Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Penyuluhan upaya penanggulangan dan pemeriksaan cacingan sebagai implementasi program pesantren sehat Atwazzah Taisir; Ria Hapsari; Iman Surya Pratama; Siti Rahmatul Aini; Galuh Tresnani; Bambang Fajar Suryadi
Transformasi: Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 15 No. 2 (2019): Transformasi Desember
Publisher : LP2M Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.533 KB) | DOI: 10.20414/transformasi.v15i2.1789

Abstract

[Bahasa]: Angka prevalensi cacingan nasional pada tahun 2015 sebesar 28,12%, dengan prevalensi daerah yang bervariasi hingga melebihi 50%. Survey cacingan pada sampel anak SD/MI di Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2011 menunjukkan angka prevalensi 29,47%. Cakupan upaya penanggulangan yang masih terbatas mendorong peningkatan koordinasi lintas mitra salah satunya pesantren. Program pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk mengimplementasikan upaya penanggulangan cacingan melalui penyuluhan dan demonstrasi indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada salah satu mitra pondok pesantren di daerah Lombok Barat. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara semi terstruktur dan observasi pengetahuan siswa dengan lembar kuisioner. Berdasarkan pemeriksaan natif terhadap 38 sampel feses terdapat 3 orang cacingan (0.7 %) terdiri atas infeksi campuran cacing tularan tanah (Ascaris sp dan Trichuris sp) dan infeksi tunggal (Hymenolepis sp, Ascaris sp). Hasil pengabdian secara umum berkontribusi terhadap penguasaan indikator PHBS sederhana yang terdiri atas: Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), penggunaan alas kaki, serta pengukuran berat, dan tinggi badan secara berkala. Kata Kunci: cacingan; pesantren sehat; PHBS [English]: The national worm prevalence rate in 2015 was 28.12%, with regional prevalence varies over 50%. Worms survey in a sample of elementary school children in West Lombok Regency in 2011 showed a prevalence rate of 29.47%. The limited scope of prevention efforts has led to increased coordination across partners including pesantren. This community service program aimed to implement the prevention of intestinal worms through counseling and demonstration of clean and healthy behaviors (PHBS) indicators at one of the boarding schools in West Lombok. The methods used in this program is semi-structured interview and observation of students’ knowledge with questionnaire sheets. Based on the native examination of 38 feces samples, there were three students who have worms (0.7%) consisting of mixed infection of earthworm (Ascaris sp and Trichuris sp) and single infection (Hymenolepis sp, Ascaris sp). Generally, this program contributes to the mastery of simple PHBS indicators consisting of: handwashing with soap (CTPS), footwear use, and periodic weight and height measurements. Keywords: worm infestation; healthy boarding school; personal hygiene
Mode of Action Anti Serangga dari Tananam Jayanti (Sesbania sesban L. Merr.)(MAGNOLIOPSIDA: FABACEAE) Suripto Suripto; Tresnani, G.; Gunawan, E. R.
Jurnal Biologi Tropis Vol. 20 No. 2 (2020): Mei - Agustus
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (397.34 KB) | DOI: 10.29303/jbt.v20i2.1875

