Budiharto Budiharto
Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

BENTUK TANGGUNG JAWAB PT WAHANA PRESTASI LOGISTIK CABANG SEMARANG TERHADAP PENYELENGGARAAN PENGIRIMAN BARANG Arie Maulana; Hendro Saptono; Budiharto Budiharto
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 1 (2019): Volume 8 Nomor 1, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.707 KB)

Abstract

Kegiatan pengiriman barang sangat penting di era modern saat ini dalam memperlancar arus perdagangan. Pelaksanaan pengiriman barang pada kenyataannya dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen atau pengirim barang berupa barang kiriman mengalami keterlambatan dari waktu yang diperjanjikan, barang hilang ataupun mengalami kerusakan. PT Wahana Prestasi Logistik merupakan perusahaan ekspedisi dalam menyelenggarakan pengiriman barang seharusnya bertanggung jawab dan memberikan jaminan kepada konsumen atas segala kerugian yang timbul dalam pengiriman barang.  Perumusan masalah yang diangkat dalam penulisan skripsi ini mengenai bentuk tanggung jawab Wahana dalam penyelenggaraan pengiriman barang beserta penyelesainnya. Metode pendekatan dalam penelitian ini menggunakan penelitian yuridis empiris dengan cara wawancara. Data primer dan data sekunder yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis data kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh: (1) Bentuk tanggung jawab Wahana terhadap kerugian konsumen terhadap kehilangan atau kerusakan barang adalah dengan mengganti senilai harga barang tersebut dan tidak ada ganti kerugian atas keterlambatan pengiriman barang. (2) Penyelesaian tanggung jawab Wahana selesai setelah pencairan klaim dilakukan. Kesimpulan yang diperoleh: (1) Bentuk tanggung jawab Wahana telah sesuai dengan aspek perposan, aspek hukum perjanjian, dan aspek hukum perlindungan konsumen. Ketiga aspek ini menghimbau perusahaan ekspedisi untuk memberikan ganti kerugian terhadap konsumen dalam pengiriman barang. (2) Penyelesaian tanggung jawab selesai setelah Wahana memberikan ganti kerugian sebesar ketentuan yang sudah ditetapkan.
PERLINDUNGAN PENUMPANG DALAM PENOLAKAN PENGANGKUTAN OLEH MASKAPAI UDARA Masithah Meilia Rizkita; Budiharto Budiharto; Hendro Saptono
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 1 (2019): Volume 8 Nomor 1, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (234.643 KB)

Abstract

Kerugian konsumen maskapai udara masih seringkali terjadi. Biasanya diakibatkan oleh kelalain dari pihak maskapai. Demikian juga kasus perbuatan melawan hukum yang dialami oleh penumpang maskapai udara, yakni Regina Goenawan. Ia dianggap melakukan kekerasan terhadap awak kabin maskapai tanpa dasar bukti yang jelas sehingga mengakibatkan maskapai PT. Indonesia Air Asia Extra menolak pengangkutan terhadap Regina Goenawan. Dari kasus tersebut, penelitian ini akan melakukan kajian perlindungan konsumen bagi Regina Goenawan dan keluarga sebagai penumpang maskapai udara. Kajian ini berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Penerbangan, Pasal 1365 dan Pasal 1367 KUHPerdata, serta tanggung jawab yang diberikan oleh PT. Indonesia Air Asia Extra kepada Regina Goenawan berdasar Konvensi Warsawa 1929, Konvensi Montreal 1999 dan Permenhub Nomor 77 Tahun 2011. Metode penelitian yang digunakan dalam penelulisan hukum ini adalah metode yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif-analitis. Data yang digunakan dalam penulisan adalah data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan. Metode analisis yang dilakukan adalah analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ada pelaku usaha yang melakukan perbuatan melawan hukum. Tuduhan tanpa bukti yang mengakibatkan Regina Goenawan termasuk ke dalam daftar hitam maskapai merupakan dasar adanya perbuatan melawan hukum. Tuduhan tersebut dapat dibantah oleh penumpang karena kedudukan keduanya sejajar berdasarkan Undang-Undang Penerbangan yang sebagai ratifakasi Indonesia dalam Konvensi Warsawa 1929 dan Konvensi Montreal 1999. Dua konvensi ini menyatakan bahwa maskapai wajib bertanggung jawab atas segala kerugian, terutama jika ditemukan kesalahan yang disengaja dari pihak maskapai.
TANGGUNG JAWAB BANK TERHADAP KERUGIAN NASABAH KARTU DEBIT AKIBAT TAMBAHAN BIAYA ( SURCHARGE ) SAAT MELAKUKAN TRANSAKSI PEMBAYARAN (STUDI PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA ) Syavira Rani Arimawati; Budiharto Budiharto; Hendro Saptono
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 2 (2019): Volume 8 Nomor 2, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (292.023 KB)

