Dedi Fitri Yadi
Departemen Anestesiologi Dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran /Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung

Published : 48 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Perbandingan Blokade Kaudal Bupivakain 0,25% dengan Kombinasi Bupivakain 0,25% dan Klonidin 1 µg/kgBB terhadap Waktu Kebutuhan Analgesik Pascaoperasi Hipospadia Agus Fitri Atmoko; Dedi Fitri Yadi; Ezra Oktaliansah
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 6, No 2 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (10.552 KB) | DOI: 10.15851/jap.v6n2.1271

Abstract

Blokade  kaudal merupakan salah satu blokade regional yang digunakan pada pediatrik. Teknik ini digunakan sebagai tata laksana nyeri pascaoperasi urogenital, rektal, inguinal, dan operasi ekstremitas bawah. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbandingan waktu kebutuhan analgesik pascaoperasi hipospadia pada blokade kaudal bupivakain 0,25% dengan kombinasi bupivakain 0,25% dan klonidin 1 µg/kgBB. Penelitian menggunakan uji klinis acak terkontrol buta tunggal dilakukan di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung bulan November 2017 sampai Januari 2018. Pasien dibagi menjadi grup bupivakain 0,25% (grup B, n=15) dan grup kombinasi bupivakain 0,25% klonidin 1 µg/kgBB (grup BK, n=15). Uji statistik menggunakan uji-t tidak berpasangan dan Uji Mann-Whitney. Hasil penelitian mengungkapkan waktu kebutuhan analgesik pertama lebih lama pada grup BK (766,46±75,34 menit) dibanding dengan grup B (344,4±59,46 menit) dengan perbedaan signifikan (p<0,05). Simpulan, kombinasi bupivakain 0,25% dan klonidin 1 µg/kgBB pada blokade kaudal menghasilkan waktu kebutuhan analgesik pertama lebih lama dibanding dengan bupivakain 0,25% pascaoperasi hipospadia. Kata kunci: Blokade kaudal, bupivakain, hipospadia, klonidin, waktu kebutuhan analgesik  Comparison of Bupivacaine Caudal Blockade with Bupivacaine Clonidine Caudal Blockade to Timing of Post-operative Hypospadias Analgesic Requirement Caudal blockade was one of the regional blocks used in pediatrics. This technique was used as a post-operative pain management measure in urogenital, rectal, inguinal and lower extremity surgeries. The purpose of this study was to compare the first analgesic requirement between 0.25% bupivacaine caudal blockade and 0.25% bupivacaine and 1 µg/kgBW clonidine caudal blockade combination for post-operative hypospadia. The study used a single blind randomized control trial conducted at Dr. Hasan Sadikin General Hospital (RSHS) Bandung in the period of November 2017 to January 2018. Patients were divided into 0.25% bupivacaine group (B group, n=15) and 0.25% bupivacaine and 1 µg/kgBW clonidine combination group (BK group, n=15). Statistical test using unpaired t test and Mann Whitney test. Results revealed that the time of first analgesic requirement was longer in BK group (766.46±75.34 min) than in B group (344.4±59.46 min) with a significant difference (p<0.05). In conclusion, 0.25% bupivacaine and 1 µg/kgBW clonidine combination in caudal blockade resulting in a time analgesic requirement that is longer than 0.25% bupivacaine for post-operative hypospadias.                Key words: Analgesic requirement time, bupivacaine, caudal blockade, clonidine, hypospadias
PERBANDINGAN METODE PENGAJARAN REVIEW VIDEO DENGAN TANPA REVIEW VIDEO TERHADAP KEBERHASILAN DAN LAMA INTUBASI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER Ferawati Ferawati; Erwin Pradian; Dedi Fitri Yadi
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 7, No 3 (2019)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (291.678 KB) | DOI: 10.15851/jap.v7n3.1807

