Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Kondiloma Akuminata di Daerah Anus yang Disebabkan oleh Infeksi Human Papilloma Virus Tipe 6, 11, dan 16 Pada Seorang Laki Suka Laki dengan HIV Positif Achdiat, Pati Aji; Djajakusumah, Tony S; Rachmatdinata, Rachmatdinata
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Human papilloma virus (HPV) merupakan salah satu penyebab infeksi menular seksual terbanyak di seluruh dunia. Kondiloma akuminata (KA) merupakan salah satu manifestasi klinis infeksi HPV yang paling sering ditemukan. Risiko terinfeksi virus HPV multipel lebih tinggi pada penderita HIV, sedangkan risiko terinfeksi tipe ganas lebih tinggi pada laki suka laki (LSL). Dilaporkan satu kasus KA di daerah anus yang disebabkan oleh infeksi HPV tipe 6, 11, dan 16 pada seorang LSL dengan HIV positif. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang karakteristik berupa papula dan plak verukosa berbentuk seperti bunga kol. Hasil pemeriksaan histopatologis menunjang diagnosis KA namun tidak menunjukkan tanda-tanda keganasan. Pasien diberikan terapi bedah listrik dan trikloroasetat (TCA) 80% topikal. Faktor risiko KA multipel pada pasien ini kemungkinan disebabkan jumlah pasangan seksual yang banyak, LSL, dan infeksi HIV dengan hitung CD4 382 sel/uL. Hasil serotyping menunjukkan penyebab KA adalah HPV tipe 6, 11, dan 16. Pasien disarankan untuk melakukan screening sitologi setiap tahunnya.   Kata kunci: HIV, infeksi HPV multipel, kondiloma akuminata, LSL
Imunitas Bawaan pada Kusta: Hubungan Ekspresi Kaspase-1 dengan Interleukin-18 pada Lesi Kulit Pasien Kusta Suwarsa, Oki; Gunawan, Hendra; Achdiat, Pati Aji
Majalah Kedokteran Bandung Vol 48, No 3 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15395/mkb.v48n3.849

