Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

LEGAL REVIEW OF THE ISSUANCE OF STATEMENT OF ABILITY TO MANAGE AND MONITOR THE ENVIRONMENT OF MSMEs BASED ON THE REGULATION Ainun Nisha; Ratu Mawar Kartina; Endang Sutrisno; Diky Dikrurrahman; Raden Handiriono
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 6, No 2 (2022): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v6i2.7439

Abstract

The development of wood industry SMEs in the Mundu District, Cirebon Regency is certainly a concern in making environmental permits so that their businesses and/or activities do not cause environmental pollution. In this case, many MSME entrepreneurs in the wood industry do not have a Statement of Ability to Manage and Monitor the Environment (SPPL). The implementation of the SPPL permit process is not optimal because many SMEs in the Wood Industry have difficulty understanding SPPL. With the government's handling of the wood industry MSME business actors who do not have an SPPL permit, it is hoped that it can minimize the occurrence of environmental pollution by the Wood Industry MSME business actors. The research method used is the empirical juridical method. The implementation of the SPPL permit process carried out by the Wood Industry MSMEs has not been optimal because many business actors of the Wood Industry MSMEs do not understand about SPPL due to technological factors and the lack of socialization from the government. The government's handling of the Wood Industry MSME business actors who do not yet have an SPPL is by giving a written warning until the temporary suspension of their activities and/or business until the Wood Industry MSME business actor makes an SPPL.
Pemidanaan Double Track Sistem Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Ervin Pratama Saputra; Raden Handiriono; Ibnu Artadi; Sanusi Sanusi
Hukum Responsif Vol 13, No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/responsif.v13i2.7363

Abstract

Sistem pemidanaan double track system berupa pidana pokok dan pidana tindakan dapat diajtuhkan. Hakim terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang termasuk dalam tindak pidana extra ordinary crime haruslah memiliki efek jera. Begitu pula dalam perkara Dinas PUPR kota Cirebon pada tahun anggaran 2017 terdapat pekerjaan peningkatan jalan Dr. Cipto Mangunkusumo dalam pekerajaan tersebut terdapat temuan kelebihan bayar menyangkut volume maupun kualitas yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam kontrak, yang mengakibatkan indikasi kuat karena adanya kerugian keuangan Negara/daerah sebesar Rp. 2.334.021.032,47. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif, dengan cara mengkaji dan mendeskripsikan dari bahan-bahan pustaka yang berupa literatur, perundang-undangan dan beberapa berita yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas, dalam hal ini adalah berkaitan dengan pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam putusan  NO. 55 PIDSUS-TPK/2020/PN.BDG dan No. 10 TIPIKOR/2020/PT.BDG. Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengatur pidana pokok dan pidana tindakan, dalam hal ini pidana uang pengganti dalam kerugian keuangan Negara yang telah dinikmati terpidana. Tetapi dalam pemidanaan Tindak Pidana Korupsi, ada beberapa putusan hakim yang belum menerapkan double track system. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana harus melihat fakta-fakta dalam persidangan dan harus memperhatikan hal-hal yang meringankan dan memberatkan.
Kewenangan Kepala Desa dalam Pengalihan Tanah Kas Desa Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Juncto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Dadn Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pok Raden Handiriono; Desi Hidayahti Putri
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 4 No. 5 (2022): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v4i5.7134

Abstract

Otonomi desa memberikan kewenangan terhadap kepala desa dalam mengelolah kekayaan desa secara mandiri, untuk mengatur secara penuh urusan pembangunan desa. Pengalihan tanah kas desa merupakan kewenangan kepala desa yang sebelumnya telah memperoleh persetujuan dari Bupati dan Gubernur sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa. Tujuannya untuk pembangunan desa. Dengan lahirnya UUPA tanah bengkok merupakan hak pakai, sehingga peralihan hak terhadap tanah bengkok mengikuti aturan peralihan hak atas tanah hak pakai yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah. Masalah hukum yang terjadi adalah belum berjalan dengan baik sistem pendataan kekayaan desa yang dikelola oleh desa maupun yang telah dialihkan kepada pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yang dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif.Sumber data diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder, pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara dengan narasumber sedangkan data sekunder diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan literatur. Selanjutnya data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan belum berjalan dengan baik kewenangan kepala desa dalam pengelolaan dan pengalihan tanah kas desa. Pengalihan tanah kas desa yang dilakukan oleh kepala desa banyak yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, seperti pengalihan tanah kas desa kepada pihak ketiga tanpa adanya dasar hukum yang jelas, sehingga tidak adanya kekuatan hukum bagi pemerintahan desa maupun pihak ketiga. Pengalihan tanah kas desa yang dilakukan oleh kepala desa sesuai dengan peraturan perundang-undangan sendiri tidak didukung dengan sistem administrasi yang baik oleh kantor pemerintahan desa, sehingga memungkinkan timbulnya sengketa jual beli terhadap tanah kas desa yang telah dialihkan kepada pihak ketiga.
LEGAL PROTECTION OF SUBSCRIPTION BROADCASTING INSTITUTIONS AGAINST ILLEGAL SUBSCRIPTION BROADCASTING BASED ON LAW NO 32 OF 2002 CONCERNING BROADCASTING Raden Handiriono
JILPR Journal Indonesia Law and Policy Review Vol 4 No 2 (2023): Journal Indonesia Law and Policy Review (JILPR), February 2023
Publisher : International Peneliti Ekonomi, Sosial dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56371/jirpl.v4i2.121

