Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Morphometric study of seagrass Thalassia hemprichii in the coastal area of the Bahoi Village, West Likupang Sub-distritct, North Minahasa District Yuneke Kansil; Khristin I.F. Kondoy; Joudy R.R. Sangari; Alex D. Kambey; Adnan S. Wantasen; Hermanto Manengkey
JURNAL PERIKANAN DAN KELAUTAN TROPIS Vol. 10 No. 3 (2021)
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (439.204 KB) | DOI: 10.35800/jpkt.10.3.2019.27490

Abstract

The purposes of the morphometrics of seagrass Thalassia hemprichii study (based on samples taken from the coast of Bahoi Village, Likupang Barat Sub-district, North MInahasa District) were as follow: (1) to know the environmental conditions (temperature, salinity, pH, substrate) on the coastal area of Bahoi Village, (2) to describe the morphometrics of seagrass T. hemprichii,  and (3) to compare the morphometric of seagrass Thalassia hemprichii based on sampling stations. Data were collected using a survey method, to sample the seagrass T. hemprichii in three locations. As many as 30 individuals at each study location, were then measured using a digital caliper. The results of the measurement analyzed statistically show that the value was not significantly different. There is no significant difference in the size of the seagrass growth due to environmental conditions or environmental parameters that exist at these 3 stations and supposedly are still within the safe limits for seagrass growth. This evidence was gained based on the results of the ANOVA test (one way ANOVA) which was not significantly different.Keyword : Morphometrics; Thalassia hemprichii; Seagrass; Bahoi Village; Coast ABSTRAKTujuan Penelitian ini adalah mengetahui morfometrik Lamun Thalassia hemprichii berdasarkan sampel yang diambil di Pesisir Pantai Desa Bahoi Kecamatan Likupang Barat. yaitu : (1) Mengetahui kondisi lingkungan perairan lamun (suhu, salinitas, pH, substrat) di Pesisir Pantai Desa Bahoi, (2) Mendeskripsikan morfometrik dari lamun Thalassia hemprichii, (3) Membandingkan morfometrik lamun Thalassia hemprichii berdasarkan stasiun pengambilan sampel. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakaan metode survei jelajah, dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) dan dilanjutkan dengan pengambilan sampel Lamun Thalassia hemprichii sebanyak 30 individu pada setiap lokasi penelitian,   kemudian  diukur dengan menggunakan caliper digital. Hasil yang analisis diperoleh berdasarkan nilai statistik Thalassia hemprichii di Pesisr Pantai Desa Bahoi adalah tidak berbeda nyata. Tidak adanya perbedaan yang nyata dari ukuran pertumbuhan  lamun tersebut  disebabkan oleh kondisi lingkungan atau parameter lingkungan yang ada  pada ke 3 stasiun ini masih dalam batas yang aman bagi pertumbuhan Lamun. Dibuktikan dengan Hasil uji ANOVA satu jalur (one way ANOVA) diperoleh tidak berbeda nyata.Kata kunci : Morfometrik; Thalassia hemprichii; Lamun; Desa Bahoi; Pesisir
Marine Debris Composition on Tasik Ria Beach, Tombariri, Minahasa Regency Silvia A. Bangun; Joudy R.R. Sangari; Frans F. Tilaar; Silvester B. Pratasik; Meiske S. Salaki; Wilmy Pelle
Jurnal Ilmiah PLATAX Vol. 7 No. 1 (2019): ISSUE JANUARY-JUNE 2019
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jip.7.1.2019.23411

