Claim Missing Document
Check
Articles

Found 30 Documents
Search

KEANEKARAGAMAN KOMUNITAS KRUSTASEA DI KEPULAUAN MATASIRI KALIMANTAN SELATAN Pratiwi, Rianta; Wijaya, Nirmalasari Idha
BERITA BIOLOGI Vol 12, No 1 (2013)
Publisher : Research Center for Biology-Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/beritabiologi.v12i1.525

Abstract

Studies on the community diversity of crustaceans have been conducted in the waters of Matasiri Islands, South Kalimantan, from 19th November to 1st December 2010. This research was conducted to determine the density, diversity and the presence of crustacean fauna in the waters of South Kalimantan, especially in the Matasiri Islands. Samples were collected using trawl gear operated by KR (Research Ship) BarunaJaya VIII in four Stations and three Stations of free collecting along the islands. Free sampling was conducted along the beach and the reef edge by breaking live and dead rocks, and digging sand and mud in the mangrove or using hand net around the beach of Matasiri Islands. Collection is also done using the gillnet gear which is installed in shallow water during high tides about 4 hours.The samples were collected during low tide. The results obtained were 1882 individuals covering 86 species and 19 families. The diversity index ranges between 0.97 (the lowest at Station 3 of free collecting) and 3.74 (the highest in Station 3 of trawl). While the similarity index ranged from 0.36 (the lowest in Station 1 of trawl) to 0.97 (the highest in Station 3 of free collecting). Penaeidae prawn has the highest density in each observed station. Portunidae crab has the second highest density. South Kalimantan waters especially Matasiri Islands is still in good condition for crustacean life.
Pola Sedimentasi di Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur. Kuntari, Fitri Indah; Bintoro, Rudi Siap; Wijaya, Nirmalasari Idha
Jurnal Riset Kelautan Tropis (Journal of Tropical Marine Research) (J-Tropimar) Vol 2, No 2: November 2020
Publisher : Universitas Hang Tuah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/jrkt.v2i2.46

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pola sedimentasi yang berada di perairan Teluk Lamong Surabaya – Jawa Timur, faktor arus dan dekat aliran sungai yang mempengaruhi sedimentasi di Teluk Lamong. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2018 sampai Mei 2019. Pengambilan sampel sedimen menggunakan alat yaitu sedimen grab yang digunakan untuk pengampilan sampel sedimen dasar dan untuk pengambilan sampel sedimen tersuspensi menggunakan alat botol nansen. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pasang surut, data debit sungai, data batimetri, data kecepatan dan arah arus dan data jenis sedimen. Data yang telah diperoleh dari hasil survei lapangan akan diolah di laboratorium Hidro – Oseanografi Universitas Hang Tuah. Data yang diolah di laboratorium Hidro – Oseanografi Universitas Hang Tuah adalah sampel sedimen grab dan sampel sedimen tersuspensi. Untuk memodelkan pola sedimentasi digunakan software SMS (Surface Water Modelling System) dengan menggunakan data debit sungai dan hasil pegolahan sedimen tersuspensi yang telah diperoleh dari survei lapangan. Data yang di hasilkan dari pengolahan model pada saat pasang konsentrasi sedimen cenderung tinggi dan pada saat surut konsentrasinya cenderung rendah. Pada saat pasang, arus laut akan mengalir ke arah teluk hingga sampai ke sungai dan pada saat surut, arus dari sungai akan mengalir ke arah laut.
Analisis Kesesuaian Lahan Tambak Dengan Sistem Informasi Geografis Di Kecamatan Sangkulirang Kabupaten Kutai Timur Hadrayani Hadrayani; Nirmalasari Idha Wijaya; Kaharuddin Kaharuddin
Jurnal Pertanian Terpadu Vol 2 No 1 (2014): Jurnal Pertanian Terpadu Jilid II nomor 1 Juni 2014
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanian Kutai Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36084/jpt..v2i1.60