Abstract

Metode pengajaran yang inovatif dan efektif dalam pengajaran intubasi endotrakeal dibutuhkan untuk untuk menghasilkan mahasiswa kedokteran yang memiliki keterampilan memadai. Metode pengajaran review video yang melibatkan dual coding theory menggunakan kombinasi antara gambar dan suara akan mengaktifkan saluran kognitif verbal dan nonverbal sehingga dapat membantu memahami informasi dengan lebih baik. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbandingan keberhasilan dan lama intubasi endotrakeal pada manekin menggunakan metode pengajaran review video dengan tanpa review video yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD). Penelitian menggunakan metode randomized crossover study, dilakukan di RSUP Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung pada bulan Juli–September 2019 dan melibatkan 60 mahasiswa PSPD. Data kategorik dianalisis menggunakan Uji Eksak Fisher dan data numerik menggunakan Uji Mann Whitney. Penelitian ini memberikan hasil keberhasilan intubasi kelompok metode pengajaran review video 96,7% dan metode pengajaran tanpa review video 73,3% (p<0,05), lama intubasi rerata kelompok metode pengajaran review video 101,1 detik dan metode pengajaran tanpa review video 126,8 detik (p<0,05). Simpulan penelitian adalah penggunaan metode pengajaran review video meningkatkan keberhasilan intubasi dan mempersingkat lama intubasi oleh mahasiswa kedokteran. Comparison of Teaching Method with and without Video Review on Intubation Success Rate and Time Performed by Medical Students Innovative and effective teaching methods in teaching endotracheal intubation are needed to produce sufficient skills among medical students. Video review teaching methods that involve a dual coding theory using a combination of images and sound activate verbal and nonverbal cognitive channels, leading to better understanding of the information conveyed. This study aimed to compare the success and duration of endotracheal intubation in mannequins using the video review teaching method compared to teaching without video review to students of the Medical Education Study Program (Program Studi Pendidikan Kedokteran, PSPD). This was a randomized crossover study conducted in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung in July–September 2019 on 60 PSPD students. Categorical data collected were analyzed using the Fisher’s Exact Test while Mann Whitney test was used for numerical data. It was identified that the success rate of intubation performed by the group receiving video review was 96.7% while the non-video review group achieved a success rate of 73.3% (p<0.05). The average length of intubation in the video review group was 101.1 seconds while the non-video review group performed intubation in 126.8 seconds (p<0.05). Therefore, the use of video review teaching method increases the success of intubation and shorten the length of time intubation by medical students.
Letak Conus Medularis terhadap Vertebra Menggunakan Hasil Pencitraan Magnetic Resonance Imaging di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung untuk Anestesi Spinal - Nurfitriani; Abdul Muthalib Nawawi; Dedi Fitri Yadi; Farhan Anwary
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 2, No 3 (2014)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1164.456 KB)

Abstract

Kepentingan dari conus medularis bagi dokter spesialis anestesi adalah saat dilakukan tindakan anestesi spinal yang memiliki risiko terjadi trauma medula spinalis yang serius. Conus medularis dapat diidentifikasi melalui hasil pencitraan magnetic resonance imaging (MRI). Penelitian yang dilakukan sekarang bertujuan untuk mengetahui distribusi letak ujung conus medularis pada orang Indonesia secara observasional deskriptif dengan menggunakan hasil pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) lumbosakral. Penelitian dilakukan melalui pemeriksaan terhadap letak ujung conus medularis secara retrospektif pada 135 hasil pencitraan MRI pasien usia 18–65 tahun dari bulan Januari 2013 hingga Maret 2014 di Departemen Radiologi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Dari penelitian ini didapatkan letak ujung conus medularis paling banyak berada setinggi sepertiga tengah L1, dengan rentang mulai dari setinggi sepertiga tengah T12 hingga sepertiga bawah L2. Berdasarkan parameter jenis kelamin didapatkan distribusi letak conus medularis pada perempuan cenderung lebih kaudal dibandingkan dengan laki-laki.Kata kunci: Conus medularis, magnetic resonance imaging, orang IndonesiaDetermination of Conus Medullaris Position within the Vertebra using Magnetic Resonance Imaging in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung for Spinal Anesthesia PurposeAbstractThe position of conus medullaris is important to be identified by anesthesiologists during spinal anesthesia to avoid serious spinal cord trauma risk. Conus medullaris can be accurately identified through magnetic resonance imaging (MRI) images. The aim of this study was to determine the distribution of conus medullaris in Indonesians through a descriptive observation using magnetic resonance imaging (MRI) images of lumbosacral. The locations of conus medullaris were observed retrospectively on 135 MRI images scanned, aged 18–65 years, during the period of January 2013 to March 2014 at the Departement of Radiology, Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung. From this study, it was revealed that the conus medullaris are mostly located at the middle third of L1, ranging from the middle third of T12 to the lower third of L2. With gender as a parameter, it was shown that the distribution of conus medullaris in women tends  to be more caudal than in men.Key words: Conus medullaris, Indonesian, magnetic resonance imaging DOI: 10.15851/jap.v2n3.333
Perbandingan Waktu Awitan dan Lama Kerja Kombinasi Bupivakain 0,5% dan Lidokain 2% dengan Bupivakain 0,5% pada Blokade Infraklavikular untuk Operasi Lengan Bawah Andy Pawana Destiara; Dedi Fitri Yadi; Rudi Kurniadi Kadarsah
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 4, No 3 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (525.639 KB)

