Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

LIMITATIONS OF WOMEN'S GENITALS ACCORDING TO M. SYAHRUR (Ijtihad Method Analysis Study) Iqbal Dwi Syariansyah; Faisar Ananda; Jamil Jamil
JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, dan Keagamaan Vol 8, No 2 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mzn.v8i2.10673

Abstract

The formulation of the research problem is What are the limits of female genitalia according to M. Syahrur and How does M. Syahrur use the ijtihad method in determining the boundaries of female genitalia. This research is library research, using a reference source by M. Syahrur entitled al-Kitab wa al-Qur'anal-Qur'an Mu'ashirahMu'ashirah as the primary reference, as well as other books which include the issue of the boundaries of women'swomen's private parts. The results of the study show that the application of M. Syahrur'sSyahrur's limit theory (nazhariatul hudud) in the problem of the boundaries of women'swomen's private parts states that women cannot be naked because they exceed or exceed the minimum limit (al-hadd al-adnaa). The elements that must be covered and constitute genitalia for women are under the minimum limit (al-hadd al-adnaa), namely the lower part (al-juyub as-sufliyah), (al-juyub as-sufliyah) consisting of the genitals, buttocks, armpits, and breasts. The limitations of women'swomen's private parts in social activation in society include the minimum limits (al-hadd al-adnaa) and parts of women'swomen's bodies that must be covered per public perceptions. Women may not exceed the maximum limit (al-hadd al-a'la). Therefore, they cannot hide their face and hands, such as veiling (niqab). The ijtihad method used by M. Syahrur in determining the boundaries of women'swomen's private parts, with his theory Nazhariatul Hudud explains that there is a minimum limit (al-hadd al-adnaa) and a maximum limit (al-hadd al-a'laaal-a'laa). The minimum limit is the lowest provision of the rules prescribed by Allah SWT, while the maximum limit is the highest limit of a rule. Therefore, it is not permissible to do something less than the minimum limit and also not to do anything more than the maximum limit.Rumusan masalah penelitian ini adalah Apa saja batasan aurat perempuan menurut M. Syahrur dan Bagaimana metode ijtihad yang digunakan M. Syahrur dalam menentukan batasan aurat perempuan. Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), dengan menggunakan sumber rujukan karya M. Syahrur berjudul al-Kitab wa al-Qur’an Mu`ashirah sebagai rujukan primer, serta kitab-kitab lainnya yang mencantumkan tentang masalah batasan aurat perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengaplikasian teori limit (nazhariatul hudud) M. Syahrur dalam masalah batasan aurat perempuan menyebutkan bahwa perempuan tidak boleh telanjang, karena melebihi atau melampui dari batas minimal (al-hadd al-adnaa). Bagian-bagian yang wajib ditutupi dan merupakan aurat bagi perempuan sesuai dengan batas minimal (al-hadd al-adnaa), yakni bagian bawah (al-juyub as-sufliyah),  (al-juyub as-sufliyah) terdiri dari kemaluan, pantat, ketiak, dan payudara. Batasan aurat perempuan dalam aktivasi sosial di masyarakatnya melingkupi batasan minimal (al-hadd al-adnaa), serta bagian dari tubuh perempuan yang harus ditutup sesuai dengan persepsi masyarakat. Perempuan Tidak boleh melampui batas dari batasan maksimal (al-hadd al-a`alaa), sebab itu tidak boleh menutup wajah dan dua telapak tangan, seperti bercadar (niqab).  Metode ijtihad yang digunakan M. Syahrur dalam menentukan batasan aurat perempuan, dengan teorinya nazhariatul hudud menjelaskan bahwa ada batas minimal (al-hadd al-adnaa) dan batas maksimal (al-hadd al-a`laa). Batasan minimal, adalah ketentuan paling rendah dari aturan yang telah disyari`atkan oleh Allah SWT, sedangkan batas maksimalnya adalah batas paling tertinggi dari suatu aturan. Sebab itu, tidak dibolehkan melakukan sesuatu kurang dari batas minimal dan juga tidak boleh melakukan sesuatu melebihi dari batas maksimal
Ketidakpastian Hak Asuh Anak Akibat Perceraian Orang Tua Syahputri Hutabarat; Faisar Ananda
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 1 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pernikahan adalah suatu bentuk hubungan sakral alam menjalin hubungan antara pria dan Wanita yang sudah pantas dalam usia dan kemantapan jiwa dengan tujuan untuk mendirikan sebuah keluarga, yang nantinya akan berisi ayah ibu dan anak. Pernikahan selalu identik dengan kebahagiaan, keindahan, karena dimulai dengan rasa suka cita dan kadang glamour pada perhelatannya. Tak semua pernikahan memiliki ending yang Bahagia. Adakalanya ia akan berakhir dengan perceraian. Melalui metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan wawancara mendalam pada informan, dari perceraian yang terjadi akan berefek pada anak terkait hak asuh. Pola asuh anak yang terbiasa dengan kedua orangtuanya akan mempengaruhi psikologisnya secara mental dan spiritual disaat beralih pada salah satu orangtua.
Hukum Pernikahan Dalam Perspektif Di Dunia Islam Wisnu Wardana; Faisar Ananda
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 1 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Agama Islam memandang pernikahan merupakan perjanjian yang sakral, bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggung jawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus dilakukan. Hukum keluarga merupakan hukum yang paling tua dibandingkan jenis hukum lain, karena ketika berbicara keluarga maka yang perlu disepakati bahwa keluarga itu merupakan unit terkecil dalam masyarakat,yang minimal terdiri dari seorang suami dan seorang isteri. Tulisan ini untuk menggambarkan pemahaman tentang apa itu perkawinan,rukun dan syarat perkawinan, hukum perkawinan serta bagaimana pencatatan perkawinan dan hak keperdataan istri dan anak. Melalui tema ini berusaha untuk diuraikan. Adapun kesimpulan yang dapat dirumuskan perkawinan adalah suatu perjanjian suci antara seorang pria dan perempuan untuk membangun rumah tangga yang bahagia. Dan sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat. Dimana Hukum dalam perkawinan ada 5 yaitu wajib, sunnah, makruh, mubah, dan haram. Dan perkawinan yang baik itu dicatatkan disertai pembuktiannya dengan akta nikah sehingga akan mendatangkan maslahat untuk pihak istri dan keturunannya.
