Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Ekstraksi Pektin Dari Kangkung Darat Menggunakan Pelarut Asam Sitrat Irawan, T. A. Bambang; Prihanto, Antonius
METANA Vol 12, No 1 (2016): Juni 2016
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (940.125 KB) | DOI: 10.14710/metana.v12i1.17510

Abstract

Kangkung tergolong sayur yang sangat populer, karena banyak peminatnya. Di Indonesia kangkung tumbuh subur dan memiliki siklus perkembangan panen yang tiap tahun meningkat. Wawasan tentang pemanfaatan kangkung di masyarakat masih minim. Oleh karena itu untuk menambah wawasan tentang pemanfaatan kangkung di masyrakat, kangkung dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif pembuatan pektin.  Jumlah pektin yang terkandung di dalam kangkung tersebut berkisar 6,71 % per 100 gram kakngkung darat kering. Pektin merupakan polimer dari asam D-Galakturonat yang dihubungkan oleh ikatan ß -1,4 glikosidik. Untuk menguraikan pektin didalam kangkung darat  dapat dilakukan dengan metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut asam kemudian ditambahkan etanol kedalam filtrat untuk mengendapkan pektin dan proses terakhir dilakukan pengeringan untuk mendapatkan pektin kering. Penelitian ini dilakukan dengan menambahkan asam sitrat dengan range pH 1,5; 2; 2,5 (sebagai variabel) dan dengan waktu ekstraksi 60, 75, 90 menit (sebagai variable). Hasil penelitian m,enunjukan bahwa pektin terbaik dapat diperoleh pada pH 2 pada waktu proses 75 menit dengan rendemen 3,25%, kadar air 7,14 %, dan kadar metoksil 5,9 %. Extraction of Pectin From Kale Using Citrate Acid Solvent Kale classified as a vegetable is very popular, because many devotees. In  Indonesia kale thrive and have the development cycles of harvest each year is increasing. Insights on the use of kale in the community is still minimal. Therefore, to add knowledge about the use of kale in society, kale can be used as an alternative energy source the manufacture of pectin. Total pectin contained in the swamp around 6.71% per 100 grams of dry ground kakngkung. Pectin is a polymer of D-galacturonic acid linked by ß -1,4 glycosidic bonds. To decipher the pectin in the swamp land can be done by using a solvent extraction method with acid is then added ethanol added to the filtrate to precipitate pectin and final drying process to obtain dry pectin. This research was conducted by adding citric acid to a pH range of 1.5; 2; 2.5 (variable) and the extraction time of 60, 75, 90 minutes (as a variable). M research results, the best enunjukan that pectin can be obtained at pH 2 at runtime 75 minutes with a yield of 3.25%, 7.14% moisture content, and the content of methoxyl 5.9%.
Pengaruh Temperatur, Konsentrasi Katalis Dan Rasio Molar Metanol-Minyak Terhadap Yield Biodisel Dari Minyak Goreng Bekas Melalui Proses Netralisasi-Transesterifikasi Prihanto, Antonius; Irawan, T.A. Bambang
METANA Vol 13, No 1 (2017): Juni 2017
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1038.201 KB) | DOI: 10.14710/metana.v13i1.11340