Abstract

Penggunaan kombinasi obat anestesi lokal bupivakain dan lidokain dapat menghasilkan waktu awitan yang cepat dan lama kerja yang panjang. Penelitian ini bertujuan membandingkan waktu awitan dan lama kerja kombinasi bupivakain 0,5% dan lidokain 2% dengan bupivakain 0,5% pada blokade infraklavikular untuk pembedahan lengan bawah. Penelitian menggunakan uji klinis acak terkontrol buta ganda terhadap 36 pasien dewasa usia 18–60 tahun yang menjalani pembedahan lengan bawah dan dilakukan blokade infraklavikular dengan panduan nerve stimulator di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung selama periode April–Juni 2015. Pasien dibagi dalam dua kelompok, kelompok bupivakain dan lidokain (BL) dan bupivakain (B). Analisis stastistik menggunakan student’s t-test, chi-square, Eksak Fisher, Kolmogorov Smirnov dan Mann-Whitney U-test. Hasil penelitian didapatkan waktu awitan blokade sensorik dan motorik pada kelompok BL, yaitu 7,1±2 menit dan 10,9±5,3 menit, pada kelompok B, yaitu 19,8±4,5 menit dan 29±7,7 menit. Lama kerja blokade sensorik dan motorik pada kelompok BL, yaitu 540,9±195,1 menit dan 445,6±158,9 menit, pada kelompok B, yaitu 837,6±376,6 menit dan 653,9±304,3 menit. Simpulan, kombinasi bupivakain 0,5% dan lidokain 2% menghasilkan awitan blokade sensorik serta motorik lebih cepat dan lama kerja yang lebih singkat dibanding dengan bupivakain 0,5%.Kata kunci: Blokade infraklavikular, kombinasi bupivakain-lidokain, bupivakain, lama kerja blokade, waktu awitan blokade Comparison of Onset and Duration of Action between 0.5% Bupivacaine and 2% Lidocaine Combination and 0.5% Bupivacaine on Infraclavicular Block for Forearm SurgeryAbstractThe combination of local anesthetic drugs bupivacaine and lidocaine can produce rapid onset and long duration of action. The purpose of this study was to compare the onset and duration of action between 0.5% bupivacaine and 2% lidocaine combination and 0.5% bupivacaine on infraclavicular block for forearm surgery. This study was conducted using a randomized double blind controlled clinical trial on 36 adult patients aged 18–60 years who underwent forearm surgery under infraclavicular block using nerve stimulator guidance in Dr. Hasan Sadikin General Hospital between the period of April to June 2015. Patients were divided into two groups: patients in bupivacaine and lidocaine (BL) group and bupivacaine (B)group. The statistical analysis were performed using the student’s t-test, chi-square, Fisher’s Exact, Kolmogorov Smirnov, and Mann-Whitney U-test. The onsets of sensory and motor blocks in BL group were 7.1±2 min and 10.9±5.3 min, repectively and B group were 19.8±4.5 min and 29±7.7 min, respectively. The durations of sensory and motor blocks in BL group were 540.9±195.1 min and 445.6±158.9 min and B group were 837.6±376.6 min and 653.9±304.3 min. This study reveals that the combination of 0.5% bupivacaine and 2% lidocaine in infraclavikular block had a faster onset of sensory and motor blocks compared to 0.5% bupivacaine and a shorter duration of action compared to 0.5% bupivacaine.Key words: Bupivacaine, combination of bupivacaine–lidocain, duration of block, infraclavicular block, onset of block DOI: 10.15851/jap.v4n3.902
Blokade Peribulbar pada Geriatri dengan Hipertensi Tidak Terkontrol yang Mengalami Cedera Bola Mata Terbuka Kirby Saputra; Dedi Fitri Yadi; Muhamad Adli
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 9, No 3 (2021)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v9n3.2589