Mempertahankan Keutuhan Rumah Tangga Pasangan Yang Hamil di Luar Nikah Ditinjau Dari Sikologis Rizky Ramadhan; Faisar Ananda
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 1 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Keutuhan Rumah Tangga Pasangan Yang Hamil di Luar Nikah Ditinjau dari Sikologis. Penggunaan metode pada penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris yang bertujun dalam memberi data dengan teliti secara maksimal mengenai manusia, situasi ataupun indikasi lain. Tujuan dari penulisan ini menurut teoritis diharapkan mampu meningkatkan pengetahuaan bacaan pendukung sebagai bentuk menambahkan khazanah wawasan untuk pembacanya. Dan penelitian ini mampu sebagai informasi yang bermanfaat untuk penulis terkhusus sebagai penyumbang perilaku keilmiahan ke profesional. Menurut Islam, perkawinan merupakan sebuah kesepakatan ataupun akad terikat dari seorang pria dan wanita menuju proses halal berhubungan kelamin dari dua pihak secara sukarela dari keduanya dan hal tersebut adalah menggunakan jalan yang diridhai Allah SWT. Perkawinan tidak hanya agar mencukupi keperluan biologis, namun juga mendapatkan ketenangan dan ketentraman dalam hidup untuk laki-laki dan perempuan yang telah menjadi sepasang suami dan istri karena dilanda kasih sayang dan cinta. Menurut Islam, rumah tangga yang baik tidak dinilai berdasarkan aspek materi saja, namun dinilai dari seluruh peralatan yang dibutuhkan, namun variabel pemberian nilai yang pokok untuk suatu keluarga yaitu bagaimana beberapa nilai akhlak tertanam pada rumah tangga itu sendiri, khususnya bagaimana hubungan pada keanggotaan keluarga sekitarnya, kebaikan suatu masyarakat adalah gambaran sikap pribadi seorang anak dan remaja yang bergantung terhadap pembimbingan orang tuanya dalam setiap rumah tangga.
Penetapan Dan Kepatuhan Terhadap Dispensasi Pasangan Muda Terkait Nikah di Pengadilan Agama M. Rizky Alqodry Bancin; Faisar Ananda
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 1 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Adanya pembatasan usia pernikahan diharapkan agar para calon mempelai yang ingin melaksanakan pernikahan dapat mempertimbangkan terlebih dahulu segi kesehatan, psikologis, jasmani dan rohani sehingga kehidupan dapat tercapai. Usia pernikahan merujuk kepada (UU No. 16 Tahun 2019). Berubah menjadi (UU No. 1 Tahun 1974) Tentang Perkawinan yang awal mula Usia pria 19 Tahun dan Wanita 16 Tahun diubah 19 tahun bagi pria dan wanita. Dengan adanya Perubahan Umur, Pernikahan ternyata tidak sedikit yang ingin menikah dibawah usia pernikahan tersebut, untuk itu calon mempelai berupaya meminta Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama. Pernyataan ini membuktikan permintaan Dispensasi Nikah yang diajukan di PA Yogyakarta di tahun 2019 dengan jumlah 40 permohonan disebabkan oleh beberapa faktor yang didomoinasi oleh faktor hamil diluar nikah bahkan ada yang sudah melahirkan. Dalam proses persidangan dipimpin oleh hakim tunggal yang berdasarkan pernyataan dan bukti nyata yang cukup. sehingga jika alasan dan bukti tersebut terpenuhi hakim dapat mengabulkan dengan dalih menolak bahaya harus diutamakan daripada mengambil kemaslahatan.
Kajian Poligami Melalui Pendekatan Transdisipliner (Antropologi, Hukum Positif Dan Filsafat) Risma Handayani Lubis; Faisar Ananda
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 1 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Poligami merupakan satu dari sekian permasalahan dalam hukum keluarga. Pelaksanaannya dari dulu hingga sekarang terus saja menimbulkan problema. Dalam penelitian ini penulis mengkaji poligami dari berbagai sudut pandang, yakni dari segi antropologi, hukum positif dan filsafat. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian pustaka yang menggunakan deskriptif-kualitatif sebagai metode penelitiannya dengan pendekatan transdisipliner sebagai implementasi dari wahdatul ulum. Sumber penelitian didapat dari berbagai buku dan kitab-kitab, peraturan perundangan, artikel dan sumber bacaan lainnya.. Hasil penelitian menunjukkan poligami boleh dilakukan hanya dalam keadaan yang darurat saja dan dibatasi hanya 4 orang. Namun dalam perkembangannya Negara Muslim melakukan pembaruan terhadap hukum poligami, salah satunya adalah memberikan syarat pada pelaksanaannya dan memberikan keharaman dalam poligami. Aturan-aturan tersebut tentunya dibuat demi menjaga kemaslahatan umat dan menghindari kemudaratan yang akan terjadi.
Dampak Pengabaian Hukum Waris Dalam Psikologi Keluarga Budi Tama Siahaan; Faisar Ananda
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 1 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hukum kewarisan merujuk pada hukum Islam menjadi bagian dari hukum keluarga (al-Ahwalus Syakhsiyyah). Ilmu tersbeut dinilai begitu penting untuk dikaji supaya pada praktiknya dapat menghindari kesalahan dan keccurangan dalam masalah pembagian harta serta mampu dijalankan dengan adil, melalui belajar tentang hukum kewarisan Islam untuk umat Islam, dapat memberikan hak-hak yang berhubungan dengan harta waris yang menjadi peninggalan dari muwarris (pewaris) serta diserahkan terhadap ahli waris yang berhak memperolehnya. Maka dari itu, seseorang dapat menghindari dosa yaitu tidak memakan harta mereka yang tidak berhak, sebab tidak diterapkannya hukum Islam kewarisan. Waris sendiri berarti harta peninggalan yang di berikan kepada ahli waris yang masih hidup. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 211, Hibah orang tua kepada anaknya dapat di perhitungkan sebagai warisan. Dalam pemberian hibah tersebut dilakukan secara musyawarah dan atas persetujuan ahli waris yang ada, agar tidak terjadi perpecahan dalam keluarga. Memang prinsip pelaksanaan hibah orang tua kepada anak sesuai dengan petunjuk Rasulullah Saw. hendaknya bagian mereka disamakan. Kalaupun dibedakan, maka harus atas musyawaroh bersama. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa pemberian hibah orang tua dapat diperhitungkan sebagai warisan
Mahram dan Larangan Kawin Semarga Adat Batak Toba dalam Pandangan Hukum Islam Erwansyah Erwansyah; Faisar Ananda
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 1 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v4i1.9320