Abstract

Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan biodisel dari minyak goreng bekas melalui proses netralisasi-transesterifikasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh temperatur terhadap yield biodiesel, pengaruh konsentrasi katalis terhadap yield biodiesel dan pengaruh rasio molar methanol-minyak goreng bekas terhadap yield biodiesel melalui proses netralisasi dan transesterifikasi. Untuk mendapatkan kondisi proses transesterifikasi terbaik, maka dikaji pengaruh variasi suhu (30 oC, 40 oC, 50 oC, 60 oC, 70 oC), variasi konsentrasi katalis KOH (0,75 %, 1 %, 1,25 %, 1,5 %, 1,75 %) dan rasio molar metanol-minyak (6:1; 7:1; 8:1; 9:1; 10:1) terhadap yield biodiesel yang dihasilkan dari minyak goreng bekas. Hasil penelitian menunjukkan pada rasio 6 : 1, konsentrasi katalis KOH 1 % pada suhu 60 oC mengahasilkan yield biodiesel maksimal sebesar 87,3 %. Effect of Temperature, Catalyst Concentration and Methanol-Oil Molar Ratio Against Biodiesel Yield from Used Cooking Oil Through Neutralization Transesterification ProcessA research has been conducted on the making of biodiesel from used cooking oil through a neutralization-transesterification process. The purpose of this study was to examine the effect of temperature on biodiesel yield, the effect of catalyst concentration on biodiesel yield and the effect of molar ratio of methanol to used biodiesel yield through neutralization and transesterification process. To obtain the best transesterification process condition, the effect of temperature variation (30 oC, 40 oC, 50 oC, 60 oC, 70 oC), KOH catalyst concentration variation (0.75%, 1%, 1.25%, 1,5 %, 1.75%) and the molar ratio of methanol-oil (6: 1; 7: 1; 8: 1; 9: 1; 10: 1) to the yield of biodiesel produced from used cooking oil. The results showed at a ratio of 6: 1, the concentration of 1% KOH catalyst at 60 ° C resulted in a maximum biodiesel yield of 87.3%.
PEMBUATAN BIODISEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG MELALUI ESTERIFIKASI, NETRALISASI DAN TRANSESTERIFIKASI Antonius Prihanto; Lucia Hermawati Rahayu
JURNAL ILMIAH MOMENTUM Vol 11, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36499/jim.v11i1.1084

Abstract

It has done research about the making of biodiesel from oil seeds nyamplung through the process esterification-neutralization-transesterification. Neutralization process which is done before the transesterification is expected to optimize the transesterification process, thereby increasing the yield of biodiesel. This study was conducted to assess the effect of different method of esterification-transesterification (ET) and method esterification -neutralization-transesterification (ENT) in the making of biodiesel from oil seeds nyamplung. Pretreatment for purification of the raw materials that do include degumming, esterification and neutralization. Transesterification performed using variations in temperature (30 oC, 40 oC, 50 oC, 60 oC, 70 oC), methanol-oil molar ratio (6: 1; 7: 1; 8: 1; 9: 1; 10: 1 and the concentration of KOH catalyst (0.75%, 1%, 1.25%, 1.5%, 1.75%). The results showed that the process ENT produce biodiesel yield higher than the ET process. At a temperature of 60 oC, the molar ratio methanol-oil 8: 1 and 1.25% KOH catalyst concentration provides maximum biodiesel yield of 92.20% by weight. Keywords : esterification, neutralization, transesterification, nyamplung. Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan biodisel dari minyak biji nyamplung melalui proses esterifikasi-netralisasi-transesterifikasi. Proses netralisasi yang dilakukan sebelum transesterifikasi diharapkan dapat mengoptimalkan proses transesterifikasi sehingga dapat meningkatkan yield biodiesel. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji perbedan pengaruh metode esterifikasi-transesterifikasi (E-T) dan metode esterifikasi-netralisasi-transesterifikasi (E-N-T) pada pembuatan biodiesel dari minyak biji nyamplung. Perlakuan pendahuluan untuk pemurnian bahan baku yang dilakukan meliputi proses degumming, esterifikasi dan netralisasi. Transesterifikasi dilakukan dengan menggunakan variasi suhu (30 oC, 40 oC, 50 oC, 60 oC, 70 oC), rasio molar metanol-minyak (6:1; 7:1; 8:1; 9:1; 10:1 dan konsentrasi katalis KOH (0,75 %, 1 %, 1,25 %, 1,5 %, 1,75 %). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses E-N-T menghasilkan yield biodiesel yang lebih  tinggi dibanding proses E-T. Pada suhu 60 oC, rasio molar metanol-minyak 8:1 dan konsentrasi katalis KOH 1,25 % memberikan yield biodisel maksimal sebesar 92,20 % berat. Kata kunci : esterifikasi, netralisasi, transesterifikasi, nyamplung.
PENINGKATAN YIELD BIODISEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG MELALUI TRANSESTERIFIKASI DUA TAHAP Antonius Prihanto; Bambang Pramudono; Herry Santosa
JURNAL ILMIAH MOMENTUM Vol 9, No 2 (2013)
Publisher : Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36499/jim.v9i2.927