Abstract

Cedera bola mata terbuka merupakan kegawatdaruratan pada bedah mata dan memerlukan intervensi segera. Faktor risiko pasien geriatri dengan hipertensi tidak terkontrol pada kasus trauma terbuka bola mata dengan ancaman kebutaan menjadikan tantangan tersendiri dalam penatalaksanaan anestesi. Seorang laki-laki berusia 71 tahun dengan komorbid hipertensi yang tidak terkontrol datang ke IGD Pusat Mata Nasional RS Mata Cicendo dengan cedera bola mata terbuka akibat terkena serpihan kerikil. Pasien dilakukan pembedahan eksplorasi mata emergensi, memakai teknik anestesi blokade peribulbar dengan sedasi ringan. Penyuntikan peribulbar dilakukan pada inferotemporal dan kantus medius dengan campuran levobupivakain 0,5% dan lidokain 2%. Hemodinamik intraoperatif stabil dan skala nyeri pascaoperatif skala nyeri yang minimal. Anestesi blokade peribulbar dengan sedasi dapat menjadi pilihan untuk prosedur trauma mata terbuka pada pasien geriatri dengan penyakit penyerta hipertensi.Peribulbar Blockade in Geriatrics with Uncontrolled Hypertension with Open Eyeball Injury An open eye injury is an emergency in ophthalmic surgery and requires immediate intervention. In cases of open eye trauma with the threat of blindness, risk factors for geriatric patients with uncontrolled hypertension make it a challenge in managing anesthesia. A 71-year-old man with comorbid uncontrolled hypertension came to the ER at the National Eye Center of Cicendo Eye Hospital with an open eye injury due to being hit by gravel debris. The patient underwent emergency eye exploratory surgery with peribulbar block anesthesia technique with light sedation. Peribulbar block injection approach is inferotemporal and medial canthus using a 50:50 mixture of 0.5% levobupivacaine and 2% lidocaine. Intraoperative hemodynamics were stable and with a minimal postoperative pain scale. Peribulbar block anesthesia with sedation may be an option for open eye trauma procedures in geriatric patients with comorbid hypertension.
Lama Pengerjaan, Volume Anestetik Lokal, dan Angka Keberhasilan Blokade Aksilar dengan Panduan Pencitraan Ultrasonografi pada Prosedur Arterio-Venous Shunt Ara Guntara; Dedi Fitri Yadi; Ruli Herman Sitanggang
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 2, No 3 (2014)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1108.319 KB)

Abstract

Kunci keberhasilan melakukan blokade aksilar adalah mendistribusikan secara optimal anestetik lokal ke sekeliling saraf, hal ini tercapai dengan panduan pencitraan ultrasonografi. Penelitian ini bertujuan menilai lama pengerjaan, volume  anestetik lokal, dan angka keberhasilan blokade aksilar dengan panduan pencitraan ultrasonografi. Metode penelitian adalah deskriptif prospektif. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung pada bulan Maret–April tahun 2014 terhadap 40 pasien (21‒60 tahun), status fisik American Society of Anesthesilogist (ASA) II, menjalani pembedahan dalam blokade aksilar dengan panduan pencitraan ultrasonografi. Fungsi sensorik dan motorik dinilai setiap 5 menit selama 15 menit. Keberhasilan blokade dinilai dari hilangnya fungsi sensorik dan motorik pada saraf medialis, radialis, ulnaris, dan muskulokutaneus. Hasil penelitian didapatkan lama pengerjaan blokade aksilar rata-rata dengan panduan pencitraan ultrasonografi 548 detik (9,1 menit), volume anestetik lokal dibutuhkan 10 mL dan angka keberhasilan blokade aksilar sebesar 97,5%. Penelitian lain lama pengerjaan dengan bantuan alat stimulasi saraf tepi selama 11,2 menit, volume total anestetik lokal dibutuhkan 30‒40 mL, dan angka keberhasilan 60‒85%.  Simpulan, panduan pencitraan ultrasonografi dapat mempersingkat pengerjaan, mengurangi volume obat anestesi lokal, dan meningkatkan keberhasilan blokade aksilar.Kata kunci: Arterio-venous shunt, blokade aksilar, panduan ultrasonografiProcedure Time, Local Anaesthetic Volume, and Success Rate of Axillary Block with Ultrasound Guidance in Arterio-Venous Shunt ProcedureThe key requirement for successful axillary block is to ensure optimal distribution of local anesthetic around the nerve structure. This goal is most effectively achieved under sonographic visualization. This study aimed to assess block procedure time, minimum volume of local anesthetic required, and success rate of axillary brachial plexus block under ultrasound guidance. This study was conducted between March and April 2014 in Dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung. This was an observational prospective study involving 40 patients (21‒60 years old) with American Society of Anesthesiologist (ASA) physical status II who underwent arterio-venous shunt under axillary brachial plexus block. Sensory and motor functions were assessed every five minutes for 15 minutes. A successful block was defined as complete sensoric and motoric loss in median, radial, ulnar, and musculocutaneus nerve distributions by 15 minutes. Results showed average block procedure time of 548 seconds (9.1 min), total volume of local anesthetic of 10 mL, and  block success rate of 97.5%. This study concludes that ultrasound guidance can reduce block procedure time and required local anesthetic volume as well as improving the success rate of axillary brachial plexus block. Key words: Arterio-venous shunt, axillary block, ultrasound guidance DOI: 10.15851/jap.v2n3.329
Blokade Peribulbar Menggunakan Ropivakain 0,75% untuk Vitrektomi pada Pasien dengan Komorbid Uta Provinsiana Sukmara; Dedi Fitri Yadi; Odih Fahruzi
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 10, No 1 (2022)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v10n1.2674