Abstract

Abstrak: Dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya telah diketahui, bahwa tanaman Jayanti (Sesbania. Sesban) memiliki aktivitas anti serangga terhadap Plutella xylostella, salah satu jenis serangga hama penting tanaman kubis. Juga telah diketahui, bahwa bahan aktif anti serangga dari S. sesban dengan konsentrasi tertentu dapat mematikan imago Diadegma semiclausum, yang merupakan musuh alami dari P. xylostella. Namun demikian, mode-mode aksi aplikasi bahan insektisida dari S. sesban yang selektif untuk pengendalian serangga hama, yaitu dapat menekan populasi P. xylostella namun aman terhadap populasi D. semiclausum belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mode-mode aksi aplikasi berbagai fraaksi ekstrak daun S. sesban yang selektif untuk pengendalian P. xylostella.  Serbuk kering daun S. sesban diekstraksi secara bertingkat menggunakan seri pelarut, yaitu berturut-turut petroleum eter, diklorometana, etanol dan air. Masing-masing fraksi ekstrak daun S. sesban dilakukan bioassay terhadap  P. Xylostella secara parallel,  yaitu uji mortalitas larva, uji daya tolak ovipositor, uji penghambatan penetasan telur dan uji anti feedant. Data hasil setiap uji hayati diolah dengan analisis probit untuk menentukan LC50 (mortalitas larva) dan EC50 (daya tolak ovipositor, penghambatan tetas telur dan daya anti feedant). Hasil menunjukkan,  bahwa fraksi ekstrak-etanol daun S. sesban memiliki daya anti serangga terhadap P. xylostella lebih tinggi daripada fraksi-fraksi ekstrak lainnya. Hasil juga menunjukkan, bahwa aplikasi fraksi ekstrak-etanol daun S. sesban melalui mode-mode  aksi  anti ovipositor dan anti feedant adalah selektif untuk pengendalian  P. xylostella. Harga EC50 daya tolak ovipositor (20.52 ppm) dan EC50 anti feedant (26.77 ppm) terhadap P. xylostella masing-masing lebih kecil daripada harga LC50 (37.38 ppm) terhadap D. semiclausum. Disarankan, bahwa penggunaan ekstrak daun S. sesban untuk pengendalian P. xylostella hendaknya diarahkan untuk aplikasi menolak oviposisi dan menghambat aktivitas makan dan tidak disarakan untuk aplikasi mematikan larva dan menghambat penetasan telur P. xylostella. Juga disarankan, bahwa selektivitas ekologis dan efektivitas pengendalian P. xylostella dengan insektisida dari S. sesban perlu dievaluasi dengan mempelajari lebih lanjut stabilitas anti serangga dari S. sesban selama penyimpanan serbuk kering daun sebelum diekstraksi, penyimpanan ekstrak sebelum diaplikasikan, dan stabilitasnya selama aplikasi.Kata kunci: Diadgma semiclausum, mode aksi anti serangga, Plutella xylostella, Sesbania sesban.Abstract: From the results of previous studies have been known that Jayanti (Sesbania sesban) plants have anti-insect activity against Plutella xylostella, one of the important species of insect pests of cabbage. It is also well known, that the anti-insect active ingredient from S. sesban with a certain concentration can kill Diadegma semiclausum imago, which is a natural enemy of P. xylostella. However, selective modes of action for the application of insecticides from S. sesban for pest control, which suppress P. xylostella populations but are safe against D. semiclausum are not yet known. The S. sesban leaf dry powder was extracted stratified using a series of solvents, namely petroleum ether, dichloromethane, ethanol and water, respectively. Each fraction of S. sesban leaf extract was bioassayed on P. xylostella in parallel, namely larval mortality, ovipositor resistance, egg hatching inhibition and anti-feedant tests. Data on the results of each bioassay was analyzed by probit analysis to determine LC50 (larval mortality) and EC50 (ovipositor resistance, egg hatching inhibition and anti-feedant power. The results show that the extract fraction-ethanol of S. sesban leaves has higher insect repellent ability against P. xylostella than other extract fractions. The results also showed that the application of S. sesban leaf extract fraction-ethanol through each mode of action of anti-ovipositor and anti-feedant was selective for the control of P. xylostella. Each of the reject ovipositor EC50 (20.52 ppm) and anti-feedant EC50 (26.77 ppm) values against P. xylostella was smaller than the LC50 price (37.38 ppm) against D. semiclausum imago. It is recommended that the use of S. sesban leaf extract for controlling P. xylostella should be directed with application to reject oviposition and inhibit eating activities. This is because the concentration of the extract application is safe against D. semiclausum. Application of S. sesban leaf extract is not recommended to kill larvae and inhibit hatching eggs of P. xylostella because it requires a greater concentration of extract application and can suppress the population of D. semiclausum. Ecological anti-insect selectivity and effectiveness of using insecticide from S. sesban for the control of P. xylostella need to be evaluated by further studying the stability of the anti-insect active ingredient from S. sesban during storage of dried leaf powder before extracting, storage of extracts before being applied, and their stability during application.Keywords: Diadegma semiclausum, insecticidal mode of action, Plutella xylostella, Sesbania sesban.
PEMBUATAN SPESIMEN AWETAN ORGANISME UNTUK MENUNJANG PELAJARAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI SEKOLAH Yuliadi Zamroni; Galuh Tresnani; Bambang Fajar Suryadi; Dining Aidil Candri; Sukiman Sukiman
Jurnal Warta Desa (JWD) Vol. 1 No. 2 (2019): Jurnal Warta Desa (JWD)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jwd.v1i2.33

