Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Larangan Pernikahan Beda Agama Perspektif Sadd al-Dzarî’ah (Analisis Putusan Mahkamah Agung SEMA No. 2 Tahun 2023) Rizqullah Ramadhana, Yodi; Husaini, Akhmad
Rayah Al-Islam Vol 8 No 3 (2024): Rayah Al Islam Agustus 2024
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Arab Ar Raayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37274/rais.v8i3.1086

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji SEMA No. 2 Tahun 2023 yang melarang pernikahan beda agama dan melihatnya dari sudut pandang Sadd al-Dzarî’ah. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Pernikahan adalah institusi penting dalam Islam dan diakui oleh negara. Setiap agama, seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Buddha, menginginkan keluarga yang harmonis dan memiliki panduan dalam kitab suci mereka untuk mencapainya. Baru-baru ini, Mahkamah Agung menerbitkan Surat Edaran (SEMA) No. 2 Tahun 2023 yang memberikan petunjuk bagi hakim dalam menangani permohonan pencatatan perkawinan beda agama. Dalam Islam, ada kaidah Sadd al-Dzarî’ah yang penting untuk menjaga moral dan etika dalam pernikahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Buddha melarang pernikahan beda agama. Kaidah Sadd al-Dzarî’ah menyatakan bahwa dengan tidak melakukan pernikahan beda agama, kita bisa menghindari masalah dan kerusakan yang lebih besar di masa depan. SEMA No. 2 Tahun 2023 memberikan kepastian hukum bagi pengadilan untuk menolak permohonan pencatatan perkawinan beda agama dan sejalan dengan kaidah Sadd al-Dzarî’ah. This research aims to examine SEMA No. 2 of 2023, which prohibits interfaith marriages, and view it from the perspective of Sadd al-Dzarî’ah. This research uses a literature study method. Marriage is an important institution in Islam and is recognized by the state. Every religion, such as Islam, Catholicism, Protestantism, Hinduism, and Buddhism, desires a harmonious family and has guidance in their holy books to achieve it. Recently, the Supreme Court issued Circular Letter (SEMA) No. 2 of 2023, which provides guidance for judges in handling requests for the registration of interfaith marriages. In Islam, there is a principle called Sadd al-Dzarî’ah, which is important for maintaining morals and ethics in marriage. The results of the research show that Islam, Catholicism, Protestantism, Hinduism, and Buddhism prohibit interfaith marriages. The principle of Sadd al-Dzarî’ah states that by avoiding interfaith marriages, we can prevent future problems and greater harm. SEMA No. 2 of 2023 provides legal certainty for courts to reject requests for the registration of interfaith marriages and aligns with the principle of Sadd al-Dzarî’ah.
Analisis Ex Officio dan Perlindungan Hukum di Pengadilan Agama (Studi Putusan PA Jember Nomor 1323/Pdt.G/2024/PA.Jr) Yassir, Muhammad; Muthalib, Abd.; Husaini, Akhmad
Jurnal Al-Fawa'id : Jurnal Agama dan Bahasa Vol 15 No 1 (2025): Maret
Publisher : STAI Ali bin Abi Thalib Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54214/alfawaid.Vol15.Iss1.750

Abstract

This study aims to examine the role of ex officio authority exercised by judges in the Religious Court, based on Decision Number 1323/Pdt.G/2024/PA.Jr from the Jember Religious Court. The main issue addressed is how the court ensures the protection of women’s and children’s financial rights after divorce, even without a formal request from the wife. The urgency of this study lies in the importance of ensuring substantive justice for vulnerable parties within the Islamic family law system in Indonesia. This research employs a qualitative descriptive-analytical method with a normative juridical approach. Data is collected from legal documents, court decisions, relevant legislation, and academic literature. The analytical technique utilizes an interpretative method with a legal hermeneutic approach to understand the dynamics of ex officio authority application in divorce cases. The study’s findings indicate that the court exercises ex officio authority to determine financial obligations, including iddah maintenance of Rp3,000,000, mut’ah of Rp10,000,000, and child maintenance of Rp1,500,000 per month with an annual increase of 10%. This decision reflects the judge’s proactive role in balancing legal principles and social justice with economic conditions. Additionally, this study analyzes the implications of ex officio decisions in shaping legal precedents in religious courts, particularly in divorce cases. In conclusion, ex officio decisions play a crucial role in achieving justice and protection for vulnerable parties in family law cases. These rulings are not solely based on positive law but also consider substantive justice and the well-being of affected parties. Therefore, the ex officio mechanism can serve as an effective legal instrument in strengthening legal protection for women and children after divorce.
INKONSISTENSI WASIAT WAJIBAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM: Menurut Perspektif Fikih Islam Yassir, Muhammad; Husaini, Akhmad; Ahsan, Khoirul
Al-Usariyah: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 2 (2023): AL-USARIYAH: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM
Publisher : Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37397/al-usariyah.v1i2.400