Abstract

Mahram merupakan permasalahan yang sangat penting dalam Islam, karena dapat mempengaruhi keabsahan sebuah perkawinan. Mahram merupakan keputusan Allah SWT sebagai bentuk kesempurnaan agama ini, yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk mengetahui siapa yang termasuk mahram dan haknya. Selain itu, mahram juga sampai pada persoalan perkawinan semarga. Masalahnya adalah apakah hal tersebut dianggap bertentangan dengan keberadaan mahram atau tidak. Masalah ini selalu diperdebatkan oleh para tokoh Agama, sehingga melahirkan berbagai pendapat, ada yang melarang kawin semarga dan ada yang membolehkanya, sebab jika dilarang kawin semarga dipandang sebagai hal yang bertentangan dengan Agama. Sebagai kesimpulan penulis menyatakan permasalahan ini bukan termasuk daruriyyat, melainkan hanya kategori hajiyyat saja. Dengan kata lain bahwa larangan pernikahan semarga hukumnya boleh (mubah) dalam Islam.
Pencabutan Hak Asuh Anak Di Bawah Umur Akibat Kelalaian Ibu dalam Mengurus Anak Ditinjau dari Maqashid Syari’ah (Analisis Putusan Pengadilan Agama Medan No.2568/Pdt.G/2020/PA.Mdn) Fikri Al Muhaddits Dalimunthe; Faisar Ananda
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 1 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v4i1.9321