Abstract

Telah  dilakukan  penelitian  tentang  peningkatan  yield  biodisel  dari  minyak  biji  nyamplung melalui  transesterifikasi  dua tahap.  Transesterifikasi  dua  tahap  digunakan  untuk  menggeser reaksi ke arah kanan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan yield biodisel. Penelitian ini dilakukan  untuk  mengkaji  pengaruh  rasio  molar  metanol-minyak,  pengaruh  suhu   dan pengaruh  konsentrasi  katalis  terhadap  yield  biodisel  dari  minyak  nyamplung.  Perlakuan pendahuluan  untuk  pemurnian  bahan  baku  yang  dilakukan  meliputi  proses  degumming, esterifikasi  dan  netralisasi.  Transesterifikasi  dua  tahap  dilakukan  dengan  menggunakan variasi rasio molar metanol-minyak (6:1; 7:1; 8:1; 9:1; 10:1), suhu (30 oC, 40 oC, 50 oC, 60 oC, 70 oC) dan konsentrasi katalis KOH (1 %, 1,25 %, 1,5 %, 1,75 %, 2,0 %). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio molar metanol-minyak, suhu dan konsentrasi katalis berpengaruh terhadap  yield  biodisel.  Pada  rasio  molar  metanol-minyak  8:1,  suhu  60 oC  dan  konsentrasi katalis KOH 1,25  % memberikan yield biodisel maksimal sebesar 92,98  %.  Sebagian besar parameter biodisel dari kondisi terbaik yang diuji telah memenuhi standar  SNI 04-7182-2006. Transesterifikasi  dua  tahap  dapat  meningkatkan  yield  biodisel  dari  minyak  nyamplung, walaupun tidak begitu besar.Kata kunci : yield biodisel, nyamplung (Callophyllum inophyllum), transesterifikasi dua tahap
IbM KELOMPOK IBU RUMAH TANGGA DALAM PRODUKSI TEPUNG MAIZENA DI DESA TANGGUNGHARJO, GROBOGAN Lucia Hermawati Rahayu; Ronny Windu Sudrajat; Antonius Prihanto
E-Dimas: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Vol 8, No 1 (2017): E-DIMAS
Publisher : Universitas PGRI Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26877/e-dimas.v8i1.1370

Abstract

Desa Tanggungharjo adalah salah satu lumbung jagung untuk Grobogan. Namun, harga jagung relatif murah, terutama ketika panen melimpah, membuat mereka pendapatan tidak memadai. Ibu rumah tangga ingin melakukan kegiatan produktif yang dapat membantu pendapatan keluarga dengan mengolah jagung menjadi produk tepung jagung. Oleh karena itu aplikasi yang diperlukan dari ilmu pengetahuan dan teknologi melalui kegiatan IbM. Mitra kegiatan IbM adalah ibu rumah tangga/ petani jagung di RT 02 dan RT 03 RW 06, Desa Tanggungharjo, Grobogan. Kegiatan IbM yang dilakukan adalah untuk memberikan pendidikan, pelatihan, dan bantuan dalam pengembangan dan pengolahan jagung menjadi tepung jagung (maizena). Metode ini dilakukan melalui konseling dan pelatihan pengolahan jagung, praktek membuat tepung jagung, praktek kemasan, dan kegiatan mentoring. Hasil dari program IbM membaik keterampilan mitra dalam memproduksi pati jagung yang dapat dikembangkan sebagai usaha kecil dengan sumber penghasilan tambahan.
EFSIENSI PEMBUATAN BIODISEL DARI MINYAK GORENG BEKAS MELALUI PROSES NETRALISAI DAN TRANSESTERIFIKASI Antonius Prihanto T. A. Bambang Irawan
RESEARCH FAIR UNISRI Vol. 2 No. 1 (2018): RESEARCH FAIR UNISRI
Publisher : Universitas Slamet Riyadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.812 KB) | DOI: 10.33061/rsfu.v2i1.2022