Abstract

Di antara hal-hal yang memerlukan kajian dalam era sekarang adalah masalah wasiat wajibah yang dari awal kemunculannya sebagai positif law dianggap sebagai penemuan dan ijtihad masa sekarang. Mesir melalui Undang-undang Nomor 71 tahun 1946 memberlakukan wasiat wajibah terhadap cucu dan atau ibunya telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris. Undang-undang tersebut menentukan bahwa cucu tidak mendapat warisan jika bersamanya ada anak laki-laki, dan kedudukan cucu di sini adalah sebagai z|awi al-arham. Sedangkan di Indonesia, materi Kompilasi Hukum Islam adalah tentang pemberian wasiat wajibah kepada anak angkat dan orang tua angkat yang telah disebutkan di dalam pasal 209. Pasal 209 KHI membuat terobosan hukum dalam konteks keindonesiaan yang mengakui adanya hak harta bagi anak maupun orang tua angkat. Sehingga KHI telah memodifikasi wasiat wajibah yang asalnya diperuntukkan bagi kerabat yang memang mempunyai hubungan darah dengan mayit menjadi bercakupan luas kepada yang bukan ahli waris. Wasiat wajibah dari sudut pandang KHI merupakan hasil pertemuan dari dua sistem hukum yakni hukum Islam yang sama sekali tidak mengenal anak angkat dan hukum adat yang memperlakukan anak angkat sebagai anak kandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wasiat wajibah versi KHI dinilai menabrak syariat dikarenakan memberi warisan kepada anak angkat yang notabene bukan ahli waris yang ditentukan dalam Islam. Solusi yang ditawarkan dalam hal ini adalah; wasiat ikhtiyariyyah, hibah, sedekah, takharuj, ijazat al-waratsah, dan rodkh. Ini semua berupaya untuk menjadikan hukum lebih tersegarkan dengan sentuhan solutif yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Kata kunci: Inkosistensi wasiat wajibah, warisan anak angkat, wasiat wajibah KHI
Implikasi Nikah Syiga Husaini, Akhmad; Saifulloh, Kholid; Mahmudi, M. Hafid
Al-Usariyah: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol 2 No 2 (2024): AL-USARIYAH: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM
Publisher : Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37397/al-usariyah.v2i2.680

