Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Naskah Catatan Harian Abdul Mugni dan Abdul Fatah sebagai Sumber Historiografi Malangbong Garut (1933 – 1990) Nurussalam, Kiki; Darsa, Undang Ahmad; Sopian, Rahmat
MOZAIK Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora Vol. 15 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/mozaik.v15i1.67703

Abstract

Dengan menggunakan tinjauan filologi dan historiografi, tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan deskripsi naskah dan kritik teks Catatan Harian Abdul Mugni dan Abdul Fatah serta mengidentifikasi ungkapan sejarah perkembangan Malangbong Garut tahun 1933 – 1990 yang terkandung di dalamnya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dari hasil wawancara dan studi pustaka. Dikarenakan naskah ini belum pernah digarap dan disalin, maka metode kajian filologi yang digunakan adalah metode terhadap naskah tunggal edisi standar. Hasilnya, dalam teks naskah catatan harian ini ditemukan beberapa kasus salah tulis yang disebabkan oleh kesalahan dalam menuliskan kosakata yang berasal dari bahasa asing seperti Belanda dan Arab. Di dalamnya banyak rekaman informasi sejarah seperti Kudeta Makkah 1979, masuknya program listrik masuk desa, fenomena pergi haji, keluarga berencana, dan lain sebagainya. Dengan demikian, naskah ini dapat mengungkap sejarah perkembangan unsur-unsur budaya masyarakat Malangbong, Garut dalam kurun waktu 57 tahun berdasarkan perspektif masyarakatnya sendiri.Kata kunci: naskah, catatan harian, filologi, historiografi, Malangbong
TINJAUAN KONVENSI PUISI (PUPUH DAN SYAIR) DALAM NASKAH WAWACAN RAWI MULUD: TINJAUAN KONVENSI PUISI (PUPUH DAN SYAIR) DALAM NASKAH WAWACAN RAWI MULUD Sopian, Rahmat
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 6 No 2 (2024): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Juni 2024
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v6i2.243

Abstract

Wawacan Rawi Mulud (WRM) merupakan naskah yang bernuansa keagamaan, yakni agama Islam. Secara garis besar WRM menceritakan tentang proses turun-temurunnya Nur Muhammad. Naskah ini berasal dari Tasikmalaya namun menurut kolofon naskah, naskah ini ditulis di Sumedang. WRM ini tidak seperti wawacan pada umumnya karena selain dibangun oleh pupuh juga dibangun oleh syair. Total secara keseluruhan jumlah bait dalam WRM berjumlah 773 bait yang terbagi menjadi 38 kanto. Bait-bait dalam WRM tersebar dalam 9 Syair dan 13 Pupuh. Adapun ketiga belas pupuh tersebut adalah: Sinom, Asmarandana, Dangganggula, Pangkur, Kinanti, Kumambang, Mijil, Pucung, Durma, Gambuh, Magatru, dan Wirangrong. dari syair dan pupuh yang disajikan dalam WRM beberapa di antaranya tidak sesuai dengan pola metrum yang telah baku. Pada syair secara umum jumlah suku kata adalah 10 namun ditemukan juga yang berjumlah 9. Kemudian pada pupuh untuk Mijil terjadi perubahan Guruwilangan (jumlah suku kata) padalisan (baris) empat dari 10 menjadi 9. Kemudian pola metrum Gambuh terjadi perubahan Guruwilangan (jumlah suku kata) padalisan (baris) pertama dari 7 menjadi 8.
WAYANG DAN KREATIVITAS DALANG DALAM NASKAH SUNDA KUNO: WAYANG DAN KREATIVITAS DALANG DALAM NASKAH SUNDA KUNO Ruhimat, Mamat; Sopian, Rahmat
KABUYUTAN Vol 1 No 3 (2022): Kabuyutan, November 2022
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/kabuyutan.v1i3.84