Abstract

The purpose of this research is to improve the efficiency of making biodiesel from used cookingoil. Used cooking oil has a high fatty acid content that is high enough that when processed intobiodiesel through transesterifikasi will occur blocking the reaction of biodiesel formation. Blocking thereaction results in doubling methanol demand and the separation of biodiesel becomes difficult due tothe formation of soap so that the resulting yield decreases, so the method is less efficient. The processof free fatty acid removal through neutralization takes less time. The neutralization process is alsocheaper because it requires only a small amount of NaOH so that the making of biodiesel from cookingoil through the neutralization-transesterification process is more efficient in terms of time and cost.To obtain the best transesterification process condition, the effect of temperature variation (30 oC, 40oC, 50 oC, 60 oC, 70 oC) on yield of biodiesel produced, variation of KOH catalyst concentration(0.75%, 1%, 1, 25%, 1.5%, 1.75%) on the yield of biodiesel produced and the effect of variation ofmethanol-oil molar ratio (6: 1; 7: 1; 8: 1; 9: 1; 10: 1) on biodiesel yield which is produced from usedcooking oil. The results showed at 60 ° C, KOH 1% catalyst concentration and a 6: 1 molar methanoloilratio resulted in a maximum biodiesel yield of 87.3%.Keywords: efficiency, biodiesel, used cooking oil
Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Mandi Antonius Prihanto; Bambang Irawan
METANA Vol 14, No 2 (2018): Desember 2018
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (486.223 KB) | DOI: 10.14710/metana.v14i2.11341

Abstract

Rekayasa produk limbah untuk mengurangi pencemaran dapat memberikan nilai lebih terhadap produk yang di hasilkan. Upaya pemanfaatan limbah minyak goreng bekas untuk diolah menggunakan rekayasa proses menjadi produk yang lebih berguna berupa sabun mandi. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh konsentrasi NaOH dan suhu proses terhadap kualitas produk sabun mandi. Pada tahap persiapan, minyak goreng bekas dibersihkan dari pengotornya melalui proses filtrasi dan penetralan dengan larutan NaOH. Minyak goreng bekas yang telah murni dan jernih  selanjutnya direaksikan dengan larutan NaOH dengan variasi konsentrasi NaOH 25 %, 30 %, 35 %, 40 % dan 45 %  pada suhu proses dengan variasi 30 oC, 35 oC, 40 oC, 45 oC dan 50  oC. Hasil penelitian menunjukkan pada konsentrasi larutan NaOH 25 %  menghasilkan kualitas sabun terbaik dengan kadar alkali paling kecil yaitu 0.0272 %
Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Serai Antonius Prihanto; Bambang Irawan
METANA Vol 15, No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (484.752 KB) | DOI: 10.14710/metana.v15i1.22966

Abstract

Telah dilakukan penelitian Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Serai. Penelitian  ini merupakan  upaya untuk memanfaatkan limbah minyak goreng bekas menjadi sabun serai. Upaya untuk memanfaatkan minyak goreng bekas menjadi sabun serai ini  melalui rekayasa proses. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh kadar minyak serai terhadap kualitas produk sabun serai. Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pembuatan sabun serai,  Pada tahap persiapan, minyak goreng bekas dibersihkan dari pengotornya melalui proses filtrasi. Minyak goreng yang telah bebas dari pengotornya selanjutnya dijernihkan melaui proses penetralan dengan larutan NaOH. Minyak goreng bekas yang telah jernih  selanjutnya direaksikan dengan larutan NaOH 40 % pada suhu 55 oC  dengan variasi kadar minyak serai 5 %, 7,5 %, 10%. 12.5 % dan 15 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan sabun serai dari minyak goreng bekas dengan kadar minyak serai 7,5 % hingga 15 % telah memenuhi syarat sebagai sabun mandi menurut SNI. Pada konsentrasi minyak serai 15 %  menghasilkan sabun serai dengan aroma serai paling kuat.  Research has been conducted on Utilizing Used Cooking Oil into Lemongrass Soap. This research is an attempt to utilize used cooking oil waste into lemongrass soap. Efforts to utilize used cooking oil into lemongrass soap through process engineering. This research was conducted to examine the effect of citronella oil levels on the quality of lemongrass soap products. This research consists of two stages, namely the preparation stage and the stage of making lemongrass soap. In the preparation stage, used cooking oil is cleaned from its impurities through a filtration process. Cooking oil that has been free from the impurities is then purified through the neutralization process with NaOH solution. Clear, used cooking oil is then reacted with 40% NaOH solution at 55 oC with variations in citronella oil content of 5%, 7.5%, 10%. 12.5% and 15%. The results showed that the manufacture of lemongrass soap from used cooking oil with 7.5% to 15% citronella oil content fulfilled the requirements as bath soap according to SNI. At a concentration of 15% lemongrass oil produces lemongrass soap with the strongest lemongrass aroma.
Polymerization of Poly Methyl Methacrylate Using Emulsion Method and H2O2 as Initiator Sari Purnavita; Cyrilla Oktaviananda; Sri Sutanti; Herman Yoseph Sriyana; Antonius Prihanto; Antonio Mafeli
Journal of Chemical Process and Material Technology Vol 1, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (13.67 KB) | DOI: 10.36499/jcpmt.v1i2.6642