Abstract

Respons imun terhadap Mycobacterium leprae (M. leprae) terdiri atas respons imun bawaan dan didapat. Salah satu enzim yang berperan pada imunitas bawaan adalah kaspase-1 dengan fungsi memecah sitokin proinflamasi prointerleukin (IL)-18 menjadi IL-18 aktif. IL-18 bersama IL-12 secara sinergis akan merangsang produksi interferon (IFN-γ) sehingga timbul respons imun seluler yang bersifat protektif. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis korelasi positif ekspresi kaspase-1 dengan IL-18 pada lesi kulit pasien kusta. Penelitian dilaksanakan selama bulan Oktober–Desember 2014 di Poliklinik Morbus Hansen Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin serta Laboratorium Imunohistokimia Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian ini merupakan penelitian klinis analitik observasional dengan rancangan potong lintang. Subjek penelitian berjumlah 19 pasien kusta yang didapatkan melalui consecutive sampling. Terhadap subjek penelitian dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologis, dan biopsi plong. Pada jaringan hasil biopsi lesi kulit dilakukan pemeriksaan imunohistokimia ekspresi kaspase-1 dan IL-18 yang dinilai dengan histoscore, kemudian dilakukan analisis korelasi menggunakan uji Rank-Spearman. Pada hasil penelitian ini didapatkan nilai ekspresi histoscore kaspase-1 pada lesi kulit pasien kusta berturut-turut tipe tuberkuloid (TT)=12,00; borderline tuberculoid (BT)=8,33; mid-borderline (BB)=8,00; borderline lepromatous (BL)=4,00; dan lepromatous (LL)=10,67. Nilai histoscore ekspresi IL-18 pada lesi kulit pasien kusta berturut-turut pada tipe TT=9,33; BT=6,50; BB=4,60; BL=4,00; dan LL=9,33. Berdasarkan hasil analisis statistik uji Rank-Spearman pada derajat kepercayaan 95% didapatkan korelasi positif yang bermakna antara ekspresi histoscore kaspase-1 dan IL-18 (rs=0,618; p=0,005). Simpulan penelitian ini adalah terdapat korelasi positif antara ekspresi kaspase-1 dan IL-18 pada lesi kulit pasien kusta. Semakin tinggi ekspresi kaspase-1 pada lesi kulit pasien kusta maka semakin tinggi ekspresi IL-18. [MKB. 2016;48(3):181–6]Kata kunci: Imunitas bawaan, interleukin-18, kaspase-1, kustaInnate Immunity in Leprosy: Correlation between Caspase-1 and Interleukin-18 Expression in Leprosy Patient’s Skin Lesion Immune response against M. leprae contains innate and adaptive immunity. Caspase-1 is one of the enzymes which have a role in innate immunity to activate pro-IL-18 into its active form. IL-18 and IL-12 sinergically enhance the production of IFN-γ which triggers the protective cellular immunity. The aim of this study was to analyze the positive correlation between the expression of caspase-1 and IL-18 in leprosy patients’ skin lesions. The study was conducted from October tol December 2014 at the Dermatology and Venereology, and Immunohistochemistry Laboratory, Pathology Anatomy Department, Universitas Padjadjaran/Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung. This was a clinical observational analytical study with cross-sectional design. Subjects were 19 leprosy patients recruited through consecutive sampling. History taking, physical examination, bacteriological examination, and punch biopsy were performed on all subjects. Caspase-1 and IL-18 expressions were examined and measured with histoscore. Correlation analysis was performed using Rank-Spearman test. The histoscore for the expression of caspase-1 in leprosy patients’ skin lesions was as follows: TT type=12.00; BT=8.33; BB=8,00; BL=10.00; and LL=10.67. The histoscore for the IL-18 expression in leprosy patients’ skin lesions were TT type=9.33; BT=4.60; BL=4.00; and LL=9.33. Rank-Spearman analysis with desired confidence level of 95% showed a statistically significant positive correlation between the histoscore of caspase-1 expression and IL-18 expression.(rs=0.618, p=0.005). In conclusion, this study demonstrates a positive corelation between caspase-1 expression and IL-18 expression in leprosy skin lesions. An increase of caspase-1 expression indicates an increase of IL-18 expression. [MKB. 2016;48(3):181–6]Key words: Caspase-1, interleukin-18, innate immunity, leprosy
Neurosifilis Asimtomatik Pada Pasien Sifilis Sekunder Dengan Koinfeksi Human Immunodeficiency Virus Febrina, Dia; Cahyawari, Dartri; Roslina, Nina; Rowawi, Rasmia; Achdiat, Pati Aji
Syifa'Medika Vol 8, No 1 (2017): Syifa' MEDIKA: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Publisher : Faculty of Medicine