Abstract

Diatur dalam fikih bahwa jika terjadi perceraian maka yang paling berhak mengasuh anak yang belum mumayiz adalah ibu si anak. Jika ada persyaratan hadanah yang dilanggar ibunya, maka pengasuhan beralih kepada ibunya ibu si anak (nenek). Namun, Putusan Pengadilan No. 2568/Pdt.G/2020/PA.Mdn menetapkan hadanah ada pada ayah si anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan hadanah menurut fikih dan peraturan perundang-undangan, mengetahui pertimbangan hakim dalam putusan tersebut, mengetahui analisis terhadap pertimbangan hakim ditinjau dari maqashid syariah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa berdasarkan Pasal 105 KHI, pengasuhan anak yang belum mumayiz atau belum berumur 12 tahun menjadi hak (ibu) sepanjang istri (ibu) masih memenuhi syarat yaitu tidak bersuami baru. Namun meskipun pihak ibu yang lebih berhak atas hak asuh anak tetapi dalam kondisi tertentu hak hadanah ibu dapat gugur apabila tidak memenuhi syarat seperti yang di atur dalam Pasal 156 poin c KHI bahwa dikhawatirkan anak yang diasuh oleh orang yang memiliki sifat kurang baik akan berdampak buruk bagi anak yang berada dalam asuhannya. Selanjutnya, keputusan hakim yang menetapkan ayah sebagai seseorang yang berhak dalam mengasuh anak karena kelalain ibu dalam mengurus anak sudah sesuai dengan maqashid syariah yaitu berkaitan erat dengan konsep dharuriyyat dalam unsur (hifzh al-nafs), yang mana prinsip ini bertujuan untuk menjaga diri si anak baik secara jasmani dan rohani agar tidak kehilangan hak bagi dirinya sebagai seorang anak. Juga berada pada konsep dharuriyyat aspek menjaga akal (hifzh al-‘aql). Perkembangan akal seorang anak harus diperhatikan oleh orang tua karena dengan akal lah seseorang akan memiliki potensi untuk mendapatkan derajat yang tinggi atau yang rendah dalam kehidupan. Untuk yang terakhir jika dilihat dari prinsip maqashid syariah dalam prinsip hifzh al-nasab maka prinsip ini bertujuan agar si anak tetap jelas nasabnya dari kedua orang tua yang bercerai. Oleh sebab itu hadanah dijatuhkan kepada ayah kandung si anak dan bukan pada kerabat ibunya karena di dalam kewarisan harus mempunyai kejelasan nasab, agar tidak dikhawatirkan pemutusan nasab dari orang tua yang bercerai.
Pernikahan Di Bawah Umur Di Desa Tanjung Anom Pancur Batu dalam Perspektif Hukum Keluarga Islam Ramadayadi Ramadayadi; Faisar Ananda
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 1 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v4i1.9322

Abstract

Hal ini berkaitan dengan Kompilasi Hukum Islam tentang pengertian perkawinan, yang menggambarkannya sebagai akad mitsaqan ghalizhan yang sangat ampuh untuk menerima perintah Allah dan melaksanakannya, artinya ibadah. Pernikahan dalam Islam merupakan salah satu ibadah. Untuk mewujudkan keluarga yang tenteram, agama dan negara juga menetapkan hukum-hukum perkawinan, terutama yang berkaitan dengan umur calon suami istri sampai mereka dapat dianggap dewasa dan berkembang. Meskipun demikian, ada beberapa contoh pernikahan remaja di Indonesia. Penulis ingin menyelidiki bagaimana undang-undang negara dan agama melarang pernikahan muda sehubungan dengan masalah ini. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian lapangan dan teknik penelitian kualitatif. Penulis sampai pada kesimpulan bahwa batasan usia untuk menikah secara eksklusif diatur oleh undang-undang perkawinan negara, bukan peraturan hukum Islam berdasarkan analisis menyeluruh terhadap fakta dan data yang dikumpulkan selama penelitian. Penulis pun sampai pada kesimpulan bahwa alasan masing-masing calon suami istri menikah muda sangat berbeda-beda. Keinginan untuk menjunjung tinggi keimanan, kehormatan, serta mencari kesenangan dan kekayaan dalam hidup merupakan beberapa unsur dan tujuan. serupa dengan perkawinan suami-istri di bawah umur di lingkungan Pancur Batu Desa Tanjung Anom. Karena calon pasangannya adalah orang yang religius dan bermoral, mereka mengambil keputusan untuk menikah dini dan berharap kehidupan pernikahan mereka akan mewujudkan impian merekaKata.