Abstract

This study aims to study the effect of the amount of initiator (H2O2) on the viscosity of the Polymethyl Methacrylate (PMMA) emulsion and the solids content. The treatment of independent variables is H2O2 by 1%, 2%, 3%, and 4%. This research procedure was carried out in a two-stage process. The first stage is the process to separate the inhibitor contained in the methyl methacrylate monomer by adding a 1 N concentration of NaOH solution, stirring until evenly distributed, then put into a separating funnel to separate pure methyl methacrylate from the inhibitor dissolved in alkaline solution. The second stage is the polymerization reaction process using the emulsion method. Dissolve the poly vinyl alcohol in hot water at 70oC, put the poly vinyl alcohol solution into a three-neck flask, which is equipped with a stirrer and a hot plate heater, add the initiator and up to 60oC, then add the methyl methacrylate monomer with stirring and heating at room temperature 100oC for 1 hour. The resulting product is a thick poly methyl methacrylate emulsion, has a milky white color, and has good adhesion. Furthermore, the viscosity test was carried out using ford cup number 4 and the solids content test. The results showed that the more initiators added, the higher the viscosity and the higher the solids content.
EKSTRAK BIJI PEPAYA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM MEDIA NACL DAN ANALISIS MODEL MENGGUNAKAN DESAIN EXPERT 11 Margrita, Leony; Oktaviananda, Cyrilla; Rahayu, Lucia Hermawati; Prihanto, Antonius
CHEMTAG Journal of Chemical Engineering Vol 6, No 1 (2025): CHEMTAG Journal of Chemical Engineering
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/cjce.v6i1.5834

Abstract

Rusaknya kualitas bahan-bahan yang terbuat dari logam terutama di industri tidak dapat dihindari. Untuk mencegah kerusakan logam akibat karat diperlukan suatu bahan yang ditambahkan dalam jumlah sedikit untuk menurunkan laju korosi. Bahan ini sering dikenal dengan istilah inhibitor. Penggunaan inhibitor korosi merupakan salah satu cara yang efektif dalam mencegah korosi karena cara ini relatif murah dan prosesnya sederhana. Pemanfaatan limbah biji pepaya yang mengandung senyawa tanin belum optimal selain untuk ditanam kembali. Kandungan tanin pada ekstrak biji pepaya dapat dimanfaatkan sebagai inhibitor alami logam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak biji pepaya terhadap laju korosi baja karbon dalam media korosif larutan NaCl 3 %. Penelitian diawali dengan maserasi biji pepaya dilanjutkan dengan penguapan hingga menghasilkan ekstrak biji pepaya. Data penelitian diolah dengan RSM (Response Surface Methodology)  menggunakan design expert 11. Penelitian dilakukan dengan variasi konsentrasi ekstrak sesuai dengan hasil rekomendasi design expet 11 yaitu (0,5 g/L - 2,5 g/L) dan lama perendaman (3 - 11 hari). Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor konsentrasi ekstrak dan waktu perendaman saling mempengaruhi nilai respon laju korosi inhibitor korosi dari ekstrak biji pepaya sebesar 82,75 %. Kondisi optimum laju korosi pada inhibitor korosi dari ekstrak biji pepaya adalah pada konsentrasi ekstrak 0,5 g/L dan waktu perendaman 9,25 hari dengan nilai laju korosi sebesar 50,796 mpy. Berdasarkan analisis ragam menggunakan desain expert 11 didapatkan hasil bahwa model laju korosi sampel baja karbon dengan inhibitor ekstrak biji pepaya mengikuti model kuadratik dengan persamaan Y= 0,4370A + 0,0100B + 0,8394AB + 0,0223A2 + 0,0143B2.