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32502/sm.v8i1.1353

Abstract

Neurosifilis merupakan infeksi pada sistem saraf pusat yang disebabkan invasi sawar darah otak oleh Treponema pallidum yang umumnya terjadi pada pasien sifiis koinfeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV). Neurosifilis umumnya terjadi pada sifilis tersier, tetapi dapat pula terjadi pada stadium lainnya, termasuk stadium sekunder. Diagnosis neurosifilis asimtomatik ditegakkan apabila didapatkan serum venereal disease research laboratory (VDRL) yang positif tanpa tanda dan gejala neurologis disertai satu dari karakteristik berikut pada pemeriksaan liquor cerebrospinal (LCS): (1) jumlah leukosit > 10/mm3; (2) protein total > 50 mg/dL; (3) hasil VDRL reaktif. Dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 35 tahun dengan sifilis sekunder koinfeksi HIV tanpa ditemukannya tanda dan gejala neurologis. Kecurigaan neurosifilis pada pasien ini disebabkan oleh kegagalan terapi pada sifilis sekunder, status HIV dengan jumlah CD4+ 106/mm3, dan serum VDRL 1:256. Diagnosis neurosifilis pada laporan kasus ini ditegakkan berdasarkan pemeriksaan LCS yang menunjukkan hasil VDRL yang reaktif, peningkatan jumlah leukosit dan protein total. Pasien ini diberikan penisilin G prokain 2,4 juta unit tanpa probenesid yang diberikan secara intramuskular selama 14 hari. Pada pasien sifilis koinfeksi HIV dapat dicurigai neurosifilis apabila ditemukan salah satu karakteristik berikut: (1) tidak terjadi penurunan titer VDRL setelah terapi benzatin penisilin; (2) serum VDRL/rapid plasma reagin (RPR) ? 1:32; (3) jumlah CD4+ < 350 sel/mm3. Kegagalan terapi pada sifilis sekunder dapat disebabkan oleh infeksi Treponema pallidum pada sistem saraf pusat. Simpulan, dilaporkan satu pasien usia 35 tahun dengan neurosifilis asimtomatik yang diberikan terapi penisilin G prokain 2,4 juta unit tanpa probenesid selama 14 hari. Pemeriksaan serum VDRL pada bulan ketiga pasca terapi belum mengalami penurunan titer.
Laporan Kasus: Kutil Kelamin pada Uretra dan Meatus Uretra yang Diterapi dengan Krim 5-Fluorourasil 5% Nugrahaini, Pramita Kusuma Catur; Cahyawari, Dartri; Iriani, July; Achdiat, Pati Aji; Rowawi, Rosmia
Syifa'Medika Vol 9, No 1 (2018): Syifa' MEDIKA: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Publisher : Faculty of Medicine

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32502/sm.v9i1.1341

Abstract

Angka kejadian kutil kelamin (KK) di seluruh dunia terus meningkat. Sampai saat ini belum terdapat terapi yang lebih unggul dibanding dengan terapi lainnya. Krim 5-fluorourasil (5-FU) 5% merupakan salah satu terapi untuk KK pada meatus uretra dan uretra. Krim 5-FU 5% adalah antimetabolit pirimidin fluorinated yang memiliki fungsi sebagai agen antineoplastik dengan menghambat sintesis DNA. Seorang pasien laki-laki berusia 27 tahun dengan KK tipe kondiloma akuminta (KA) di meatus uretra dan uretra. Pada meatus uretra dan uretra tampak lesi papula ukuran 0,3x0,5x0,2 cm, sewarna kulit dan mukosa dengan permukaan yang tidak rata, pemeriksaan acetowhite positif, dan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) positif untuk HPV tipe 6. Pasien diterapi dengan krim 5-FU 5% yang diaplikasikan 3 hari berturut-turut setiap minggu per siklus. Setelah mengaplikasikan krim 5-FU 5% selama 3 siklus, didapatkan lesi pada meatus uretra dan uretra menghilang pada pengamatan hari ke-29 serta tidak timbul lesi baru hingga hari ke-180. Hasil, krim 5-FU 5% untuk KK pada meatus uretra dan uretra memiliki efektivitas yang bervariasi, berkisar 25-95%, dan rekurensi sebesar 50%. Penggunaan krim 5-FU 5% efektif untuk lesi KK berukuran kecil pada meatus uretra dan uretra, dapat diaplikasikan sendiri oleh pasien, mudah digunakan, dan murah. Simpulan, krim 5-FU 5% merupakan terapi yang efektif untuk KK di meatus uretra dan uretra.
CIRCINATE BALANOPOSTHITIS AS A POSSIBLE CLINICAL MANIFESTATION OF GONOCOCCAL INFECTION Pati Aji Achdiat; Rasmia Rowawi; Gynaecia Lamsu
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol 18, No 3 (2018): Volume 18 Nomor 3 Desember 2018
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jks.v18i3.18019

