorik dan motorik yang sama cepat dan lama kerja blokade sensorik dan motorik yang lebih singkat dibanding dengan pemberian 30 mL bupivakain 0,5%.Kata kunci: Blokade saraf iskiadikus, bupivakain, lama kerja blokade, mula kerja blokade, pendekatan parasakralComparison of Onset and Duration of Action between 20 mL with 30 mL of 0.5% Bupivacaine on Ischiadicus Nerve Block with Parasacral Approach Assisted by a Nerve Stimulator for Lower Ekstremity SurgeryIschiadicus nerve block with parasacral approach is an anesthetic option for surgery in the lower extremity. This method offers many advantages such as high rate of successful block and less use of local anesthetic agent. The purpose of this study was to compare the onset and duration of action of ischiadicus nerve block with parasacral approach assisted by a nerve stimulator using 20 mL of 0.5% bupivacaine to 30 mL of 0.5% bupivacaine in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung and Dr. Slamet Hospital Garut between the period of October to November 2015. This experimental randomized controlled study was performed on 36 adult patients undergoing lower extremity surgeries. Patients were divided randomly into two groups consisting of 18 patients. Group A was given 20 mL of 0.5% bupivacaine while group B was given 30 mL of 0.5% bupivacaine. The onset and duration of action of sensory and motoric blocks were recorded. The t-test and Mann Whitney test used in this study showed that the duration of sensory and motoric blocks in group A was significantly shorter than that of group B (p<0.05). It is concluded that the ischiadicus nerve block with parasacral approach using 20 mL of 0.5% bupivacaine has the same onset but shorter duration of sensory and motoric blocks compared to 30 mL of 0.5% bupivacaine.Key words: Bupivacaine, duration of block, ischiadicus nerve block, onset of block, parasacral approach 
Perbandingan Intubasi Endotrakea Menggunakan Clip-on Smartphone Camera Videolaryngoscope dengan Laringoskop Macintosh pada Manekin Yadi, Dedi Fitri; Suwarman, Suwarman; Latuconsina, Fariz Wajdi
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 6, No 1 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (930.841 KB) | DOI: 10.15851/jap.v6n1.1287

Abstract

Intubasi endotrakea merupakan gold standard dalam manajemen jalan napas. Teknik laringoskopi direk merupakan teknik yang sulit sehingga berpotensi menyebabkan kegagalan khususnya pada orang yang tidak berpengalaman. Tujuan penelitian ini menilai keberhasilan, lama waktu, dan kemudahan intubasi endotrakea pada manekin menggunakan clip-on smartphone camera videolaryngoscope dibanding dengan laringoskop Macintosh. Penelitian dilakukan menggunakan metode crossover randomized study melibatkan 23 orang mahasiswa kedokteran di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada Oktober 2017. Dari penelitian ini didapatkan keberhasilan intubasi endotrakea menggunakan clip-on smartphone camera videolaryngoscope lebih tinggi (96%) dibandingkan dengan menggunakan laringoskop Macintosh (65%). Lama waktu intubasi endotrakea rata-rata juga terbukti lebih singkat menggunakan clip-on smartphone camera videolaryngoscope (32 detik) dibanding dengan laringoskop Macintosh (52 detik). Intubasi endotrakea menggunakan clip-on smartphone camera videolaryngoscope lebih mudah (4) dibanding dengan menggunakan laringoskop Macintosh (6). Ketiga variabel menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan nilai p<0,05. Simpulan, penggunaan clip-on smartphone camera video laryngoscope untuk intubasi endotrakea memiliki keberhasilan yang lebih tinggi, lama waktu intubasi endotrakea yang lebih singkat, dan intubasi endotrakea yang lebih mudah dibanding dengan menggunakan laringoskop Macintosh.Kata kunci: Clip-on smartphone camera videolaryngoscope, intubasi  endotrakea, laringoskopi direk, video-laryngoscope 
Jarak antara Saraf Femoralis dan Arteri Femoralis pada Daerah Lipat Inguinal Orang Dewasa dengan Menggunakan Pencitraan Ultrasonografi untuk Panduan Letak Penyuntikan Blokade Saraf Femoralis Nasution, Nur Intan; Yadi, Dedi Fitri; Nawawi, A. Muthalib
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 3, No 3 (2015)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (529.528 KB)

Abstract

Blokade saraf femoralis merupakan salah satu metode blokade saraf perifer yang digunakan untuk memfasilitasi operasi ekstremitas bawah. Blokade femoralis memiliki efek analgesia perioperatif yang efektif dengan sedikit efek samping sistemik, penurunan kebutuhan opioid serta mobilisasi lebih awal dan murah. Arteri femoralis digunakan sebagai penanda anatomis pada blokade saraf femoralis karena letaknya berdekatan dengan saraf femoralis. Penelitian ini bertujuan mengetahui jarak titik tengah saraf femoralis terhadap titik tengah arteri femoralis di daerah lipatan inguinal orang dewasa menggunakan pencitraan ultrasonografi untuk membantu keberhasilan blokade saraf femoralis. Metode penelitian adalah deskriptif analisis. Penelitian dilakukan terhadap 43 subjek sukarelawan berusia 18–60 tahun dengan indeks massa tubuh normal. Penelitian telah dilakukan bulan September–Oktober 2014 di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Unpad dan Central Operating Theatre (COT) lantai 4 Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Analisis data menggunakan Uji Mann-Whitney dan uji t. Hasil penelitian, jarak rata-rata titik tengah arteri femoralis terhadap titik tengah saraf femoralis pada laki-laki  1,075±0,13 cm dan pada perempuan 1,069±0,13 cm. Simpulan penelitian, jarak arteri femoralis dan saraf femoralis 1,07 cm lateral terhadap arteri femoralis. Kata kunci: Blokade saraf femoralis, saraf femoralis, ultrasonografiDistance between Femoral Nerve and the Femoral Artery at the Level of Inguinal Crease with Ultrasound as a Guid for Femoral Nerve Block InjectionAbstractThe femoral nerve block is one the peripheral nerve block methods that are used to falicitate lower extremity surgical procedures. The advantages of femoral nerve block include an effective perioperative analgesia with minimum systemic side effects, lower dosage of opioids, early mobilization and cost effective. This study aimed to measure the distance from the mid point of the femoral nerve to the mid point of the femoral artery at the level of inguinal crease of adults with ultrasound guidance that will determine the success rate of femoral nerve block. A descriptive analytic study involving 43 volunteer subjects aged 18–60 years was performed at the Anesthesiology and Intensive Care Department of the Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran and Central Operating Theatre (COT) of Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung between September and October 2014. Statistical analysis are using Mann-Whitney test and independent t-test. Results showed that the average distance from the mid point of the femoral nerve to the mid point of the femoral artery in male was 1.075±0.13 cm and in female was 1.069±0.13 cm. This study  conclude that the average distance of femoral artery to the femoral nerve is 1.07 cm lateral to the femoral artery. Key words: Femoral nerve, femoral nerve block, ultrasonography DOI: 10.15851/jap.v3n3.610