Ahmad Yusup
Universitas Gadjah Mada

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Pemidanaan Uang Pengganti Terhadap Korporasi Rizky, Ali; Handrawan, Handrawan; Yusup, Ahmad; Yusuf, Haris
Halu Oleo Law Review Vol 6, No 1 (2022): Halu Oleo Law Review: Volume 6 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33561/holrev.v6i1.24589

Abstract

Korporasi merupakan subjek hukum dalam perkara tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, apabila korporasi melakukan tindak pidana korupsi maka korporasi dapat dituntut di sidang pengadilan disertai dengan surat dakwaan. Tipe penelitian ini adalah penelitian normatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konsep (conseptual approach) dengan menggunakan analisis preskriptif. Korporasi yang tidak diajukan sebagai terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana uang pengganti sebab secara formil, surat dakwaan merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan di sidang pengadilan. Di dalam sidang pengadilan, fokus pemeriksaan harus tetap mengarah pada pembuktian surat dakwaan, apabila terdakwa terbukti melakukan tindak pidana namun tindak pidana itu tidak didakwakan dalam surat dakwaan maka putusan harus berupa bebas (vrijspraak). Korporasi yang tidak didakwa, otomatis tidak memiliki surat dakwaan sebagai dasar pemeriksaan di sidang pengadilan. Oleh karena itu, korporasi tidak dapat dijatuhi pidana apabila perbuatan terdakwa tidak termuat di dalam surat dakwaan. Putusan yang menjatuhkan pidana uang pengganti terhadap korporasi yang tidak diajukan sebagai terdakwa, maka putusan tersebut batal demi hukum, karena dalam putusan tersebut tidak memenuhi ketentuan syarat sahnya suatu putusan sebagaimana terdapat dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP. Oleh karena tidak memenuhi syarat sahnya putusan, maka putusan yang menjatuhkan pidana uang pengganti terhadap korporasi yang tidak diajukan sebagai terdakwa tidak dapat dinyatakan sah menurut hukum.
Analisis Perubahan Ketiga Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Ditinjau dari Perspektif Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia Ahmad Yusup
Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 6 No. 2 (2022): Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Serang Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30656/ajudikasi.v6i2.4464

Abstract

The third amendment to the Constitutional Court Act drew a lot of criticism, especially regarding the urgency of the change, considering that the Constitutional Court Law is not included in the priority prolegnas in 2020. There are two issues of the third amendment to the Constitutional Court Law that are highlighted in this article, namely, The Material Analysis of the Third Amendment to the Constitutional Court Law is based on the Regulation on the Formation of Laws and Regulations and the Formal Analysis of the Third Amendment to the Constitutional Court Law In terms of the Law on the Formation of Laws and Regulations. The research method used is a type of normative research. The approaches used in this study are the statute approach, case approach and concept approach using prescriptive analysis. The results of the analysis show that (1) Materially, the Third Amendment to the Constitutional Court Law is based on the Regulation on the Establishment of Laws and Regulations, it is noted that the Third Amendment to the Constitutional Court Law has defects in its amendments, namely regarding the minimum limit of age to be able to become a constitutional judge and regarding the abolition of the period of periodization of constitutional judges which is considered contrary to the constitution or unconstitutional. and (2) Formally, the Third Amendment to the Constitutional Court Law In view of the Law on the Establishment of Laws and Regulations of the Constitutional Court Law, the third amendment has been formally flawed in its amendments, where there are several provisions that are not in accordance with the format of preparation as intended in Law Number 12 of 2011 jo Law Number 15 of 2019 concerning the Establishment of Laws and Regulations (P3 Law).
ANALISIS KASUS NARKOTIKA JARINGAN INTERNASIONAL (THAILAND-INDONESIA) DI DAERAH LAMPUNG DARI PERSPEKTIF TRANSNATIONAL CRIME Ahmad Yusup
Lakidende Law Review Vol. 1 No. 3 (2022): DELAREV (DESEMBER)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Lakidende

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (511.313 KB) | DOI: 10.47353/delarev.v1i3.34

Abstract

Kejahatan peredaran dan penyelundupan narkotika menjadi salah satu jenis kejahatan transnational crime, termasuk pula di kawasan ASEAN. Kondisi Geografi dan Demografi Indonesia menjadikan negara ini salah satu terget peredaran dan penyelundupan narkotika secara ilegal dari jaringan internasional, salah satunya seperti kasus penyelundupan narkotika di Lampung jaringan internasional (Thailand-Indonesia) yang diselundupkan melalu jalur laut yang terjadi pada bulan Februari 2022. Adapun rumusan masalah dari paper ini yakni Bagaimanakah Mekanisme Penegakan Hukum Bagi Pelaku Pemasok Narkotika ke Indonesia yang Berstatus Sebagai WNI dan WNA yang Berada di Thailand dalam Kasus yang terjadi di Lampung?. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam paper ini adalah metode penelitian hukum normatif. Adapun metode pendekatan yang digunakan yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konsep (conseptual approach) dengan teknik analisis yang digunakan adalah analisis preskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme penegakan hukum kasus narkotika di Lampung yang merupakan kejahatan transnasional, untuk pelaku yang berstatus sebagai WNI dan WNA (Warga Negara Thailand) yang saat ini berada di Thailand dapat dilakukan proses penegakan, baik di negara Indonesia maupun dapat dilakukan di negara Thailand dengan menggunakan berbagai mekanisme pendekatan seperti kerja sama dalam bentuk Mutual Legal Assistance (MLA), perjanjian ekstradisi dan menggunakan pendekatan asas, teori maupun instrument regulasi yang terkait dengan itu, baik yang sifatnya nasional, maupun yang bersifat internasional seperti UNTOC maupun United Nations Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs And Psychotropic Substances, 1988. Bagi pelaku WNA yang berada di Thailand sulit untuk dilakukan mekanisme penegakan hukum di Indonesia, namun untuk WNI yang berada di Thailand peluang untuk dapat diadili di Indonesia begitu besar.
Kriminalisasi dan Reformulasi Perbuatan Prostitusi dalam Hukum Pidana: Catatan Kritis atas Minimnya Pengaturan Perbuatan Prostitusi Di Indonesia Amrianto, Andika Dwi; Putri, Maria Kunti Atika; Yusup, Ahmad; Putra, I Putu Aditya Darma
Jurnal Penegakan Hukum dan Keadilan Vol 4, No 2 (2023): September
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/jphk.v4i2.18091

Abstract

The practice of prostitution, which grew rapidly and massively through electronic means of information dissemination, impacted various groups. The worst impact of the massive practice of prostitution was the spread of sexually transmitted diseases, which adversely affect the health of both individuals directly involved in prostitution and those whose partners engage in such activities. This study aims to find out the regulation of prostitution within the current Indonesian criminal law and to provide an overview for legislators in the formation of prostitution regulations in the future. Furthermore, it needs to elucidate the reasons behind the necessity of regulating prostitution in Indonesia. The research method employed was legal research of a normative type. This research using secondary data obtained through library research and studies of laws and regulations. The analytical method used in this study was a prescriptive analytical technique. The results of this study revealed that currently there were no regulations governing the practice of prostitution in Indonesia rigidly and clearly. Therefore, it is necessary to criminalize and reformulate the offense of prostitution in Indonesian Criminal Law to avoid the effects arising from the act of prostitution that cause potential victims due to the spread of sexually transmitted diseases.