Abstract

Broadcasting activities in Indonesia are divided into various kinds, namely broadcasts by public broadcasters and subscription broadcasters. Subscription Broadcasting is a broadcasting operator of a commercial nature in the form of an Indonesian legal entity, whose business field is only to provide subscription broadcasting services. The purpose of this research is to find out the concept of legal protection of subscription broadcasting institutions against broadcasting carried out by broadcasting providers carried out by subscription broadcasters based on Law No. 32 of 2002. The method used is normative juridical. The specification of the research used is descriptive analytical which provides an overview of the protection of subscribed broadcasting institutions, according to Law number 32 of 2002 concerning broadcasting. The analysis techniques used are descriptive techniques, interpretive techniques, evaluative techniques, systematic techniques, and argumentative techniques. Data collection is carried out through library research, either directly or virtually by studying data from laws and regulations related to the problem. The results of the study conclude that the concept of legal protection of subscription broadcasting institutions as stated in the provisions of the law is a broadcasting institution in the form of an Indonesian legal entity, whose line of business is only to provide subscription broadcasting services and must first obtain a subscription broadcasting license with the aim of assisting the public in obtaining protection. the law of broadcasting institutions against broadcasting carried out by subscription broadcasters based on Law NO. 32 of 2002.
TINJAUAN YURIDIS PEMANFAATAN HAK CIPTA SEBAGAI OBJEK KEBENDAAN YANG DAPAT DIJAMINKAN DALAM SUATU PERJANJIAN Raden Handiriono; Dharliana Hardjowikarto; Fatina Rizka Sahila
Hukum Responsif Vol 14, No 2 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/.v14i2.8723

Abstract

Perkembangan teknologi informasi membawa banyak dampak terhadap bidang – bidang lain, khususnya bidang hukum dan ekonomi, hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan pemetaan objek jaminan di masyarakat, salah satu sifat hukum kebendaan yang dapat dijadikan sebuah jaminan adalah mempunyai nilai komersial, apabila dahulu kreditur melihat nilai komersial hanya kepada benda – benda tidak bergerak, dan bergerak yang normative, sekarang muncul benda bergerak baru yang dapat dijadikan objek jaminan, yaitu Hak Cipta. Metode Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis yang memberikan gambaran Tinjauan terhadap Hak Cipta sebagai hak kebendaan, menurut Undang-undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, Teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah teknik deskriptif, teknik interpretatif, teknik evaluatif, teknik sistematif, dan teknik argumentatif. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan baik secara langsung maupun virtual dengan mempelajari data-data dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang muncul. Hasil penelitian menyimpulan bahwa Hak cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan kebendaan, karena sifat dari Hak cipta sendiri yang merupakan benda bergerak yang tidak berwujud, ditambah lagi seiring dengan perkembangan teknologi informasi, akhirnya terdapat payung hukum terbaru melalui Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 2022, hal ini tentunya semakin mengesahkan keberadaan hak cipta yang diakui sebagai objek jaminan kebendaan di mata hukum.
Analysis Of The Responsibility Of Insurance Companies Declared Bankrupt For Customer Claims In The Perspective Of Indonesian Positive Law Dela Rezki Silfia; Kitfiyatun Nisah; Salsabila Dito Putri; Harmono Harmono; Raden Handiriono
Journal Of Social Science (JoSS) Vol 3 No 7 (2024): JOSS : Journal of Social Science
Publisher : Al-Makki Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57185/joss.v3i7.336

Abstract

Insurance for human life is very important, by requiring a sense of comfort and safety. So that many companies have established their business in the field of insurance, behind insurance companies that provide security protection. Not all companies run smoothly in other words the company is inseparable from the threat of bankruptcy. This research focuses on legal certainty for customers when an insurance company with claim obligations is declared bankrupt. The research problem addresses the challenges faced by customers in such situations and the legal protection available to them. The purpose of this research is to find out the responsibility of insurance companies that are declared bankrupt in fulfilling customer claims and to find out the legal certainty for customers in cases when insurance companies that have claims obligations are declared bankrupt. The methodology used is normative juridical, by analyzing the law based on literature study, articles in the Civil Code, Law Number 21 of 2011 concerning OJK, Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and postponement of debt payment obligations, and Insurance Law. The results discuss the importance of legal protection provided by the Financial Services Authority and the Deposit Insurance Corporation for insurance customers in bankruptcy cases. The findings underscore the need for compliance with certain legal provisions to ensure customer protection, especially in cases involving insolvent insurance companies. The implications of this study emphasize the importance of legal certainty and the role of regulatory bodies in protecting customer rights in the insurance sector.