Abstract

Telah dilakukan pelatihan pembuatan spesimen awetan organisme kepada guru-guru di provinsi NTB. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan guru dalam membuat media pembelajaran untuk menunjang pelajaran keanekaragaman hayati disekolah. Kegiatan ini dilakukan selama 4 hari dari tanggal 30 Oktober-2 November 2017 yang diikuti oleh 34 guru yang ada di NTB. Melalui kegiatan ini, para guru diperkenalkan tentang keanekaragaman hayati yang ada di NTB khususnya dan Indonesia pada umumnya. Selain itu para guru juga dilatih melakukan sampling dan pengawetan flora dan fauna yang ada disekitar lingkungan tempat tinggal. Tehnik fotografi dan manajemen spesimen awetan diberikan untuk menambah softskill para guru sehingga spesimen yang dikoleksi dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Para peserta pelatihan memberikan respon yang positif terhadap kegiatan ini. Hal tersebut dapat diketahui melalui jumlah peserta yang melebihi target, antusiaisme dalam mengikuti setiap kegiaatan dan permintaan untuk diundang dalam pelatihan-pelatihan berikutnya yang diadakan Universitas Mataram.
Pelatihan Deteksi Cacing Parasit Pada Sapi dan Uji Coba Pengobatan Penyakit Cacingan Pada Sapi Menggunakan Tanaman Obat di Desa Kesik, Kecamatan Masbagik, Kabupaten Lombok Timur Bambang Fajar Suryadi; Galuh Tresnani; Iman Surya Pratama; Kurniasih Sukenti
Jurnal Warta Desa (JWD) Vol. 1 No. 3 (2019): Jurnal Warta Desa (JWD)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (524.054 KB) | DOI: 10.29303/jwd.v1i3.73

Abstract

Dari bulan Juli hingga Oktober 2018, Tim Pengabdian Masyarakat dari Fakultas MIPA Universitas Mataram mengadakan pelatihan deteksi telur dan cacing dewasa di Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Masbagik Lombok Timur dan pelatihan pembuatan obat cacing alternatif/herbal di Kelompok Peternak Punik Agung, Desa Kesik, Masbagik Lombok Timur dan. Kegiatan diawali dengan deteksi telur cacing dan cacing dewasa pada feses sapi yang dipelihara di kandang kolektif Kelompok Peternak Punik Agung, Desa Kesik. Hasil deteksi feses menunjukkan bahwa semua sapi yang dipelihara di kandang kolektif tersebut menderita cacingan (terdeteksi beberapa jenis/spesies cacing) dengan kategori ringan hingga sedang. Berdasarkan hasil deteksi tersebut, dilakukan pembuatan dan pemberian obat cacing alternatif/herbal. Tanaman yang dipilih sebagai obat herbal cacingan adalah pepaya/gedang (Carica papaya) dan widuri/rembiga (Calotropis gigantea). Dua tanaman ini paling mudah didapat di sekitar perumahan warga di Dusun Kesik dan paling mudah diproses untuk dijadikan obat cacing dibanding tanaman yang lain. Biji pepaya dan bunga widuri dikeringkan dan ditumbuk hingga membentuk serbuk halus untuk kemudian diberikan pada sapi yang menderita cacingan. Berdasarkan hasil deteksi diberikan pemberian obat cacing alternatif/herbal sebagai berikut. Satu kelombok diberi serbuk biji pepaya/gedang (2 hari pemberian sebagai dosis pengobatan), 1 kelompok diberikan serbuk bunga widuri/rembiga (1 hari pemberian sebagai dosis pengobatan) dan 1 kelompok lain diberian albendazol sebagai kontrol positif. Observasi terhadap jumlah telur dan cacing dewasa pasca pemberian obat dilakukan tiap 7 hari sebanyak 2 kali (selama 14 hari). Setelah 14 minggu pemberian obat anternatif/herbal, sapi yang mendapatkan bubuk biji pepaya/gedang menunjukkan penurunan infeksi yang lebih baik (berdasarkan pada penurunan persentase jumlah dan jenis cacing yang menginfeksi) dibandingan dengan bubuk bunga widuri/rembiga. Namun, penurunan tertinggi didapatkan dari sapi yang diberikan Albendazol (kontrol). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, bubuk biji pepaya dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk mengatasi kasus sapi cacingan, tapi tidak untuk menggantikan obat standar farmasi.
Pediculicidal Activity of Cem-ceman White Cempaka Flower (Michelia alba DC.) against Pediculus humanus capitis Ahmad Fadli Robby; Iman Surya Pratama; Galuh Tresnani
Ad-Dawaa: Journal of Pharmaceutical Sciences Vol 4 No 1 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/djps.v4i1.21154