Abstract

Abstract. Balanitis is defined as inflammation of the glans penis, while balanoposthitis is an inflammation of the glans penis and prepuce. Balanitis/balanoposthitis due to Neisseria gonorrhoeae (N. gonorrhoeae) is rarely reported. A case of balanoposthitis in a man clinically manifested as circinate balanoposthitis was reported to show the possibility of gonococcal infection manifested as circinate balanoposthitis. Bacterial examination with Gram staining and polymerase chain reaction (PCR) examinations from the lesions denoted the appearance of intracellular and extracellular Gram negative diplococcus bacteria and positive for Chlamydia trachomatis (C. trachomatis). Serological examination showed the reactive results for syphilis. The patient received oral medications of 400 mg cefixime single dose and 1-gram azithromycin single dose, also 2.4 million international unit (IU) intramuscular per week for 3 weeks. The gonococcal infection as the cause of balanoposthitis should be put in the differential diagnosis and any possible examination should be done to establish the most plausible etiology.Key words: balanitis, balanoposthitis, gonococcal balanoposthitis, circinate balanoposthitis
TINGKAT PENGETAHUAN PENYAKIT INFEKSI MENULAR SEKSUAL DAN KOMPLIKASINYA PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI JATINANGOR Pati Aji Achdiat; Rasmia Rowawi; Dina Fatmasari; Reyshiani Johan
Dharmakarya Vol 8, No 1 (2019): Maret 2019
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (37.603 KB) | DOI: 10.24198/dharmakarya.v8i1.19534

Abstract

Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya terutama melalui hubungan seksual. World Health Organization (WHO) pada tahun 2016 menyatakan terdapat lebih dari 1 juta orang menderita IMS setiap hari. IMS memiliki pengaruh yang sangat besar pada kesehatan seksual dan reproduktif di seluruh dunia. Komplikasi dari IMS dapat menyebabkan kemandulan, gangguan kehamilan, gangguan pertumbuhan, kanker, dan memudahkan seseorang terkena infeksi human immunodeficiency diseases (HIV). Tingkat pengetahuan masyarakat diketahui berkorelasi dengan tingginya kejadian IMS di masyarakat khususnya remaja. Peningkatan pengetahuan dengan penyebaran informasi seperti kegiatan penyuluhan tentang IMS dan komplikasinya merupakan salah satu upaya penting yang harus dilakukan untuk mengurangi angka kejadian IMS di masyarakat. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PPM) berupa penyuluhan ini dilakukan di SMA Negeri Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Peserta penyuluhan yaitu siswa dengan total peserta 50 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Setiap lembar kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan, yang meliputi definisi, jenis-jenis penyakit, cara penularan, tanda dan gejala, komplikasi, dan pencegahan IMS. Tingkat pengetahuan seluruh siswa SMA tentang IMS dan komplikasinya sebelum dilakukan penyuluhan masih cukup, yaitu 38,2% pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh peserta penyuluhan. Penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang jenis-jenis penyakit IMS dan komplikasinya. Siswa SMA diharapkan dapat menjadi ujung tombak dalam penyebaran informasi penyuluhan pada keluarga dan masyarakat, sehingga dapat menurunkan angka kejadian dan penularan IMS pada masyarakat.
Tingkat pengetahuan penyakit kusta dan komplikasinya pada siswa sekolah menengah atas negeri Jatinangor Hendra Gunawan; Pati Aji Achdiat; Rachel Marsella Rahardjo
Dharmakarya Vol 7, No 2 (2018): Juni
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (253.68 KB) | DOI: 10.24198/dharmakarya.v7i2.19379

