I Made Minggu Widyantara
Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa, Denpasar, Indonesia

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Tindak Pidana Terhadap Pelaku Kejahatan Perdagangan Seksual Pada Anak di Bawah Umur Sebagai Bentuk Pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) di Kota Bandung Nurul Aisyah Fitriani; Anak Agung Sagung Laksmi Dewi; I Made Minggu Widyantara
Jurnal Preferensi Hukum Vol. 4 No. 1 (2023): Jurnal Preferensi Hukum
Publisher : Warmadewa Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55637/jph.4.1.6738.79-84

Abstract

Kejahatan mengenai perdagangan seksual terhadap anak di bawah umur termasuk ke dalam eksploitasi anak, yang dimana perdagangan terhadap anak dilakukan melalui pengancaman dan pemaksaan terhadap anak. Bahwa pelaku yang melakukan perdagangan seksual terhadap anak di bawah umur dapat dikatakan sebagai “trafficker”. Timbulnya kejahatan perdagangan seksual pada anak di bawah umur terjadi dikarenakan oleh beberapa faktor. Maka permasalahan yang ditimbulkan yaitu 1) Apakah faktor penyebab terjadinya perdagangan seksual pada anak di bawah umur di Kota Bandung? 2) Bagaimana sanksi pidana kejahatan perdagangan seksual pada anak di bawah umur dikategorikan sebagai bentuk dari pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia)? Penelitian ini menggunakan tipe penelitian empiris. Bahwa proses terjadinya perdagangan seksual pada anak di bawah umur yaitu melalui proses perekrutan penipuan pekerjaan, dan adanya faktor ekonomi. Dimana tindak pidana pada pelaku perdagangan seksual pada anak di bawah umur diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Perdagangan seksual pada anak di bawah umur di kategorikan sebagai pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) berat, karena perdagangan seksual ini mencederai harkat dan martabat seorang anak dimana pelacuran secara paksa ini merenggut terhadap hak anak.
Penanggulangan Korban Tabrak Lari Kecelakaan Lalu Lintas di Wilayah Hukum Polresta Denpasar I Putu Yogi Mahardika Pratama Bismasana; I Nyoman Gede Sugiartha; I Made Minggu Widyantara
Jurnal Interpretasi Hukum Vol. 4 No. 1 (2023): Jurnal Interpretasi Hukum
Publisher : Warmadewa Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55637/juinhum.4.1.6740.39-44

Abstract

Kecelakaan lalu lintas mengalami peningkatan setiap tahun karena kurangnya kesadaran hukum di masyarakat dalam berlalu lintas sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. (1) Bagaimana faktor-faktor penyebab terjadinya kasus tabrak lari di wilayah hukum Polresta Denpasar? (2) Bagaimana penanggulangan korban tabrak lalu ari di wilayah hukum Polresta Denpasar?. Metode Penelitian yang digunakan adalah Metode Hukum Empiris dan pendekatan penelitian hukum sosiologis. Faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan yaitu yaitu faktor manusia, faktor jalan, faktor kendaraan, Faktor Minimnya Pengetahuan Mengenai Rambu Lalu Lintas dan faktor lingkungan atau cuaca. Penanggulangan korban tabrak lari di wilayah hukum polresta Denpasar terhadap pelaku tindak pidana tabrak lari meliputi 2 usaha yaitu, usaha pencegahan dan pembinaan. Diharapkan masyarakat mematuhi rambu – rambu agar meminimalisir kecelakaan tabrak lari dan polresta Denpasar dapat meningkatkan penambahan personil dan teknologi yang canggih
Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Penganiayaan yang Mengakibatkan Kematian oleh Pengidap Gangguan Kepribadian (Psikopat) Ni Putu Widari Yasaputri; I Made Minggu Widyantara; Ni Made Sukaryati Karma
Jurnal Konstruksi Hukum Vol. 4 No. 2 (2023): Jurnal Konstruksi Hukum
Publisher : Warmadewa Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55637/jkh.4.2.6807.220-225