Abstract

The prevalence of pediculosis reported in Asia has ranged from 0.7% to 59%. High resistance and side effects is a challenge in using the pediculicidal agents. The widely use and empirical as well as scientific studies of traditional plants for anti-lice were already done, one of them is cempaka. The aim of this study was to determine the pediculicidal activity of cem-ceman white cempaka flower (Michelia alba DC.) on Pediculus humanus capitis in vitro. The white cempaka flowers made into cem-ceman preparations by mixing and soaking in coconut oil until 3 days. Pediculisidal activity was tested by filter paper diffusion test method with 3 replications. Data were analyzed using Kruskal-Wallis followed by post hoc Mann-Whitney Method test with software SPSS v.16. The phytochemical screening showed that sample contains alkaloid, tannin, saponin, and triterpenoid. Pediculidal activity test showed that cem-ceman white cempaka flower has pediculicidal effect in 10% concentration (w/v) with 66.67% mortality and 15% concentration (w/v) with 77.33% mortality. In conclusion cem-ceman white cempaka flowers has pediculicidal activity at concentration 10% and 15% but lower than permethrin 1%  (p<0.05).
PEMANFAATAN TANAMAN PEKARANGAN DI DESA PENIMBUNG, LOMBOK BARAT, SEBAGAI SALAH SATU BAHAN MAKANAN OLAHAN YANG DAPAT MEMPERBAIKI GIZI KELUARGA Galuh Tresnani; Islamul Hadi; Yuliadi Zamroni; Sarkono Sarkono
Jurnal Warta Desa (JWD) Vol. 4 No. 2 (2022): Jurnal Warta Desa (JWD)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jwd.v4i2.126

