Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

TINJAUAN TINGKAT KEBISINGAN TERHADAP KENYAMANAN PENGUNJUNG PADA KAWASAN RUANG TERBUKA PUBLIK ALUN-ALUN AIMAS KABUPATEN SORONG Slamet Widodo; Mierta Dwanggaa; Murshal Manaf; Rahmi Ariani Salama; Iksan Agustiaraa
Jurnal Rekayasa Lingkungan Vol. 22 No. 2 (2022)
Publisher : Institut Teknologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kondisi lingkungan dan kualitas ruang terbuka publik yang baik dapat menunjang ruang terbuka publik tersebut aman dan nyaman saat dikunjungi. Salah satu indikator lingkungan yang berpengaruh terhadap kenyamanan pada ruang publik adalah kebisingan. Kondisi kawasan ruang terbuka publik alun-alun aimas Kabupaten Sorong yang berada dekat dengan jalan utama membuat persoalan dan penanganan terhadap masalah kebisingan tidak dapat di jadikan hal yang sepele dikarenakan dapat mengganggu kenyamanan pengunjung yang beraktifitas pada ruang terbuka publik tersebut. Sehingga diperlukan tingkat kebisingan, persepsi kenyamanan pengunjung terhadap tingkat kebisingan serta pola sebaran tingkat kebisingan pada kawasan ruang terbuka publik alun-alun aimas Kabupaten Sorong. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kuantitatif dengan menggunakan analisis tingkat kebisingan, analisis kuesinor dan analisis pemetaan pola sebaran tingkat kebisingan. Dari hasil pemetaan pola sebaran tingkat kebisingan setiap hari pada 10 titik dapat di lihat dimana pada hari senin, selasa, rabu, jumat tingkat kebisingan maksimum berada pada zona orens dengan rentang 65-70 dBA dan tingkat kebisingan minimum berada pada zona hijau dengan rentang 55-60 dBA. Untuk hari kamis tingkat kebisingan maksimum berada pada zona orens dengan rentang 65-70 dBA dan tingkat kebisingan minimum berada pada zona kuning dengan rentang 60-65 dBA . Sedangkan untuk hari sabtu dan minggu tingkat kebisingan maksimum berada pada zona merah dengan rentang >70 dBA dan tingkat kebisingan minimum berada pada zona kuning dengan rentang 60-65 dBA.
Analisis Transformasi Spasial Kawasan Strategis pada Pengembangan Industri dan Pelabuhan Terpadu Kabupaten Sorong Slamet Widodo; Murshal Manaf; Rahmi Ariani Salam; Wandi Hasanuddin
Jurnal Georafflesia: Artikel Ilmiah Pendidikan Geografi Vol 7 No 2 (2022)
Publisher : Universitas Prof. Dr. Hazairin, S.H

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32663/georaf.v7i2.3480

Abstract

Salah satu pengaruh nyata yang dapat dilihat adalah kondisi fisik dari kawasan strategis Kabupaten Sorong dan kondisi yang terletak di Distrik Mayamuk dan Distrik Salawati.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi eksisting Distrik salawati dan Distrik Mayamuk sebelum dan sesudah tetapkan menjadi kawasan strategis. Juga untuk menganalisis transformasi spasial kawasan strategis Kabupaten Sorong saat ini. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kuantitatif dengan aplikasi ARCGIS untuk membuat overlay. Hasil yang diperoleh bahwa terjadi transformasi spasial (perubahan penggunaan lahan) di Kawasan Strategis Industri dan Pelabuhan terpadu di Distrik Mayamuk dan Distrik Salawati untuk periode tahun 2011 – 2013 dengan jumlah peningkatan perubahan pemanfaatan lahan tertinggi di Distrik Mayamuk yaitu Manggrove dengan luas perubahan pemanfaatan lahan Manggrove adalah 30 Ha serta transformasi spasial (perubahan penggunaan lahan) di Kawasan Strategis Industri dan Pelabuhan terpadu di Distrik Mayamuk dan Distrik Salawati untuk saat ini didapat bahwa jumlah peningkatan perubahan pemanfaatan lahan tertinggi di Distrik Mayamuk yaitu Hutan dengan luas perubahan pemanfaatan lahan Hutan adalah 355 Ha dan jumlah peningkatan perubahan pemanfaatan lahan tertinggi di Distrik Salawati yaitu Hutan dengan luas perubahan pemanfaatan lahan Hutan adalah 4891 Ha.
Analisis Tingkat Kekotaan Wilayah Kabupaten Sorong Berdasarkan Jumlah Fasilitas Sosial Ekonomi Widodo, Slamet; Murni, Murni; Manaf, Murshal; Salam, Rahmi Ariani; Rahayu, Usiyani
Jurnal Ilmiah Ecosystem Vol. 22 No. 3 (2022): ECOSYSTEM Vol. 22 No 3, September-Desember Tahun 2022
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35965/eco.v22i3.1769