Abstract

Naskah-naskah Sunda Kuno yang sampai kepada kita di masa sekarang merupakan peninggalan yang sangat berharga. Di dalamnya terkandung aneka ragam gagasan dan kecerdasan orang Sunda masa lalu. Naskah-naskah tersebut sebagian sudah diteliti oleh para ahli dari berbagai bidang. Sebagian lagi masih belum tersentuh secara mendalam. Dari beberapa naskah yang sudah diteliti terdapat naskah-naskah yang berhubungan dengan dalang dan wayang. Wayang sebagai media penyebaran agama, seni, dan kreativitas orang Sunda pada masa lalu tercatat dalam naskah-naskah Sunda Kuno seperti Sewaka Darma, Sanghyang Siksakandang Karesian, Sanghyang Swawar Cinta, dan Pantun Ramayana. Dalang memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat Sunda masa lalu. Sanghyang Siksakandang Karesian memberikan nama kepada dalang dengan sebutan mémén. Seorang mémén tentu harus memiliki keahlian dalam menceritakan kisah-kisah yang sudah ada pada masa itu, terutama kisah-kisah dari parwa Mahabarata. Kemampuan bercerita ini harus dikuasai oleh dalang karena ia akan menjadi tempat bertanya bagi orang-orang yang ingin mengetahui segala hal yang berkaitan dengan kisah-kisah tersebut. Untuk menguasai kisah-kisah tersebut, tentu saja seorang dalang harus mempelajari teks-teks yang tertulis pada naskah-naskah Sunda Kuno. Naskah-naskah yang menjadi acuan para dalang tersebut sebagian masih dapat dibaca dan diteliti pada masa sekarang.
Indeksasi Digital Aksara Sunda Kuno: Studi Kasus pada Naskah Koleksi Skriptorium Kabuyutan Ciburuy Garut Sopian, Rahmat; Pradana, Aditya; Ruhimat, Mamat
Manuskripta Vol 7 No 1 (2017): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33656/manuskripta.v7i1.75

Abstract

The research of script on manuscripts (Sundanese manuscript) has long been done. One reason is because in philological work, the step of script description used for the study object is a mandatory. In almost every philological research, the section of script comparison used in the manuscript (which is used as the study object) with similar script that have been studied previously, must be found. The activity results in the revelation of the script uniqueness exists in the researched manuscript. Although these studies have contributed considerably to ease the reading of Sundanese script in other Old Sundanese manuscripts, there has not been much information on the causes of variations in Old Sundanese script. One cause is the disorganized data (the data is separated). In this paper, we will describe an application that we designed to do the indexing of Old Sundanese script. In this first stage, we use data from Old Sundanese manuscripts from Kabuyutan Ciburuy Garut. It is expected that the good and accessible digital indexation of the Old Sundanese script could be the first step to uncover the mystery of the variations of the characters in Old Sundanese manuscripts. === Penelitian aksara pada naskah (naskah Sunda) sudah sejak lama dilakukan. Hal ini dikarenakan dalam langkah kerja filologi pendeskripsian aksara yang digunakan pada objek kajian merupakan sebuah keharusan. Hampir di setiap penelitian filologi pasti ditemukan subbab perbandingan aksara yang digunakan pada naskah (yang menjadi objek kajian) dengan aksara sejenis yang telah diteliti sebelumnya. Hasil dari kegiatan tersebut di antaranya terungkap hal-hal yang unik yang berkaitan dengan aksara yang hanya terdapat naskah tersebut. Meskipun Penelitian-penelitian tersebut telah banyak menyumbang dalam mempermudah pembacaan aksara Sunda Kuno pada naskah-naskah lainnya, namun masih belum banyak memberi keterangan terhadap penyebab terjadinya variasi pada aksara Sunda Kuno. Hal tersebut dikarenakan data tersebut masih belum diorganisir dengan baik (masih terpisah-pisah). Dalam makalah ini kami paparkan sebuah aplikasi yang kami rancang dapat melakukan indeksasi aksara Sunda Kuno. Pada tahap pertama ini kami menggunakan data dari naskah-naskah Sunda Kuno dari Kabuyutan Ciburuy Garut. Diharapkan setelah adanya indeksasi digital aksara Sunda Kuno yang baik dan mudah diakses, dapat menjadi langkah awal untuk mengungkap misteri dari variasi-variasi aksara yang ada pada naskah-naskah Sunda Kuno.
Sundanese "Kecap Anteuran" from the perspective of Japanese onomatopoeia Risagarniwa, Yuyu Yohana; Lyra, Hera Meganova; Sopian, Rahmat
Wacana, Journal of the Humanities of Indonesia Vol. 26, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

One of the distinctive features of the Sundanese language is the use of Kecap Anteuran (KA), or verb intensifiers. This linguistic feature often poses challenges when translating Sundanese into foreign languages, particularly European languages. However, we argue that Sundanese KA demonstrates a higher degree of translatability into Japanese, a language that also uses verb intensifiers similar to those found in Sundanese. In Japanese, words analogous to Sundanese KA are categorized as giongo-gitaigo, although the term onomatope is more commonly used. This study aims to identify Sundanese KA based on Tamori’s classification of Japanese onomatopoeia. Using a descriptive-qualitative approach, we examine (Sound [S] and Mentality [M]) onomatopoeia. The findings reveal that Sundanese onomatopoeic and non-onomatopoeic KA align with their respective Japanese counterparts as classified by Tamori, based on their associations with sensations, perceptions, emotional states, and the descriptions of activities.