Abstract

Kusta merupakan penyakit menular yang masih ditakuti oleh masyarakat. Kusta dipercaya sebagai penyakit kutukan dari Tuhan, penyakit keturunan atau karena ilmu gaib yang sulit disembuhkan, dianggap memalukan dan menimbulkan aib bagi keluarga. Perlakuan diskriminasi terhadap pasien kusta tidak terlepas dari masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang kusta. Tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat diketahui berkorelasi dengan dukungan terhadap pasien kusta. Peningkatan pengetahuan dengan penyebaran informasi seperti kegiatan penyuluhan tentang kusta dan komplikasinya merupakan salah satu upaya penting yang harus dilakukan untuk mengurangi stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap pasien kusta. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PPM) berupa penyuluhan ini dilakukan di SMA Negeri Jatinangor, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Peserta penyuluhan yaitu siswa dengan total peserta 50 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Setiap lembar kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan, yang meliputi etiologi, epidemiologi, penularan, tanda dan gejala, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan kusta. Tingkat pengetahuan seluruh siswa SMA tentang kusta dan komplikasinya sebelum dilakukan penyuluhan masih rendah. Pemberian materi penyuluhan diketahui meningkatkan pengetahuan siswa. Dari hasil kuesioner setelah penyuluhan diketahui bahwa 92% peserta penyuluhan memiliki pengetahuan tentang penyakit kusta yang tinggi dan hanya 8% peserta dengan tingkat pengetahuan yang rendah. Tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya upaya penyebaran informasi tentang kusta, dan kepercayaan pada masyarakat yang bersifat turun temurun. Penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang penyakit kusta dan komplikasinya. Siswa SMA diharapkan dapat menjadi ujung tombak dalam penyebaran informasi penyuluhan pada keluarga dan masyarakat, sehingga dapat mengurangi stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap pasien kusta.
Kondiloma Akuminata di Daerah Anus yang Disebabkan oleh Infeksi Human Papilloma Virus Tipe 6, 11, dan 16 pada Seorang Laki Suka Laki dengan HIV Positif Pati Aji Achdiat; Tony S. Djajakusumah; Rachmatdinata Rachmatdinata
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2382.108 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v1i1.1515