Abstract

Dalam proses pembangunan tambak, pemilihan lokasi secara seksama merupakan tahapan awal yang perlu dipertimbangkan sebagai faktor penting yang menentukan keberhasilan kegiatan budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lokasi yang sesuai untuk perikanan tambak dengan menggunakan sistem informasi geografis di Kecamatan Sangkulirang Kabupaten Kutai Timur. Kecamatan Sangkulirang merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Kutai Timur yang memiliki potensi budidaya tambak yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal, maka dilakukan analisis kesesuaian lahan tambak yang bertujuan untuk mengetahui lahan yang sesuai untuk perikanan tambak dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG). Parameter yang menjadi dasar penilaian adalah penggunaan lahan, jenis tanah, tekstur tanah, topografi, curah hujan, kemiringan, jarak dari sungai dan jarak dari pantai. Proses untuk menghasilkan peta kesesuaian lahan tambak meliputi beberapa proses yaitu metode pengumpulan data, pengolahan data dan analisis spasial yang dilakukan dengan teknik tumpang susun (overlay) beberapa peta tematik. Dari kedelapan parameter yang digunakan untuk analisis, tiap-tiap parameter diberi bobot dan skor. Penilaian secara kuantitatif terhadap tingkat kesesuaian lahan dilakukan melalui skoring dengan faktor pembobot dari setiap layer-layer peta berdasarkan kriteria yang telah dibuat. Dari hasil analisis spasial kesesuaian lahan tambak dikelaskan menjadi 3 kelas yaitu kelas sesuai (S1), kelas cukup sesuai (S2) dan kelas tidak sesuai (N). Hasil analisis spasial kesesuaian lahan untuk perikanan tambak di Kecamatan Sangkulirang maka diperoleh lokasi yang layak dikembangkan terdiri dari: lokasi sesuai (S1) seluas 447 hektar tersebar di sekitar aliran sungai dan lokasi cukup sesuai (S2) seluas 2.059 hektar, dimana lahan ini mempunyai faktor pembatas yang berpengaruh terhadap produktifitas. Kelas ini masih bisa diusahakan menjadi lahan tambak dengan syarat dalam pengelolaannya diperlukan tambahan input teknologi.
Pengaruh Kedalaman Perairan Dan Pemotongan Capit Terhadap Laju Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla Serrata) Yang Dibudidayakan Dalam Battery Cell Dengan Sistem Silvofishery Bonar Bonar; Nirmalasari Idha Wijaya; Eny Heriyati
Jurnal Pertanian Terpadu Vol 3 No 2 (2015): Jurnal Pertanian Terpadu Jilid III nomor 2 Desember 2015
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanian Kutai Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36084/jpt..v3i2.102

Abstract

Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Bingkar, Kecamatan Pulau Derawan, Kabupaten Berau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kedalaman perairan yang berbeda, terhadap laju pertumbuhan kepiting bakau yang dibudidayakan dalam Battery Cell dengan sistem Silvofishery serta untuk mengetahui apakah pemotongan capit dan kaki jalan pada bagian (merus) maupun tanpa dilakukan pemotongan mampu mempercepat laju pertumbuhan kepiting bakau. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok-Fatorial (RAK-F) dua factor, faktor A yaitu tingkat kedalaman (4 taraf : A1, A2, A3, A4) dan faktor B yaitu pemotongan capit (B2) dan tanpa pemotongan (B1) dengan dua kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan pada kedalaman perairan yang berbeda menunjukkan adanya peningkatan laju pertumbuhan harian pada tiap-tiap kedalaman. Pada kedalaman 40 cm, menunjukkan hasil yang terbaik, kemudian disusul berturut-turut kedalaman 60 cm, dipermukaan dan 20 cm. Pada kedalaman 40 cm, menunjukkan hasil yang optimal serta memiliki kualitas lingkungan yang cukup baik, Hal ini dibuktikan dengan adanya pengaruh kedalaman yang signifikan (P<0.05) terhadap laju pertumbuhan kepiting bakau. Sedangkan pada perlakuan pemotongan capit menunjukkan persentase yang relatif tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemotongan, namun dari kedua perlakuan tersebut tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (P>0.05) terhadap laju pertumbuhan kepiting bakau pada kedalaman perairan yang berbeda.
Kerapatan Mangrove terhadap Kandungan Logam Pb, Cu, dan Cd pada Daging Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Mangrove Wonorejo, Surabaya Nirmalasari Idha Wijaya; Rendy Febrianto Sanjaya
Jurnal Pertanian Terpadu Vol 9 No 2 (2021): Jurnal Pertanian Terpadu Jilid IX Nomor 2 Desember 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanian Kutai Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36084/jpt..v9i2.334