Abstract

Indonesia is referred to as the second largest contributor of marine plastic waste in the world after China, with an estimated 0.48-1.29 million metric tons per year (Jambeck et al, 2015). The main problem today is the lack of information about pollution of marine debris on the coast, especially in North Sulawesi. This study aims to identify the type of marine debris on Tasik Ria Beach using the transect line observation method. Observation of marine debris was carried out 5 times with a total of 10 transects between February and April 2019. Data analysis was carried out using several software namely Microsoft Excel, Statgraphics, and JMP. The analysis technique used is EDA (Exploratory Data Analysis) with GDA (Graphical Data Analysis) as the main approach. Of the various types of debris obtained, plastic debris is the most commonly found, as many as 189 items, followed by glass 97 items, wood and derivatives of 11 items, rubber 5 items and clothes 2 items. Based on the results of the study, the type of macro debris is the most common category of debris at the study site. The total number of macro-debris collected in ten observation transects was 316 items with a total weight of 118.62 gr/m2, while meso-debris had only 6 items with a total weight of 7.18 gr/m2. The percentage of macro-debris composition found on Tasik Ria beach is plastic (58.15%), glass (29.85%), metal (6.52%), wood and derivatives (3.42%), rubber (1, 55%) and clothes (0.62%). These results can illustrate the potential for events where plastic is the dominant component of marine debris on the coast, specifically in the District of Tombariri, Minahasa Regency.Keywords: Marine debris, Macro-debris, Category, Composition, Tasik Ria ABSTRAKIndonesia disebut sebagai kontributor sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok, dengan estimasi 0,48-1,29 juta metrik ton per tahun (Jambeck et al, 2015). Masalah utama dewasa ini adalah kurangnya informasi mengenai pencemaran sampah laut di pantai, khususnya di Sulawesi Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis sampah laut di Pantai Tasik Ria dengan menggunakan metode pengamatan garis transek. Pengamatan sampah laut dilakukan sebanyak 5 kali dengan total 10 transek antara bulan Februari hingga April 2019. Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak yaitu Microsoft Excel, Statgraphics, dan JMP. Adapun tehnik analisis yang digunakan adalah EDA (Exploratory Data Analysis) dengan pendekatan utama yaitu, GDA (Graphical Data Analysis). Dari berbagai semua jenis sampah yang didapatkan, sampah plastik merupakan yang paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 189 item, diikuti kaca 97 item, kayu dan turunannya 11 item, karet 5 item dan terakhir pakaian 2 item. Berdasarkan hasil penelitian, jenis sampah makro merupakan ukuran sampah yang paling banyak ditemukan di lokasi penelitian. Jumlah total makro-debris yang dikumpulkan di sepuluh transek pengamatan adalah sebanyak 316 item dengan bobot total 118,62 gr/m2, sedangkan meso-debris hanya terdapat 6 item dengan bobot total 7,18 gr/m2. Persentase komposisi makro-debris yang terdapat di pantai Tasik Ria adalah plastik (58,15%), kaca (29,85%), logam (6,52%), kayu dan turunannya (3,42%), karet (1,55%) dan pakaian (0,62%). Hasil ini dapat menggambarkan potensi kejadian dimana plastik menjadi komponen sampah laut dominan di pantai, secara khusus di Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa.Kata kunci: Sampah laut, Makro-debris, Jenis, Komposisi, Tasik-Ria
Ekopreferensi Dua Jenis Avicennia Terhadap Parameter Lingkungan Di Tegakan Bakau Muara Sungai Wulan Demak Joudy R.R. Sangari
Jurnal Ilmiah PLATAX Vol. 2 No. 3 (2014): EDISI SEPTEMBER-DESEMBER 2014
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jip.2.3.2014.9126