Abstract

Human papilloma virus (HPV) merupakan salah satu penyebab infeksi menular seksual terbanyak di seluruh dunia. Kondiloma akuminata (KA) merupakan salah satu manifestasi klinis infeksi HPV yang paling sering ditemukan. Risiko terinfeksi virus HPV multipel lebih tinggi pada penderita HIV, sedangkan risiko terinfeksi tipe ganas lebih tinggi pada laki suka laki (LSL). Dilaporkan satu kasus KA di daerah anus yang disebabkan oleh infeksi HPV tipe 6, 11, dan 16 pada seorang LSL dengan HIV positif. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang karakteristik berupa papula dan plak verukosa berbentuk seperti bunga kol. Hasil pemeriksaan histopatologis menunjang diagnosis KA namun tidak menunjukkan tanda-tanda keganasan. Pasien diberikan terapi bedah listrik dan trikloroasetat (TCA) 80% topikal. Faktor risiko KA multipel pada pasien ini kemungkinan disebabkan jumlah pasangan seksual yang banyak, LSL, dan infeksi HIV dengan hitung CD4 382 sel/uL. Hasil serotyping menunjukkan penyebab KA adalah HPV tipe 6, 11, dan 16. Pasien disarankan untuk melakukan skrining sitologi setiap tahun. CONDYLOMATA ACUMINATA IN THE ANAL REGION CAUSED BY TYPE 6, 11, AND 16 HUMAN PAPILLOMA VIRUS INFECTION IN HIV POSITIVE MAN WHO HAVE SEX WITH MANHuman papiloma virus (HPV) is the most common cause of sexually transmitted infection worldwide. Condyloma acuminata is the most common form of HPV infection. In HIV patient, the risk to get multiple HPV infection is increased, while in man who have sex with man (MSM), the risk to develop into malignancy is even geater. A case of condyloma acuminata (CA) in the anal region caused by HPV type 6, 11, and 16 in MSM with HIV infection was reported. Diagnosis was established based on typical clinical feature presented as verrucous papules and plaques resembling cauliflower. Histopathological result supported the diagnosis of CA without sign of malignancy. Patient was treated with electrosurgery and topical 80% TCA solution. The risk factors for CA in this patient possibly were the high number of sexual partners, MSM status, and HIV infection with CD4 count of  382 cell/uL. Serotyping result revealed that CA in this patient was caused by HPV type 6, 11, and 16. The patient was suggested to undergo cytologic screening analysis every year forwards.
Reversal reaction with nodules clinical manifestations that initially diagnosed as erythema nodosum leprosum in borderline lepromatous leprosy Tsaqilah, Laila; Achdiat, Pati Aji; Gunawan, Hendra
Journal of General - Procedural Dermatology & Venereology Indonesia Vol. 5, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Background: The reversal leprosy reaction generally manifest as larger, swollen, red and shiny the pre-existing skin lesions which are accompanied with pain. This reaction can be manifest as infiltration and nodules which resembles the features of erythema nodosum leprosum (ENL) leprosy reaction. Case Illustration: We present a case of 26-year-old woman with erythematous nodules on almost all the body since two weeks ago. She had pre-existing erythema plaque on the right elbow became more erythematous and arouse with partially felt pain, fever, and malaise. Nodule lesions in BL leprosy with reaction need to be distinguished between ENL and reversal reaction because they may affect therapy and prognosis. Discussion: The patient was diagnosed as BL leprosy with ENL reaction erythematous nodules on the face, both upper and lower arms, upper and lower limbs, knees, that partially felt pain, but after more careful history and histopathologic examination of the lesions, the nodules didn’t match to the histopathologic features of ENL reaction. Correlation between the clinical and histopathological findings in the form of acid fast bacilli (AFB) and granulomatous inflammation grenz zone with epithelioid cells and lymphocyte cells infiltrations in the dermis established the diagnosis of BL leprosy with reversal reaction. Conclusion: Erythema nodule lesions in leprosy can be an ENL or reversal reaction or a leprosy lesion in type BL leprosy. Reversal reaction should always be considered when diagnosing a skin-colored nodule in leprosy. Appropriate clinical and histopathological findings of the skin-colored nodules are needed to establish the definite diagnosis of reversal reaction.
PREVALENCE OF TRICHOMONIASIS IN ASYMPTOMATIC PREGNANT WOMEN POPULATION IN BANDUNG, WEST JAVA, INDONESIA Achdiat, Pati Aji; Dwiyana, Reiva Farah; Feriza, Vina; Rowawi, Rasmia; Effendi, Rendy Ariezal; Suwarsa, Oki; Gunawan, Hendra
Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease Vol. 7 No. 4 (2019)
Publisher : Institute of Topical Disease Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (113.553 KB) | DOI: 10.20473/ijtid.v7i4.8102

Abstract

About 81% of pregnant women with trichomoniasis are asymptomatic, while trichomoniasis in pregnant women can increase the risk of complications, include premature rupture of membranes, preterm birth, and babies with low birth weight. Trichomoniasis can also increase the risk of other sexually transmitted infections (STIs) and human immunodeficiency virus (HIV) transmission. Trichomoniasis case in pregnant women could be influenced by demographic characteristics,, the sexual behavior, and also the diagnostic method used. Until now, there is no data about prevalence of trichomoniasis in pregnant women in Indonesia. The aim of this research was to determine the prevalence of trichomoniasis in pregnant women in Bandung, West Java, Indonesia. A descriptive cross-sectional study was performed in December 2016 until January 2017. The study participants were 50 pregnant women who visit antenatal care to Obstetric and Gynecology Clinic of 'Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak Kota Bandung', and meet the inclusion and exclusion criteria, through consecutive sampling. The study participants had a history taking, venereological examination, and Trichomonas rapid test from vaginal swabs. Trichomoniasis in this study was diagnosed based on Trichomonas rapid test, a test that uses color immunochromatographic, capillary flow, dipstick technology, and has high sensitivity and specificity in diagnosing trichomoniasis. Almost all participants in this study were low risk pregnant women to have STI based on demographic characteristics and sexual behaviour. The positive Trichomonas rapid test result was found from one of 50 study participants. In conclusion, prevalence of trichomoniasis in pregnant women in Bandung was 2%. Trichomoniasis case in low-risk pregnant women population is still found.