Abstract

Ekosistem mangrove Wonorejo digunakan untuk beberapa pemanfaatan yang berbeda, antara lain untuk budidaya tambak tradisional, dan budidaya silvofishery. Kerapatan vegetasi mangrove pada lokasi-lokasi tersebut berbeda, dimana silvofishery lebih rapat vegetasi mangrovenya. Saluran Avour merupakan suplai air tawar pada tambak-tambak yang berada di ekosistem mangrove, Wonorejo. Banyak sekali industri dan pemukiman yang dilewati sepanjang saluran avour ini dan diduga bahwa saluran ini membawa kandungan logam berat dan masuk ke dalam tambak-tambak yang berada disana baik tambak tradisional maupun silvofishery dan terakumulasi di dalam tubuh biota budidaya seperti ikan bandeng (Chanos chanos). Mangrove dikenal mampu mereduksi logam berat di perairan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh kerapatan mangrove terhadap kandungan logam berat pada daging ikan bandeng. Metode yang digunakan dalam menganalisis kandungan logam berat Pb, Cu dan Cd adalah dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometry (AAS). Dari keempat stasiun yang diteliti, yaitu tambak tradisional 1 dan 2 serta tambak silvofishery 1 dan 2 di ekosistem Mangrove Wonorejo, Surabaya ditemukan logam berat Pb pada daging ikan bandeng berturut-turut sebesar 0,181 ppm, 0,189 ppm, 0,114 ppm dan 0,125. Logam berat Cu sebesar 0,0091 ppm, 0,0095 ppm, 0,0052 ppm dan 0,0072 ppm. Logam berat Cd sebesar 0,019 ppm, 0,029 ppm, 0,015 ppm dan 0,014 ppm. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ditemukan kandungan logam berat Pb, Cu dan Cd pada daging ikan bandeng (Chanos chanos) yang dipelihara di ekosistem Mangrove Wonorejo pada semua lokasi pengambilan sampel. Namun demikian konsentrasinya masih dibawah baku mutu yang ditetapkan oleh BPOM No 5 Tahun 2018 dan SNI 7387:2009.
POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA SILVOFISHERY DI AREA MANGROVE WONOREJO SURABAYA Nirmalasari Idha Wijaya; Ninis Trisyani; Aniek Sulestiani
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 16, No 2 (2019): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphka.2019.16.2.173-189

Abstract

Peraturan Daerah Kota Surabaya No 3 Tahun 2007 menetapkan bahwa ekosistem mangrove yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi di Pamurbaya seluas 2.500 ha. Namun sampai tahun 2015 hutan mangrove yang ada di kawasan Pamurbaya hanya ada sekitar 440 ha. Selebihnya sekitar 2.060 ha masih berupa lahan tambak tradisional yang tidak ramah bagi ekosistem mangrove. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai potensi pengembangan budidaya silvofishery kepiting di kawasan mangrove Wonorejo. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif terhadap ekosistem mangrove dan valuasi ekonomi terhadap budidaya silvofishery kepiting bakau. Silvofishery adalah solusi untuk pemanfaatan mangrove yang ramah lingkungan, namun pengembangan budidaya silvofishery kepiting bakau di mangrove Wonorejo memerlukan upaya khusus, agar dapat berhasil dengan baik. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kondisi lingkungan perairan mangrove untuk budidaya, yaitu antara lain pada tingginya bahan pencemar logam berat (Pb, Cd, dan Hg), rendahnya Oksigen Terlarut (DO), dan. tingginya laju sedimentasi dalam tambak. Kondisi lingkungan yang rendah menyebabkan laju pertumbuhan kepiting budidaya rendah hanya rata-rata 0,32 – 0,87 g/hari, dengan tingkat kelulushidupan sekitar 50-58%, sehingga menjadi tidak layak juga secara ekonomi.
MONITORING SEBARAN VEGETASI MANGROVE YANG DIREHABILITASI DI KAWASAN EKOWISATA MANGROVE WONOREJO SURABAYA Nirmalasari Idha Wijaya; Muhammad Huda
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol. 10 No. 3 (2018): Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
Publisher : Department of Marine Science and Technology, Faculty of Fisheries and Marine Science, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (629.272 KB) | DOI: 10.29244/jitkt.v10i3.21271