Abstract

Studi mengenai ekopreferensi dan dua jenis mangrove (Avicennia marina dan A. alba) dilakukan di tegakan mangrove muara sungai Wulan, Demak. Tujuan penelitian ini diarahkan untuk melihat kemampuan ekopreferensi A. marina dan A. alba terhadap salinitas, jenis sedimen dan kandungan air. Data vegetasi diperoleh dengan menggunakan transek garis yang dikombinasikan dengan cara kuadrat yang dimodifikasi dari Cox (1967) dan Mueller-Dumbois & Ellenberg (1977). Dua stasiun pengumpulan data vegetasi ditentukan secara horisontal dari garis pasang terendah sampai garis pasang tertinggi. Pengukuran parameter lingkungan dilakukan pada transek yang ada dan tanah sampel dianalisis untuk melihat fraksi tekstur. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam hal keragaman vegetasi, tegakan mangrove yang ada di muara Sungai Wulan miskin dalam hal komposisi jenis dibandingkan dengan tegakan mangove yang ada di sepanjang pantai utara Jawa Tengah. Studi ini juga menunjukkan bahwa kehadiran A. marina cenderung menjadi species pelopor dibandingkan dengan A. alba. Diduga hal ini disebabkan oleh kemampuan A marina untuk beradaptasi pada kondisi salinitas dan tipe tanah yang marginal. Kata kunci: Bakau, ekopreferensi, A. marina, A. alba, Muara Sungai Wulan A b s t r a c t Study on ecological preferences of two Avicennia species was carried out in Wulan River, Demak, Central Java. The sudy was aimed at revealing the eco-preference toward salinity, sediment types and water content. Vegetation data were collected by implementing line transect approach combined with quadrate methods modified according to Cox (1967) and Mueller-Dumbois & Ellenberg (1977). Two sites for vegetation data collection were set horizontally from High Tide Mark toward Low Tide Mark. All ecological parameters were measured in situ on the established transects.  The results showed that in term of mangrove species diversity this area is low or marginally poor compared to other mangrove belts along the northern coast of Central Java. The study also showed that the two Avicennia species  are the pioneer species. These two species of Avicennia are adaptable to the salinity and soil types that are poor in term of nutrients content. Key word: mangrove, ecological-preference, A. alba, A. marina, Wulan River estuary 1Staf pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNSRAT Manado
Economic Valuation of Pasirpanjang Ecotourism in Lembeh Island Mustika Permata Sari; Unstain N. W. J. Rembet; Joudy R.R. Sangari
Jurnal Ilmiah PLATAX Vol. 6 No. 2 (2018): ISSUE JULY-DECEMBER 2018
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jip.6.2.2018.20597

Abstract

Ecotourism is viewed as an economic incentive for the communities living near the protected areas, as well as a tool to enhance their participation to preserve an ecosystem. Pasirpanjang Ecotourism Area in Lembeh Island has been developed since some part of its’ waters were promoted as a Coastal and Small Island Conservation Area of Bitung City in 2014. The aims of this study are to estimate the economic value of Pasirpanjang Ecotourism Area using Zonal Travel Cost Method and resulting a policy recommendation to develop Pasirpanjang Ecotourism. This study was conducted in Pasirpanjang village, Sub-district of South Lembeh on May 2018. The result showed the total economic value of Pasirpanjang Ecotourism is Rp. 1,610,786,697 per annum. The result also indicated the importance of ecotourism concept to be considered by government in managing mangrove ecosystems. The potential value of the area of Pasirpanjang Ecotourism could be considered as a long term economic asset and for the sustainability of the conservation as well.Key Words: Economic Value, Pasirpanjang Ecotourism Area, Economic Incentive, Zonal Travel Cost MethodABSTRAKEkowisata dipandang sebagai insentif ekonomi bagi masyarakat yang berada di sekitar area perlindungan, serta menjadi alat untuk meningkatkan partisipasi mereka dalam upaya pelestarian suatu ekosistem. Ekowisata Pasirpanjang di Pulau Lembeh telah dikembangkan sejak wilayah perairan di sekitarnya dicadangkan sebagai Kawasan Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kota Bitung pada tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk menaksir nilai ekonomi dari Ekowisata Pasirpanjang menggunakan Metode Biaya Perjalanan Zonasi (Zonal Travel Cost Method) dan menghasilkan rekomendasi kebijakan untuk pengembangan kawasan Ekowisata Pasirpanjang. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pasirpanjang di bagian selatan Pulau Lembeh pada bulan Mei 2018. Berdasarkan estimasi nilai ekonomi dari Ekowisata Pasirpanjang adalah sebesar Rp. 1.610.786.697 per tahun. Estimasi nilai tersebut menunjukan pentingnya konsep ekowisata sebagai pertimbangan oleh pemerintah dalam mengelola ekosistem mangrove. Potensi nilai Ekowisata tersebut juga dapat dipertimbangkan sebagai aset ekonomi jangka panjang dan keberlanjutan pelestarian. Kata kunci: Nilai ekonomi, Kawasan Ekowisata Pasirpanjang, Insentif ekonomi, Zonal Travel Cost Method
Study Of Fish Layang Otolith, Decapterus akaadsi, Abe 1958 from Amurang Bay Sandra Baweleng; Fransine B Manginsela; Joudy R.R. Sangari
Jurnal Ilmiah PLATAX Vol. 6 No. 2 (2018): ISSUE JULY-DECEMBER 2018
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jip.6.2.2018.20630