Abstract

Pernikahan merupakan cara halal dalam menyalurkan hasrat biologis dan pelestarian keturunan. Pernikahan memiliki rukun dan syarat sehingga berakibat akan sahnya pernikahan tersebut. Adanya cacat dalam rukun dan syarat menjadikan pernikahan itu bermasalah. Bermasalah dalam pernikahan tersebut dan akibat hukum yang timbul darinya. Diantara pernikahan yang bermasalah adalah nikah syiga>r . Penelitian ini bertujuan untuk menguak implikasi nikah syiga>r  terhadap hubungan waris mewarisi melalui pendekatan mura’a>t al-khila>f . Penelitian ini adalah studi pustaka dengan pendekatan kualitatif deskriptif guna menyingkap keabsahan nikah syiga>r  dan implikasinya dalam hubungan kewarisan. Hasil penelitian menujukkan bahwa;1)Nikah syiga>r adalah pernikahan terlarang sesuai hadits Nabi ﷺ . Para ulama sepakat akan keharaman pernikahan tersebut namun berbeda pendapat mengenai keabsahannya. 2)Nikah syiga>r  mengharuskan perpisahan antara kedua pasangan suami istri. 3)Mura’at al-khilaf  merupakan salah satu poros berdalil dalam mazhab maliki yang menguatkan konsekuensi hukum dari pendapat kubu yang kontra. 4)Nikah syiga>r memiliki implikasi terhadap hubungan waris mewarisi lewat mura’a>t al-khilaf .Kata Kunci: nikah syigar, implikasi waris, mura’at al-khilaf
DAMPAK IMPOTENSI TERHADAP STABILITAS RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM: STUDI KASUS NO. 18/PDT.G/2022/PA.KP Husaini, Akhmad; Yassir, Muhammad; Chanif Setiawan, Muchammad
Al-Majaalis : Jurnal Dirasat Islamiyah Vol 12 No 2 (2025): AL-MAJAALIS : JURNAL DIRASAT ISLAMIYAH
Publisher : Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37397/al-majaalis.v12i2.882

Abstract

This study examines the psychological, social, and legal impacts of a husband's impotence on marital stability from the perspective of Islamic law, focusing on the Case No. 18/Pdt.G/2022/PA.Kp, decided by the Religious Court of Kupang. The aim of this study is to assess how impotence, as a biological dysfunction, affects the marital relationships and to explore how Islamic law offers legal remedies for couples, particularly for wives. This research employs a qualitative descriptive method by analyzing legal documents, Islamic literature, and relevant court rulings. The findings indicate that impotence has a significant mental and psychological impact impact on both spouses, disrupting emotional intimacy, sexual satisfaction, and overall marital harmony. In Islamic law, impotence is classified as a defect (“aib”) that may serve as a legitimate ground for a wife to seek annulment of the marriage (“fasakh”). The case analysis reveals that the husband's failure to fulfill conjugal rights and the resulting emotional distress constitute valid reasons for divorce. The study concludes that addressing impotence requires a comprehensive approach—medical, psychological, and legal— grounded in compassion and justice as upheld in Islamic teachings. Moreover, education, open communication, and legal protection are essential for safeguarding the rights and dignity of individuals within marital life.
Pilar Hubungan Harmonis Perspektif Yasir Al-Hazimi: Analisis Dan Penerapannya Dalam Hukum Keluarga Islam Tanjung, Arif R.; Husaini, Akhmad; Pranoto, Dia Huda
Al-Usariyah: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol 3 No 2 (2025): AL-USARIYAH: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM
Publisher : Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37397/al-usariyah.v3i2.898

Abstract

Penelitian ini membahas konsep hubungan harmonis dalam keluarga dari perspektif Yasir al-Hazimi, seorang cendekiawan Muslim kontemporer yang menekankan pentingnya pengembangan diri dan relasi interpersonal. Fokus utama penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis tiga pilar hubungan harmonis menurut Yasir al-Hazimi, yaitu hubungan dengan Allah, hubungan dengan diri sendiri, dan hubungan dengan sesama. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi tokoh, mengkaji karya-karya Yasir al-Hazimi serta literatur Islam yang relevan. Temuan menunjukkan bahwa ketiga pilar tersebut sberperan sinergis dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Hubungan dengan Allah membangun landasan spiritual, hubungan dengan diri sendiri memperkuat harga diri dan komunikasi yang sehat, sementara hubungan dengan orang lain ditegakkan melalui prinsip keadilan dan ihsan. Pemikiran Yasir al-Hazimi memberikan kontribusi penting dalam menjawab dinamika dan tantangan keharmonisan keluarga Muslim masa kini serta memperkaya diskursus hukum keluarga Islam. 
STRATEGI MENGATASI DAMPAK DIGISEKSUAL TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA MUSLIM DI ERA SOCIETY 5.0 PERSPEKTIF MAQASHID SYARIAH Adlin, Arief Budiman; Husaini, Akhmad
CENDEKIA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Vol. 5 No. 3 (2025)
Publisher : Pusat Pengembangan Pendidikan dan Penelitian Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51878/cendekia.v5i3.6249