Abstract

ABSTRAKKawasan pesisir Wonorejo merupakan kawasan mangrove yang direhabilitasi menjadi kawasan ekowisata. Penelitian bertujuan untuk menganalisis pola pembentukan zonasi vegetasi pada ekosistem mangrove yang telah direhabilitasi. Lokasi pengamatan berada pada 3 stasiun, yaitu Stasiun 1 terletak pada batas atas zona supratidal, Stasiun 2 di pertengahan zona intertidal, dan Stasiun 3 pada zona subtidal. Struktur vegetasi mangrove dianalisis berdasarkan Kerapatan Jenis (K), Dominansi (D), dan Indeks Nilai Penting (INP); sedangkan sebaran vegetasi mangrove berdasarkan karakteristik lingkungan dianalisis dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis, PCA). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jenis yang dominan pada Stasiun 1 adalah Nypa fruticans (84,2%), sedangkan pada Stasiun 2 jenis yang dominan adalah Excoecaria agallocha (40,9%), dan di Stasiun 3 adalah Avicennia alba (83,4%). Tingkat kerusakan vegetasi mangrove di Wonorejo dikategorikan sedang, dengan kerapatan pohon antara ≥ 1000 – < 1500 per hektar. Indeks keanekaragaman pada semua stasiun juga tergolong rendah karena bernilai kurang dari 1,5. Ekosistem ini mulai menunjukkan adanya suksesi ekosistem, terbukti dengan mulai adanya jenis-jenis mangrove lain yang tidak ditanam dengan sengaja. Hasil analisis PCA menunjukkan adanya korelasi positif antara parameter jenis vegetasi dengan tinggi rendaman pasut, salinitas, dan pH, yang berkontribusi membentuk sumbu F2 positif. Artinya ketiga parameter tersebut merupakan faktor utama yang menentukan apakah ekosistem tersebut sesuai untuk pertumbuhan jenis mangrove tertentu. ABSTRACTThe coastal area of Wonorejo is the mangrove area rehabilitated to become an ecotourism area. The research aims to analyze the patterns of formation of mangrove vegetation zoning that have been rehabilitated. The observation locations are at 3 stations, i.e. station 1 is located at the upper limit of supratidal zone, station 2 is in the middle of intertidal zone, and station 3 is in the subtidal zone. The structure of the mangrove vegetation were analyzed based on the species density (K), dominance (D), and important value index (IVI); while the distribution of mangrove vegetation based on environmental characteristics was analyzed using Principal Component Analysis (PCA). The results showed that the dominant species at Station 1 was Nypa fruticans (84.2%), whereas in Station 2 the dominant species was Excoecaria agallocha (40.9%), and at Station 3 was Avicennia alba (83.4%) The level of damage to mangrove vegetation in Wonorejo is categorized as medium, with tree densities between ≥ 1000 - <1500 per hectare. Diversity index at all stations is also relatively low because it is worth less than 1.5. This ecosystem begins to show the existence of an ecosystem succession, as evidenced by the start of other species of mangroves that are not planted intentionally. The results of PCA analysis showed a positive correlation between the parameters of vegetation types with high tide baths, salinity, and pH, which contributed to forming a positive F2 axis. This means that the three parameters are the main factors that determine whether the ecosystem is suitable for the growth of certain species of mangroves.
Distribusi Spasial Krustasea di Perairan Kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan Nirmalasari Idha Wijaya; Rianta Pratiwi
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 16, No 3 (2011): Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (614.174 KB) | DOI: 10.14710/ik.ijms.16.3.125-134