Abstract

Fish otolith is a product of biomineralization in the fish body. In several studies, otolith ha been used to estimate fish age that is a crucial parameter to describe fish population and sustainable management of the fish stock. Otolith occurs in all teleosts, i.e. sagitta, utrikulus, and lagena. Until now, the morphometric characteristics of Decapterus akaadsi, Carangidae, otolith have not been described yet, particularly its microstructure, such as length, width, area, perimeer, and biomineral element.The otolith of D. akaadsi was studied on sagittal pair samples (left and right) of 29 males and 22 females. The image of these otoliths was assessed using ImageJ application to describe length, width, perimeter, and area of the otolith. Total body length of D.akaadsi samples was found not significant to determine the major descriptor of the otolith. Morphomeric variations of length (2.24 mm) and width (5.26 mm) did not show difference between left otolith and right otolith as between male and female otoliths.Growth pattern analysis found t cal.  > t tab. meaning that males, females, and  male-female mixture had allometric growth.Keyword: scad, Decapterus akaadsi, otolith, morphometric, growth patten.ABSTRAKOtolith atau batu telinga ikan dikenal sebagai hasil dari biomineralisasi yang berlangsung dalam tubuh ikan. Pada beberapa studi, otolith digunakan untuk mengestimasi umur ikan serta struktur. Otolith dimiliki oleh semua ikan teleost dengan tiga (3) organ otolith antara lain sagitta, utrikulus dan lagena. Hingga kini jenis Decapterus akaadsi family Carangidae, belum pernah diungkapkan karakteristik morfometrik otolithnya, demikian halnya dengan struktur mikro dari morfologi Panjang, lebar, area, keliling otolith dan elemen biomineralnya.Otolith ikan layang, Decapterus akaadsi telah ditelaah dari sampel pasangan otolith sagita (kiri dan kanan) sebanyak 29 ikan jantan dan 22 ikan betina. Citra foto otolith ini ditafsirkan dengan piranti ImageJ untuk mendeskripsikan panjang, lebar, perimeter, dan luas otolith Panjang total tubuh Decapterus akaadsi contoh ditemukann non signifikan menentukan descriptor utama otolith. Sementara variasi morfometrik panjang otolith (2,24 mm) dan lebar (5,26 mm) tidak menunjukkan perbedaan baik antara otolith kiri dan otolith kanan, seperti juga antara otolith dari ikan betina dan ikan jantan.Berdasarkan hasil analisis pola pertumbuhan, uji t terhadap nilai b ikan layang, Decapterus akaadsi jantan memiliki t hit  > t tabe  maka dari itu H1 diterima (alometrik) dan betina t hit > t tabel serta gambungkan (jantan-betina) t hit > t tabel   dimana hipotesis H1 diterima (alometrik).Kata kunci: ikan layang, Decapterus akaadsi, otolith, Karaktistik Morfometrik, Pola Pertumbuhan