Bawang merah dikenal sebagai sayuran umbi merupakan salah satu komoditas penting, selain untuk bumbu dapur juga digunakan sebagai pengobatan herbal untuk meningkatkan imunitas tubuh. Peningkatan produktivitas bawang merah, selain meningkatkan hasil panen juga mengurangi biaya produksi per satuan hasil, sehingga margin keuntungan petani menjadi lebih besar. Kebutuhan bawang merah dalam negeri dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan seiring dengan beragamnya pemanfaatan bawang merah selain bumbu dapur juga bahan baku berbagai olahan. Petani membudidayakan bawang merah umumnya menggunakan bibit dari umbi. Dalam satu hektar dibutuhkan umbi bibit 1-1.2 ton/ha dengan ukuran umbi sedang (5-10 g), saat musim tanam tiba harga bibit bawang merah Rp40.0000-Rp50.000/kg. Harga bibit bawang merah melalui lapak daring sudah mencapai Rp75.000/kg, bagi petani yang modalnya terbatas pada sentra produksi menunda menanam dan beralih ke komoditas lain. Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif sumber bibit yaitu mengggunakan biji botani atau true shallot seed (TSS). Kelebihan biji botani (TSS) sebagai bibit di antaranya hanya 4-6 kg/ha dibandingkan umbi yang mencapai 1-1,2 ton/ha, biaya bibit sekitar Rp18 juta/ha dibandingkan dengan umbi yang mencapai Rp50 juta-Rp60 juta/ha, lebih tahan simpan (2 tahun), ukuran umbi lebih besar dan seragam serta produktivitasnya lebih tinggi (>20 ton/ha). Budidaya bawang merah dari biji merupakan terobosan untuk meningkatkan produktivitas di atas rata-rata nasional (9,8 t/ha). Teknologi penanaman bawang merah menggunakan biji belum banyak dipahami di tingkat petani walau memilki banyak keuntungan sehingga perlu dilakukan pelatihan dan demonstrasi plot. Kata kunci: Biji, umbi, bawang merah, produktivitas tinggi, ramah terhadap lingkungan. ABSTRACT Shallots are known as bulb vegetables and are one of the essential commodities, not only used as kitchen spices but also as herbal medicine to boost the body's immunity. Increasing shallot productivity enhances yield and reduces production costs per unit of output, resulting in greater profit margins for farmers. The domestic demand for shallots tends to increase yearly, driven by their various uses, not only as spices but also as raw materials for various processed products. Farmers generally cultivate shallots using bulbs as planting material. One hectare of land requires 1-1.2 tons of medium-sized bulb seeds (5-10 g). During the planting season, the price of shallot seeds ranges from IDR.40,000 to IDR50,000/kg. The price of shallot seeds on online marketplaces has reached IDR75,000/kg, making farmers with limited capital in production centers postpone planting and switch to other commodities. Therefore, an alternative seed source is needed, which is botanical seeds or True Shallot Seed (TSS). The advantages of TSS include requiring only 4-6 kg/ha compared to bulbs which require 1-1.2 tons/ha, seed costs of around IDR18 million/ha compared to bulbs which reach IDR50 million-IDR60 million/ha, longer shelf life (up to 2 years), larger and more uniform bulb size, and higher productivity (>20 tons/ha). Shallot cultivation using TSS is a breakthrough to increase productivity above the national average (9.8 t/ha). However, farmers still do not widely understand the technology for planting shallots using seeds despite its many benefits, thus requiring training and demonstration plots. Keywords: Seeds, bulbs, shallots, high productivity and the environment friendly.