Abstract

Stunting adalah suatu kondisi dimana balita atau anak-anak memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang kurangakibat gizi buruk, infeksi penyakit dan stimulasi fisik serta sosial yang kurang memadai. Desa Penimbung yang berada di Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu dari banyak desa di Pulau Lombok yang masih memiliki angka stunting sebesar 40%. Angka ini dapat diturunkan jika penduduk desa mampu memanfaatkan lahan pekarangan dan tanamannya dalam olahan makanan yang dapat meningkatkan gizi keluarga. Salah satu olahan makanan yang paling mudah adalah jajanan anak berupa roti isi dimana bahan isian dan pewarnanya merupakan hasil tanaman pekarangan. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk memberikan informasi dan pelatihan kepada warga Desa Penimbung mengenai pengolahan pangan sehat bagi keluarga. Kegiatan pengabdian dilakukan dalam 3 tahapan yaitu tahap survey lokasi, penyuluhan dan pelatihan. Penyuluhan dan pelatihan diberikan kepada ibu-ibu PKK dan wanita kelompok tani Desa Penimbung. Hasil dari kegiatan pengabdian ini berupa lahan pekarangan contoh yang telah ditanami dengan tanaman bermanfaat dan keterampilan ibu-ibu PKK dalam pembuatan pasta ubi serta roti dengan bahan pewarna alami.
PENGEMBANGAN PENGETAHUAN HERPETOFAUNA BAGI MASYARAKAT UNTUK MENDUKUNG EKOWISATA DI DESA LANTAN BATUKLIANG UTARA LOMBOK TENGAH Jurnal Pepadu; Islamul Hadi; Yuliadi Zamroni; Galuh Tresnani; Wayan Suana; Tizar Gusli
Jurnal Pepadu Vol 3 No 2 (2022): Jurnal PEPADU
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/pepadu.v3i2.2470

Abstract

Pengembangan wisata minat khusus ekologi (ekowisata) berbasis pada pengetahuan tentang keanekaragaman hayati, salah satunya adalah herpetofauna (amfibi dan reptil) merupakan hal yang menarik dan tidak terlalu kompleks. Kegiatan ini dapat dibangun melalui peningkatan pemahaman dan kesadaran para pelaku wisata sperti wisatawan, pecinta alam, dan penyedia jasa wisata khusunya kelompok sadar wisata (PokDarwis) yang ada di Desa Lantan Kecamatan Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah. Kegiatan yang telah dilakukan meliputi Webinar Ular Indonesia yang dilakukan secaran daring, pelatihan pengenalan penanganan ular dan pembuatan material pengetahuan dan penanganan ular. Kegiatan-kegiatan tersebut telah meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang peran dan potensi herpetofauna sebagai daya tarik wisata.
Fishmeal-Based Media Supports Growth and Endospore Production of Locally-Isolated Lysinnibacillus sphaericus and Induces its Toxicity to 3rd Instar Aedes aegypti Larvae in Laboratory Conditions Bambang Fajar Suryadi; Ika Mustikasari; Zuriatun Annisa; Sarkono; Galuh Tresnani
Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Vol 10 No 7 (2024): July
Publisher : Postgraduate, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jppipa.v10i7.7361

Abstract

The aim of this study was to determine whether fishmeal-based media could be used to grow L. sphaericus and induce its toxicity against Aedes aegypti larvae. Three concentrations (10, 20 and 30%) of fishmeal-based media were used to grow L. sphaericus isolate Bs2-1-2. Cell growth and endospore production were observed every 12 hours for 72 hours. The lethal concentration was measured every 24 hours for 72 hours of fermentation. The highest cell concentration was found in L. sphaericus grown on the media with 30% fishmeal concentration (3.03x1008 cells/mL), followed by 20% concentration (2.43x1008 cells/mL) and the lowest at 10% concentration (2.20x1008 cells/mL). At the end of fermentation, the highest concentration was found in L. sphaericus grown on 30% fishmeal-based media (1.51x1008 cells/mL), followed by 20% media (6.95x1007 cells/mL) and 10% media (3.21x1007 cells/mL). After 72-hour incubation, the highest endospore concentration was achieved by L. sphaericus grown on 20% (2.51x1008 cells/mL) and 10% (2.19x1008 cells/mL) fishmeal-based media. Initial larval toxicity of L. sphaericus showed the highest mortality on 20 and 30% fishmeal-based media (both reaching 53.33%), while 10% fishmeal-based media gave only 26.67% larval mortality. The LC50 value at 72 hours was achieved by L. sphaericus cultured on 30% fishmeal-based media (2.47 x 1008 cells/mL), followed by 20% concentration (4.82 x 1008 cells/mL) and 10% concentration (9.01 x 1009 cells/mL). The conclusion of this study was all concentrations of fishmeal-based media could support cell growth, endospore production and larval toxicity induction of L. sphaericus.