Kabupaten Banyuwangi menempati angka perceraian yang tinggi setelah Malang dan Jember, Sehingga perlu adanya penangan yang tepat untuk mengurangi angka tersebut dengan perantara mediasi yang akan ditengahi oleh mediator. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan sumber data primer melalui wawancara dan sumber data skunder dari kajian pustaka, dan akan dikaji secara naratif. Penulis meneliti di Pengadilan Agama Banyuwangi tentang kebenaran fenomena perceraian yang terjadi, prosedur mediasi yang telah berjalan dan peran-peran mediator dalam menjalankan mediasi di Pengadilan Agama Banyuwangi dalam menekan angka perceraian. Setelah dilakukan penelitian terlihat fenomena perceraian yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi sangat banyak, yaitu mencapai 5.684 kasus perceraian di tahun 2020, 5.974 kasus pada tahun 2021 dan 6005 kasus perceraian di tahun 2022. Prosedur mediasi yang telah terlaksana di Pengadilan Agama Banyuwangi telah sesuai dengan PERMA no. 1 tahun 2016. Mediator memiliki peran yang amat penting dalam mencapai kesepakatan para pihak. Mediator haruslah memiliki sertifikat mediator. Ada beberapa hal yang menghambat jalanya mediasi seperti emosi dan para pihak yang sejak awal tidak ingin dimediasi. Keberhasilan mediasi tidak selamanya diukur dengan pencabutan perkara, namun satu kesepakatan saja sudah bisa menjadi ukuran mediasi berhasil dan sebaliknya apabila tidak ada kesepakatan yang terjadi maka mediasi bisa dikatakan gagal. Banyuwangi Regency has a high divorce rate after Malang and Jember, so there needs to be an appropriate handling to reduce this rate with mediation that will be mediated by a mediator. This research uses a qualitative method with primary data sources through interviews and secondary data sources from literature review, and will be reviewed narratively. The author examines the Banyuwangi Religious Court about the truth of the phenomenon of divorce that occurs, the mediation procedures that have been running and the roles of mediators in carrying out mediation at the Banyuwangi Religious Court in reducing the divorce rate. After the research was conducted, it was seen that the phenomenon of divorce that occurred in Banyuwangi Regency was very large, reaching 5,684 divorce cases in 2020, 5,974 cases in 2021 and 6005 divorce cases in 2022. The mediation procedure that has been carried out at the Banyuwangi Religious Court is in accordance with PERMA no. 1 of 2016. The mediator has a very important role in reaching an agreement between the parties. The mediator must be a certified mediator. There are several things that hinder mediation, such as emotions and parties who do not want to be mediated in the first place. The success of mediation is not always measured by the withdrawal of the case, but one agreement can be a measure of successful mediation and vice versa if no agreement occurs then the mediation can be said to have failed.