Abstract

Pasien dengan kelainan mata yang dilakukan vitrektomi sebagian besar geriatri dan dapat disertai beberapa komorbid, seperti hipertensi dan diabetes melitus. Serial kasus ini melaporkan dua kasus pasien dengan komorbid hipertensi dan diabetes melitus yang dilakukan tindakan vitrektomi. Tindakan anestesi blokade peribulbar dilakukan kedua pada pasien tersebut menggunakan ropivakain 0,75%. Penyuntikan dilakukan dengan pendekatan inferotemporal dan medial kantus, tercapai nilai Cicendo Akinesia Score 3 dan memfasilitasi vitrektomi tanpa komplikasi. Blokade peribulbar dengan ropivakain 0,75% dapat digunakan untuk pembedahan vitrektomi pada pasien geriatri memiliki komorbid. Peribulbar Block Using Ropivacaine 0.75% in Patients with ComorbiditiesMost patients with eye disorders undergoing vitrectomy are geriatric and may have several comorbidities, such as hypertension and diabetes mellitus. This case series reports two patients with hypertension and diabetes mellitus who underwent vitrectomy. Both patients received peribulbar block with 0.75% ropivacaine. Peribulbar injection was performed with an inferotemporal and medial canthus approach. The peribulbar block was successful in both patients with a Cicendo Akinesia score of 3 and facilitated uncomplicated vitrectomy. Peribulbar block using 0.75% ropivacaine can be used for uncomplicated vitrectomy in geriatric patients with comorbidities. 
Blokade Peribulbar dengan Adjuvan Fentanil: Efek Hemodinamik dan Analgetik pada Vitrektomi Yadi, Dedi Fitri; Nadya, Siti Fairuz; Halimi, Radian Ahmad; Tavianto, Doddy; Pradian, Erwin; Fuadi, Iwan
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 13, No 2 (2025)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v13n2.4413

Abstract

Operasi vitrektomi membutuhkan analgesia adekuat dan stabilitas hemodinamik, terutama pada pasien usia lanjut dengan komorbiditas. Ropivakain adalah anestesi lokal yang umum digunakan untuk blokade peribulbar, namun kualitas bloknya dapat ditingkatkan dengan penambahan opioid seperti fentanil. Studi ini merupakan penelitian pertama yang membandingkan efektivitas ropivakain 0,75% dengan kombinasi ropivakain 0,75% dan fentanil 3 μg/mL pada tekanan darah dan kualitas analgesia pada operasi vitrektomi. Desain penelitian ini adalah single blind randomized controlled trial yang melibatkan 54 pasien yang menjalani vitrektomi. Penelitian dibagi menjadi dua kelompok yang masing-masing terdiri 27 pasien: kelompok R yang menerima ropivakain 0,75% dan kelompok RF yang menerima ropivakain 0,75% dan fentanil 3 μg/ml. Tekanan darah sistolik, diastolik, MAP, serta kualitas analgesia (NRS) diukur pada tiga waktu yaitu sebelum, selama dan setelah operasi. Analisis statistik menggunakan uji t tidak berpasangan, Mann Whitney dan Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna dalam perubahan tekanan darah sistolik, diastolik, dan MAP antara kedua kelompok (p>0,05). Kualitas analgesia yang dinilai menggunakan NRS juga tidak menunjukkan perbedaan signifikan (p>0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah kombinasi ropivakain 0,75 % dan fentanil 3 mcg/ml memberikan hasil yang sebanding dengan ropivakain 0,75 % saja dalam hal stabilitas hemodinamik dan kualitas analgesia pada operasi vitrektomi.