Abstract

Sebagai wilayah yang sedang berkembang, Distrik Aimas sebagai Ibukota wilayah Kabupaten Sorong memiliki tantangan tentang masalah kesenjangan dan ketidakmerataan pembangunan fasilitas sosial ekonomi, sehingga penentuan tingkat kekotaan sekaligus wilayah dengan potensi sebagaia sentral perkembangan fasilitas sosial ekonomi menjadi penting untuk dilakukan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui tingkat kekotaan wilayah dan hirarki wilayah di Distrik Aimas. Adapun metode yang digunakan adalah dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder untuk kemudian dianalisis menggunakan Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2020 dan analisis skalogram.Berdasarkan hasil perhitungan, menyatakan kawasan Distrik Aimas terbagi dalam dua golongan tingkat kekotaan yaitu Distrik Mariat Gunung, Distrik Klafma, Distrik Aimas, Distrik Malawili, Distrik Malagusa, Distrik Malawele, Distrik Malasom, Distrik Mariat Gunung, Distrik Klabinain dan Kampung Maibo sebagai Desa Perkotaan. Kemudian kawasan Distrik Warmon, Kampung Aimo, Kampung Malasaum dan Distrik Klaigit sebagai Desa Perdesaan. Kemudian dari hasil analisis skalogram menyatakan bahwa Distrik Malagusa sebagai pusat pelayanan dan berpotensi sebagai sentral perkembangan fasilitas sosial ekonomi di Distrik Aimas. Hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam menentukan arah pembangunan dan pengembangan di Distrik Aimas. As a developing region, Aimas District as the capital of the Sorong Regency area has challenges regarding the problem of inequality and inequality in the development of socio-economic facilities, so that determining the level of urban areas as well as areas with potential as a center for the development of socio-economic facilities is important to do. The purpose of this study is to determine the level of regional urbanization and regional hierarchy in Aimas District. The method used is to collect primary data and secondary data to then be analyzed using the Regulation of the Head of the Central Statistics Agency (BPS) in 2020 and scalogram analysis. Based on the calculation results, it is stated that the Aimas District area is divided into two groups at the urban level, namely Mariat Gunung District, Klafma District, Aimas District, Malawili District, Malagusa District, Malawele District, Malasom District, Mariat Gunung District, Klabinain District and Maibo Village as Urban Villages. Then the Warmon District, Aimo Village, Malasaum Village and Klaigit District as Rural Villages. Then from the results of the scalogram analysis, it is stated that Malagusa District is a service center and has the potential to be a center for the development of socio-economic facilities in Aimas District. The results of the research can be taken into consideration by the government in determining the direction of development and development in Aimas District.
MORFOLOGI PERKOTAAN PADA KAWASAN BERSEJARAH DI KORIDOR KAYUTANGAN KOTA MALANG Salam, Rahmi Ariani; Sudikno, Antariksa; Parlindungan, Johannes
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 11, No 2 (2024): October
Publisher : Architecture Program Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/lantang.v11i2.77996

Abstract

Kawasan bersejarah dalam suatu kota sering dianggap sebagai pusat kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Namun, transformasi fisik terjadi seiring kemajuan kota, mengubah karakter kawasan tersebut. Koridor Kayutangan, sebelumnya dikenal dengan bangunan bersejarah kolonial Belanda, kini menjadi fokus pembangunan perkotaan yang kadang mengesampingkan nilai sejarahnya. Tujuan penelitian untuk mengetahui perubahan Koridor Kayutangan seiring perkembangan zaman dengan mengeksplorasi struktur fisik Koridor Kayutangan, Kota Malang. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan morfologi perkotaan dengan menggunakan teknik analisis tipo-morfologi dan komparatif yang terfokus pada pola street, landuse dan building pada masa sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan. Hasil penelitian menunjukkan pola jalan dan fungsi Koridor tetap konsisten, meskipun beberapa perubahan terlihat dalam nama jalan, arus lalu lintas, moda transportasi dan parkir liar. Untuk penggunaan lahan Koridor ini masih menjadi pusat perdagangan dan jasa dengan beberapa penyesuaian pada fungsi bangunannya. Sedangkan bangunan di Koridor Kayutangan mengadaptasi bangunan bergaya modern, meskipun beberapa bangunan bergaya kolonial masih bertahan
Pendampingan Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Kampung Aimo, Distrik Aimas, Kabupaten Sorong Ibal, La; Madaul, Rahful A.; Hilmansyah, Hilmi; Marshush, Ummi Hanifah; Abubakar, Endang; Murni, Murni; Salam, Rahmi Ariani; Wulandari, Mega; Widodo, Slamet; Klau, Stevanus Viki
AJAD : Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Vol. 5 No. 2 (2025): AUGUST 2025
Publisher : Divisi Riset, Lembaga Mitra Solusi Teknologi Informasi (L-MSTI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59431/ajad.v5i2.584

Abstract

The Village Medium-Term Development Plan (RPJMDes) serves as a fundamental framework for steering village development across a six-year span. Nevertheless, numerous villages encounter significant obstacles in drafting this plan, primarily due to constrained human resources and a lack of technical proficiency. This community engagement initiative seeks to support the local administration of Aimo Village in formulating an RPJMDes that prioritizes community involvement, relies on accurate data, and adheres to regulatory standards. The approach adopted encompasses capacity-building sessions, collaborative dialogues, and hands-on technical guidance. Findings reveal that a preliminary version of the RPJMDes was effectively crafted, incorporating the village leader’s vision and mission, strategic policy outlines, and a structured set of priority development initiatives. Furthermore, the process bolstered the skills of village officials and fostered greater public engagement in shaping development plans.