Abstract

Digisexuality defined as a sexual inclination reliant on technologies such as artificialintelligence  (AI),  virtual  reality  (VR), and sex robots, has become a significant challenge  to  the integrity  of  Muslim  households  in  the  era of Society 5.0. This phenomenon  disruptsmarital relationships  on  psychological,  spiritual,  social, and moral  levels.  This  study  aims  to  examine  the  impact  of  digisexuality  on  family harmony and to formulate counter-strategies  based on  the  perspective  of  Maqasid  Sharia. Using  a qualitative  approach  and  library  research  method,  the  study  draws upon  primary  and secondary  sources  including  Islamic  jurisprudence,  tafsir,  academic  journals, and  relevant digital data. The findings reveal  that  digisexuality  negatively affects five  core  objectives of Maqasid Sharia: religion,  intellect,  honor,  lineage,  and  wealth.  In  response, five  integrative strategies  are  proposed: (1) Islamic  sexual  ethics ; (2) Islamic sexual  education  based  on digital  media; (3) managing  media  communication  and  digital  financial  technology; (4) increasing  quality time  through  digital  literacy within the household; and (5) revitalizing religious education  in  the  domestic  sphere. These strategies  are curative, preventive, and transformative in strengthening  the  moral and spiritual  resilience  of  Muslim  families  amid  the  growing  wave  of  digitalization. ABSTRAK Digiseksualitas yaitu kecenderungan seksual yang bergantung pada teknologi seperti AI,VR, dan robot seks, telah menjadi tantangan nyata dalam menjaga keutuhan keluarga muslim di era Society 5.0. Fenomena ini mengganggu relasi suami istri secara psikologis, spiritual, sosial, dan moral. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak digiseksualitas terhadap keharmonisan keluarga serta merumuskan strategi penanggulangannya berdasarkan perspektif Maqashid Syariah. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi pustaka, memanfaatkan sumber-sumber primer dan sekunder seperti buku fikih, tafsir, jurnal ilmiah, dan  data digital relevan. Hasil kajian menunjukkan bahwa digiseksualitas berdampak pada lima  aspek  utama  maqashid syariah: agama,  akal, kehormatan,  keturunan, dan  harta. Sebagai respons,  dirumuskan lima strategi integratif: (1) Etika seksualitas dalam islam ; (2)  Edukasi seksual  islam berbasis media digital (3) Mengelola Media  Komunikasi dan Teknologi Finansial Digital (4) Peningkatan quality time dengan literasi digital dalam keluarga (5) Revitalisasi pendidikan agama  dalam lini keluarga. Kelima strategi tersebut bersifat kuratif, preventif, dan transformatif dalam membangun ketahanan nilai dan spiritualitas keluarga muslim di tengah arus digitalisasi yang terus berkembang.
NAFKAH ANAK BAGI PASANGAN KAWIN SIRI MENURUT MAZHAB SYAFI’I (STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NO. 0882/PDT.G/2020/PA.MLG DAN NO. 289/PDT.G/2019/PA.PBM) Annaufal, Muhammad; Husaini, Akhmad
CENDEKIA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Vol. 5 No. 4 (2025)
Publisher : Pusat Pengembangan Pendidikan dan Penelitian Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51878/cendekia.v5i4.7142