Abstract

Penganiayaan yang mengakibatkan Pembunuhan ialah tindakan guna hilangkan nyawa seseorang lewat cara yang melanggar hukum, atau yang tidak menentang hukum. Bermacam motif bisa menjadi latar belakang pembunuhan, seperti politik, kecemburuan, dendam, membela diri, serta yang lain. Seorang psikopat bisa bersikap gegabah, merusak, dan kasar pada orang lain tanpa merasa bersalah. Dalam penelitian ini seorang Psikopat dapat melakukan penganiayaan berujung kematian/pembunuh hantu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan hukum pada pelaku tindak pidana penganiayaan yang diduga memiliki gangguan kepribadian (PSIKOPAT) dan bagaimana sanksi pidana bagi pelaku penganiayaan dengan gangguan kepribadian (PSIKOPAT). Metode penelitian memakai metode penelitian hukum normatif lewat mengumpulkan data. Studi ini tujuannya guna mengetahui pengaturan hukum dan sanksi pidana penyelesaian pada tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian bagi pelaku dengan gangguan kepribadian (PSIKOPAT). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh adalah adanya sanksi yang dikenakan kepada pelaku dengan gangguan kepribadian jika sudah melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan pembunuhan. Simpulan penelitian adalah faktor penghambat sanksi pidana untuk pelaku tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian pengidap gangguan kepribadian (psikopat) adalah perlindungan dari pasal 44 ayat (1) KUHP sehingga terdapat kekaburan norma. Saran yang disampaikan diperlukan adanya batasan yang jelas dalam sanksi yang ada untuk mengakomodir tindak pidana yang dilakukan oleh pengidap gangguan kepribadian (PSIKOPAT).
Kedudukan Saksi Mahkota dalam Proses Pembuktian Tindak Pidana di Indonesia Ida Ayu Kade Cinthia Dewi; Anak Agung Sagung Laksmi Dewi; I Made Minggu Widyantara
Jurnal Preferensi Hukum Vol. 4 No. 2 (2023): Jurnal Preferensi Hukum
Publisher : Warmadewa Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55637/jph.4.2.6589.124-129

Abstract

Dalam tahap pembuktian perkara pidana kerap adanya istilah saksi mahkota. Adanya saksi mahkota menimbulkan banyak persepsi, beberapa pihak beranggapan jika kemunculan saksi mahkota diijinkan guna meberikan rasa adil. Tetapi beberapa beranggapan sebaliknya karena bertentangan dengan hak asasi, persepsi itu juga ada di berbagai yurispurdensi putusan Mahkamah Agung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan saksi mahkota dalam proses pembuktian tindak pidana di Indonesia. Oleh karenanya permasalahan ini menarik mengenai bagaimana pengaturan saksi mahkota dipersidangan? Dan kedudukan saksi mahkota pada pembuktiaan tindak pidanaa. Penelitian ini memakai tipe penelitian normatif serta pendekatan undang-undang dan konseptual. Hasil dari penelitian ini menjelaskan jika pengaturan saksi mahkota tercantum pada Pasal 168 huruf c KUHAP dimana saksi mahkota merupakan penerapan Pasal 142 KUHAP. Kesaksian oleh saksi mahkota sama dengan keterangan saksi pada umumnya ini karena saksi mahkota ditunjuk dari seorang terdakwa yang menjelaskan tindak kejahatan yang mereka lakukan bersamaan dengan terdakwa lain, terdakwa yang menjadi saksi mahkota akan dimaafkan dan didakwa dengan pelanggaran ringan. Adanya saksi mahkota dalam pembuktian pidana diperbolehkan menurut KUHAP. Namun dalam berbagai yurisprudensi saksi mahkota dilarang. Kedudukan saksi mahkota diperbolehkan apabila kurangnya alat bukti yang diajukan di persidangan.