Abstract

Dunia perbankan merupakan hal yang sudah tidak asing dalam kehidupan saat ini. Adanya perbankan telah memberikan pengaruh yang besar terhadap perekonomian suatu negara. Pihak Bank saling berlomba menawarkan fasilitasnya. Salah satu fasilitasnya adalah kemudahan bertransaksi dengan menggunakan kartu debit atau kartu kredit. Penarikan tambahan biaya (surcharge) saat melakukan transaksi pembayaran dengan menggunakan kartu debit yang dilakukan oleh merchant merupakan salah satu hal yang dilarang Bank Indonesia yang dituangkan dalam PBI Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaran Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan kartu. Hal ini dianggap merupakan tindakan yang merugikan sebagaimana dikatakan dalam pasal 8 ayat 2 aturan tersebut. Hubungan hukum antara nasabah dengan bank penerbit kartu debit didasarkan atas dasar perjanjian diantara kedua belah pihak. Perjanjian yang terjadi adalah perjanjian pinjam-meminjam dana yang diatur dalam pasal 1754 KUHperdata dan Perjanjian pemberian kuasa dalam pasal 1792-1819 KUHperdata. Adapun mengenai tanggung jawab yang dilakukan oleh pihak Bank sebagai pihak yang telah diberi kepercayaan oleh nasabah akan dilakukan dalam bentuk memutus perjanjian dengan merchant terkait dan mengembalikan nominal dana nasabah yang dijadikan tambahan biaya (surcharge).
AKIBAT HUKUM PENERBITAN BILYET GIRO KOSONG DALAM KEGIATAN PERBANKAN Irham Faishal; Budiharto Budiharto; Edy sismarwoto
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 1 (2019): Volume 8 Nomor 1, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (89.029 KB)

Abstract

Perbankan memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian suatu Negara, di dalamnya mengatur mengenai arus lalulintas pembayaran berupa instrument pembayaran. Dengan tingginya kebutuhan masyarakat akan adanya instrument pembayaran yang aman dan mudag untuk digunakan, bilyet giro muncul sebagai salah satu instrument pembayaran yang banyak diminati masyarakat Indonesia. Dalam menggunakan bilyet giro terdapat syarat penyediaan dana pada tenggang waktu pengunjukan, penerbitan bilyet giro yang tidak disertakan dengan dana guna pemenuhan pemindahbukuanya kemudian akan disebut dengan bilyet giro kosong..Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah yuridis empiris, spesifikasi penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif, sedangkan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan meneliti data primer, data sekunder dan data tersier yang didapatkan dari hasil wawancara terhadap narasumber dan studi kepustakaan.Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan seorang nasabah yang telah memenuhi kriteria daftar hitam akan dicantumkan namanya dalam daftar hitam nasional.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK CIPTA ATAS LAGU YANG LAGUNYA DIGUNAKAN OLEH PIHAK LAIN TANPA IZIN Berthania Pitaloka Puspaasri; Budiharto Budiharto; Ro'fah Setyowati
Diponegoro Law Journal Vol 9, No 1 (2020): Volume 9 Nomor 1, Tahun 2020
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (807.336 KB)

Abstract

Lagu merupakan salah satu karya yang berasal dari proses berpikir manusia yang kemudian diwujudkan dalam bentuk ciptaan yang bisa didengarkan keindahannya dalam kesatuan lirik, notasi, dan instrumen. Terciptanya lagu diperlukan hak mutlak yaitu hak cipta untuk memberikan perlindungan hukum bagi pencipta.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami bentuk perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta atas lagu serta menganalisis tanggung jawab dari pihak yang menggunakan dan melakukan kegiatan komersial dari pemegang hak cipta. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analisis. Pengumpulan data melalui data sekunder. Metode analisis yang dipakai adalah Analisis Kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bentuk perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta atas lagu yang dikomersialkan oleh pihak lain berupa pendaftaran ciptaan, diberikannya hak untuk menggugat terhadap pelanggar hak cipta, dan dikenakannya sanksi sesuai dengan pelanggaran hak cipta yang dilakukan. Tanggung jawab pihak yang menggunakan dan melakukan kegiatan komersial tanpa izin yaitu dengan cara membayarkan sejumlah uang sebagai ganti kerugian yang diderita dan mengembalikan judul lagu yang diganti ke judul semula.
PERLINDUNGAN HUKUM PEMBERI PINJAMAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN SISTEM P2P (PEER TO PEER LENDING) Gusto Hartanto; Budiharto Budiharto; Sartika Nanda Lestari
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 2 (2019): Volume 8 Nomor 2, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (289.647 KB)