Abstract

Perairan Kepulauan Matasiri dipengaruhi oleh daratan Pulau Kalimantan (mainland) dan Selat Makassar.Kedua pengaruh  tersebut  menyebabkan  adanya  perbedaan  karakteristik  habitat  yang  diduga  berdampak  pada distribusi spasial krustasea.Metode deskriptif diterapkan pada penelitian ini. Krustasea disampling dengan metode sapuan menggunakan alat tangkap trawl demersal pada 4 stasiun yaitu, Stasiun 1, 2, 3 dan 4. Parameter fisika kimia perairan (meliputi salinitas, suhu, kedalaman, kecerahan, kekeruhan, TSS, oksigen terlarut,  pH,  phospat,  nitrogen,  dan  silikat)  semua  diukur  dengan  menggunakan  alat  CTD (Conductivy Temperature Depth) 911 Plus. Pengukuran pH menggunakan SBE (Sea Bird Electronik) 18 pH, kecerahan dengan alat CStar Transmissometer dan kekeruhan menggunakan OBS3 (Optical Backscatter Sensor).Data dianalisis  menggunakan  metode  statitik  multivariabel  yang  didasarkan  pada  Analisis  Komponen  Utama (Principal Component Analysis, PCA) dan Analisis Korelasi (Corresponden Analysis, CA).Hasil analisis PCA menunjukkan bahwa habitat dapat dikelompokan menjadi tiga karakter, yaitu kelompok habitat dekat estuaria (Stasiun1 dan 4), kelompok habitat sebelah utara Kepulauan Matasiri (Stasiun 2) dan kelompok habitat sebelah selatan Kepulauan Matasiri (Stasiun 3).Kelimpahan krustasea sangat dipengaruhi oleh parameter salinitas, kecerahan, dan kedalaman. Hasil analisis CA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan distribusi spasial jenis krustasea.  Beberapa  famili krustasea  seperti  Paguridae  dan  Dromiidae  hanya  ditemukan  di  Stasiun 4, sedangkan famili Alpheidae, Parthenopidae, dan Podophthalmidae hanya dapat ditemukan di Stasiun 3. Hal ini menunjukkan perbedaan karakteristik habitat mempengaruhi kelimpahan jenis krustasea tertentu.  Kata kunci: krustasea, kelimpahan, karakteristik habitat, distribusi spasial The Matasiri Island waters influenced by the mainland island of Borneo and the Makassar Strait. Both impacts cause the differences of habitat characteristics of Matasiri Islands waters, which affects the differences of spatial distribution of crustacean. Descriptive methods applied in this study. Crustaceans sampled with a  sweep method using demersal trawl gear in the four stations are: Station 1, 2, 3 and 4. Aquatic chemical physics parameters (including salinity, temperature, depth, brightness, turbidity, TSS, dissolved oxygen, pH, phosphate, nitrogen, and silicate) were all measured using a CTD (Conductivy Temperature Depth) 911 Plus. Measurement of pH using SBE (Sea Bird Electronic) 18 pH, the brightness using CStar Transmissometer and turbidityusing OBS3 (Optical Backscatter Sensor).Datawere analyzed using multivariable statistic method based on the Main Component Analysis (Principal Component  Analysis, PCA) and Correlation Analysis (Corresponden Analysis,CA). The results of PCA analysis showed that the habitat can be grouped into three characters, namelynear the estuary habitat groups (Stations 1 and 4), the habitat north of Matasiri Islands (station2) and the habitat south of Matasiri Islands (station3). Abundance of crustaceans is strongly influenced by the parameters of salinity, brightness, and depth. CA analysis results indicate that there are differences in the spatial distribution of crustacean species.  Several families of crustaceans such as Paguridae and Dromiidae only found in  the Station 4,while the family Alpheidae, Parthenopidae, and Podophthalmidae only be found at Station 3. This suggests differences in habitat characteristics affect the abundance of certain crustaceans.  Key words: Crustacea, abundance, habitat characteristics, spatial distribution
INTEGRATED PROGRAMS (IP) PADA ROGRAM KEMITRAAN MASYARAKAT (PKM) DI UKM BUNDA SUKOLILO BARU, KECAMATAN BULAK, SURABAYA Theresia Widihartanti; Aniek Sulestiani; Titiek Indira Agustin; Nirmalasari Idha Wijaya; Urip Prayogi
Jurnal Layanan Masyarakat (Journal of Public Services) Vol. 4 No. 1 (2020): JURNAL LAYANAN MASYARAKAT
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jlm.v4i1.2020.208-218