Abstract

This study analyzes the differences between the rulings of the Religious Court of Malang (No. 0882/Pdt.G/2020/PA.Mlg) and the Religious Court of Prabumulih (No. 289/Pdt.G/2019/PA.Pbm) concerning the obligation of child support from unregistered marriages (siri), which reveal a tension between formal-legal and substantial-normative judicial approaches. The research focuses on examining the judges' legal considerations in both rulings and linking them to the principles of the Shafi'i school of jurisprudence (fiqh) and positive law in Indonesia. Using a normative legal approach and descriptive qualitative methods, secondary data was collected from copies of the court rulings cited in a thesis, as well as from fiqh literature, journals, and legislation. The results indicate that the Malang Religious Court granted the claim for child support based on the establishment of lineage through paternal acknowledgment, aligning with the Shafi'i school's view that considers the obligation of support as the child's luzum (inherent and permanent) right. Conversely, the Prabumulih Religious Court rejected the claim due to the absence of official marriage registration, reflecting a formalistic approach that overlooks substantive aspects. Therefore, this study concludes that courts which prioritize the establishment of lineage, including through scientific evidence, are more aligned with the objective of Islamic law (maqasid al-shari'ah) to protect the rights of the child. ABSTRAKPenelitian ini menganalisis perbedaan putusan Pengadilan Agama Malang (No. 0882/Pdt.G/2020/PA.Mlg) dan Pengadilan Agama Prabumulih (No. 289/Pdt.G/2019/PA.Pbm) terkait kewajiban nafkah anak dari pernikahan siri, yang menunjukkan adanya ketegangan antara pendekatan hukum formal-legal dan substansial-normatif. Fokus penelitian ini adalah mengkaji pertimbangan hukum hakim dalam kedua putusan tersebut dan mengaitkannya dengan prinsip-prinsip fikih mazhab Syafi’i dan hukum positif di Indonesia. Dengan menggunakan pendekatan hukum normatif dan metode kualitatif deskriptif, data sekunder dikumpulkan dari salinan putusan yang dikutip dalam tesis serta literatur fikih, jurnal, dan perundang-undangan. Hasilnya menunjukkan bahwa Putusan PA Malang mengabulkan gugatan nafkah dengan dasar pembuktian nasab melalui pengakuan ayah, sejalan dengan pandangan mazhab Syafi’i yang menganggap kewajiban nafkah sebagai hak anak yang bersifat luzum (tetap). Sebaliknya, Putusan PA Prabumulih menolak gugatan karena ketiadaan pencatatan resmi, mencerminkan pendekatan formal yang mengabaikan aspek substansial. Dengan demikian, penelitian ini menyimpulkan bahwa pengadilan yang mengedepankan pembuktian nasab, termasuk melalui bukti ilmiah, lebih sesuai dengan tujuan syariat (maqasid syari’ah) untuk melindungi anak.
Keadilan dalam Pembagian Warisan antara Laki-laki dan Perempuan dalam Perspektif Fikih Islam Fadhillah, Iqbal Firdaus Rizky; Husaini, Akhmad; Ibrahim, Afif Maulana Malik; Fikri, Muhamad
Al-Usariyah: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol 3 No 3 (2025): AL-USARIYAH: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM
Publisher : Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37397/al-usariyah.v3i3.909

Abstract

Penelitian ini mengkaji konsep keadilan dalam pembagian warisan menurut hukum Islam, khususnya perbedaan bagian antara laki-laki dan perempuan. Metode yang digunakan adalah studi pustaka kualitatif dengan analisis mendalam terhadap pandangan ulama klasik dan kontemporer. Temuan utama menunjukkan bahwa keadilan dalam Islam bukanlah kesetaraan mutlak, melainkan pemberian hak sesuai proporsi dan tanggung jawab masing-masing ahli waris. Rasio bagian laki-laki dua kali lipat perempuan merupakan implementasi keadilan distributif yang didasarkan pada tanggung jawab finansial laki-laki dalam keluarga Islam. Selain itu, terdapat kondisi-kondisi khusus di mana perempuan menerima bagian warisan lebih besar dari laki-laki, menegaskan fleksibilitas dan keadilan sistem waris Islam. Pemahaman yang tepat tentang perbedaan antara ‘illah (sebab hukum) dan hikmah (tujuan hukum) penting untuk menghindari kesalahpahaman terhadap ketentuan ini. Penelitian membuktikan bahwa sistem waris Islam tidak diskriminatif terhadap gender, melainkan mengatur pembagian secara proporsional sesuai beban sosial-ekonomi dan tanggung jawab keluarga. Oleh karena itu, tuduhan ketidakadilan terhadap perempuan dalam warisan Islam dapat dibantah dengan pemahaman yang komprehensif terhadap konteks dan tujuan hukum waris tersebut.