Abstract

Bank sebagai lembaga intermediary yang mempunyai kewenangan untuk menyalurkan kredit, tidak dapat menjangkau semua lapisan masyarakat yang membutuhkan pendanaan khususnya generasi milenial yang rata-rata mempunyai penghasilan belum begitu besar sehingga cenderung dikategorikan sebagai risiko oleh bank.  Mekanisme pembiayaan dengan peer to peer lending kemudian muncul sebagai salah satu alternatif pendanaan bagi masyarakat yang membutuhkan pendanaan, namun peer to peer lending pun tidak luput dari risiko gagal bayar.Penelitian ini bertujuan untuk; mengetahui dan menganalisis mekanisme perjanjian kredit dengan sistem peer to peer lending, serta untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum pemberi pinjaman dalam perjanjian kredit dengan sistem peer to peer lending.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Metode pengumpulan data yang dilakukan penulis dengan meneliti data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan.Berdasarkan hasil penelitian, maka mekanisme penyaluran pinjaman melalui perjanjian kredit peer to peer lending sudah sesuai dengan peraturan OJK No.77/ POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Selanjutnya, perlindungan hukum pemberi pinjaman peer to peer lending dari aspek hukum publik telah cukup memadai namun dalam hukum privat, OJK belum dapat memberikan perlindungan secara maksimal.
AKIBAT HUKUM PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA SAFE DEPOSIT BOX ( STUDI KASUS PEMBOBOLAN SAFE DEPOSIT BOX BANK INTERNASIONAL INDONESIA (BII) ) Johanes Napitupulu; Budiharto Budiharto; Siti Mahmudah
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 1 (2019): Volume 8 Nomor 1, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.894 KB)

Abstract

Klausula eksonerasi merupakan suatu klausula yang berisi pembatasan bahkan pembebasan tanggung jawab sepenuhnya bagi pelaku usaha yang dicantumkan dalam perjanjian standar. Namun pencantuman klausula eksonerasi tertentu justru mengakibatkan kerugian yang timbul bagi konsumen atau debitur dikarenakan bentuk perjanjian standar yang tidak dapat dilakukan tawar menawar mengenai isi dalam perjanjian. Sebagai salah satu contoh kasus pembobolan Safe Deposit Box Bank Internasional Indonesia yang mengakibatkan kerugian bagi nasabah karena tidak adanya ganti kerugian akibat dicantumkannya klausula eksonerasi pada perjanjian sewa menyewa Safe Deposit Box. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ditemukan bahwaterdapat beberapa pandangan yang melatarbelakangi diterima dan berkembangnya pencantuman klausula eksonerasi dalam perjanjian standar di masyarakat. Namun Pemerintah melakukan pembatasan terhadap pencatuman klausula eksonerasi dalam perjanjian standar melalui Pasal 18 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur secara teknis jenis klasula eksonerasi yang dilarang untuk dicantumkan dalam Perjanjian Standar.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ADVISING BANK YANG MENERIMA DOKUMEN PALSU DALAM TRANSAKSI MENGGUNAKAN LETTER OF CREDIT (L/C) Trisna Alysianingrum; Budiharto Budiharto; Sartika Nanda Lestari
Diponegoro Law Journal Vol 8, No 4 (2019): Volume 8 Nomor 4, Tahun 2019
Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (871.743 KB)

Abstract

Dalam transaksi perdagangan internasional, Letter of Credit (L/C) merupakan janji membayar dari bank penerbit (issuing bank) kepada eksportir (beneficiary) yang pembayarannya akan diteruskan oleh bank penerus (advising bank) senilai L/C sepanjang dokumen-dokumen yang diajukan oleh eskportir memenuhi persyaratan L/C. Advising bank yang memiliki peran melakukan penerusan pembayaran L/C kepada eksportir harus cermat dan teliti dalam memastikan apakah dokumen-dokumen yang diajukan eksportir merupakan dokumen yang sah atau tidak sah agar terhindar dari penipuan (fraud) dokumen. Kasus penipuan dokumen L/C pernah dialami PT.Bank BNI (Persero) Cabang Kebayoran Baru Jakarta Selatan yang melibatkan Edy Santososelaku Manager pelayanan Nasabah Luar Negeri Bank BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dengan Maria Pauline Lumowa selaku pemilik saham GRAMARINDO GROUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa regulasi terkait perlindungan hukum dan tindakan hukum yang dapat dilakukan advising bank apabila menerima dokumen palsu saat melakukan transaksi L/C masih belum spesifik diatur dalam undang-undang. Namun, dalam melaksanakan perannya advising bank dapat mengacu pada pengaturan UCP 500, UCP 600, Pasal 1365 KUHPer, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK, PBI No. 16/11/PBI/2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial, Peraturan Bank Indonesia NOMOR : 5/11 /PBI/2003 Tentang Pembayaran Transaksi Impor, serta Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.