Abstract

Sukolilo Baru is one of the tourist destination centers focused on selling dried and semi-finished fish products so that it is much sought after by tourists. However, the arrangement of processing rooms is far from adequate standards. Integrated Programs (IP) in the community service include (a) Tutorial on the cultivation of eggplant and sea cucumbers; (b) Tutorial on GMP; (c) Making crackers drying tools as appropriate technology. Drying crackers made from seafood still relies on sunlight and still uses space on the edges of the road. One of the tools needed is a weatherproof, eggplant and sea cucumber drying tool. This has become the foundation of the Faculty of Engineering and Marine Sciences of UHT to implement knowledge in its engineering field to make an effective drying tool by utilizing the limited land, which is above the storeroom of dried eggplant and sea cucumbers. By using the glass drying device, the drying time will be 3 days from 7-10 days, so that the effectiveness of the drying tool has been proven; (d) Arrangement of PIRT as the legality of the product for consumption. Thus, the Integrated Programs (IP) implemented by the FTIK community service team succeeded in improving the welfare of Sukolilo Baru, Surabaya.abstrakKelurahan Sukolilo Baru merupakan salah satu pusat tujuan wisata fokus pada penjualan produk ikan  kering dan setengah jadi sehingga banyak diminati oleh wisatawan. Namun, penataan ruang pengolahan jauh dari standar memadai. Integrated Programs (IP) pada pengabdian kepada masyarakat tersebut meliputi (a) Tutorial tentang budidaya terung dan teripang; (b) Tutorial tentang GMP; (c) Pembuatan alat penjemur kerupuk sebagai teknologi tepat guna. Penjemuran bahan kerupuk berbahan baku hasil laut masih mengandalkan sinar matahari dan masih memakai ruang di pinggir-pinggir jalan. Salah satu alat yang dibutuhkan adalah alat penjemuran terung dan teripang basah yang tahan cuaca. Hal inilah yang menjadi landasan Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan UHT untuk mengimplementasikan pengetahuan dalam bidang tekniknya untuk membuat alat penjemur yang tepat guna dengan memanfaatkan lahan yang terbatas, yaitu di atas gudang penyimpanan terung dan teripang kering. Dengan menggunakan alat penjemur kaca tersebut, lama penjemuran menjadi 3 hari dari sebelumnya 7-10 hari, sehingga efektifitas alat penjemur tersebut telah terbukti; (d) Pengurusan PIRT sebagai legalitas produk untuk dikonsumsi. Dengan demikian, Integrated Programs (IP) yang dilaksanakan oleh tim Penmas FTIK berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan warga Kelurahan Sukolilo Baru, Surabaya.
MANGROVE OF BERAU: ECOLOGICAL CONDITION, FISHERIES, AND MANAGEMENT OPTIONS Ivana Yuniarti; Triyanto Triyanto; Nirmalasari Idha Wijaya; Fajar Sumi Lestari; Fajar Setiawan; Sutrisno Sutrisno
Indonesian Fisheries Research Journal Vol 22, No 1 (2016): (June 2016)
Publisher : Research Center for Fisheries

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (169.254 KB) | DOI: 10.15578/ifrj.22.1.2016.37-42

Abstract

Mangrove area of Berau District, East Kalimantan Province is an important buffering zone for Derawan Islands. It also becomes a distinctive habitat for commercial fisheries commodity. Land conversion into shrimp ponds has threatened its sustainability. This paper summarizing its ecological condition, fisheries, and management options presents a guideline for the decision makers about what strategies can be applied in conserving the mangrove sustainability. Overall, the ecological condition is proven to support sustainable fisheries practice; such as shrimp and crab silvofisheries. Moreover, the calculation of firewood economic value shows that a sustainable commercial firewood production is another option that can be established to support local economic activities. In addition, a well managing ecotourism may be considered by local government considering its potential for local economic growth.