Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Hubungan antara Jumlah Gigi dan Jumlah Oklusi Gigi Posterior dengan Kekuatan Genggaman Tangan pada Populasi Lansia di Yogyakarta Christia Aye Waindy Vega; Bekti Nur’aini; Bambang Priyono; Elastria Widita; Lisdrianto Hanindriyo; Dewi Agustina; Fimma Naritasari; Rini Widyaningrum; Budi Rodestawati
Jurnal Kesehatan Vokasional Vol 8, No 2 (2023): May
Publisher : Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jkesvo.76423

Abstract

Latar Belakang: Penurunan jumlah gigi dan oklusi gigi posterior dapat memengaruhi kemampuan mengunyah yang dapat berakibat pada berkurangnya asupan nutrisi. Hal ini dapat berdampak pada aktivitas otot, terutama masa dan kekuatan otot yang tercermin melalui kekuatan genggaman tangan.Tujuan: Mengetahui hubungan antara jumlah gigi dan jumlah oklusi gigi posterior dengan kekuatan genggaman tangan populasi lansia di Yogyakarta.Metode: Penelitian observasional dengan rancangan cross sectional dilakukan pada 75 lansia berusia ≥60 tahun. Pemeriksaan rongga mulut dilakukan oleh empat dokter gigi terlatih. Pemeriksaan Indeks Masa Tubuh dan pemeriksaan fisik dilakukan oleh dua higienis gigi terlatih. Gigi dihitung dengan menjumlahkan gigi asli, jumlah oklusi gigi dihitung menggunakan Index Eichner’s. Indeks Masa Tubuh (IMT) dihitung dengan satuan kg/m2. Kekuatan genggaman tangan diukur menggunakan hand dynamometer dalam satuan kilogram. Tingkat aktivitas fisik dievaluasi menggunakan kuesioner terstandar IPAQ. Uji chi-square dan regresi logistik digunakan untuk mengetahui hubungan antara jumlah gigi, jumlah oklusi gigi dan variabel covariat dengan kekuatan genggaman tangan.Hasil: Uji Chi-square menunjukkan tidak terdapat perbedaan kekuatan genggaman tangan antara subjek yang memiliki jumlah gigi ≥20 dan <20 serta antara subjek dengan ≥2 dan <2 zona oklusi gigi posterior. Faktor risiko penurunan kekuatan genggaman tangan adalah aktivitas fisik (OR= 6,342, p=0,010). Kesimpulan: Mempertahankan jumlah gigi ≥20 dan aktivitas fisik bermanfaat untuk mempertahankan kesehatan oral dan sistemik.
Hubungan Kadar Kesadahan dan Fluorida dalam Air Bersih pada Kejadian Penyakit Periodontal di Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, Yogyakarta Bekti Nur&#039;aini; Prayudha Benni Setiawan; Rieski Prihastuti; Budi Rodestawati; Christia Aye Waindy Vega
Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol 22, No 3 (2023): Oktober 2023
Publisher : Master Program of Environmental Health, Faculty of Public Health, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jkli.22.3.252-258

Abstract

Latar belakang: Penyakit periodontal termasuk masalah kesehatan oral di Indonesia dengan jumlah kasus periodontitis sebesar 74,10% pada tahun 2018. Penyakit periodontal pada tingkat keparahan tinggi dapat menyebabkan kehilangan gigi. Faktor primer penyebab penyakit periodontal adalah plak gigi dan diperkuat oleh keberadaan kalkulus. Terjadinya pembentukan kalkulus dapat meningkat bersama dengan jumlah kalsium dan mineral lainnya dalam saliva termasuk fluorida. Air sumur sebagai sumber air bersih yang digunakan masyarakat mengandung kesadahan dan fluorida. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar kesadahan dan fluorida dalam air bersih pada kejadian penyakit periodontal di Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan desain case control (kasus kontrol). Subjek penelitian sebanyak 120 responden, 60 kasus terdiagnosis penyakit periodontal dan 60 kontrol tidak terdiagnosis penyakit periodontal. Penelitian ini menggunakan data primer berupa sampel air bersih yang diujikan di Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta, data sekunder berupa data penyakit periodontal dari rekam medis pasien Puskesmas Pundong, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul Yogyakarta pada tahun 2016. Variabel bebas adalah kadar kesadahan dan fluorida dalam air bersih, variabel terikat adalah penyakit periodontal. Data yang diperoleh diuji menggunakan bivariate Chi Square dengan tingkat signifikansi 0,05 (5%).Hasil: Berdasarkan analisis bivariate, variabel kesadahan tidak berhubungan dengan kejadian penyakit periodontal (p=0,3153; OR=1,16), begitu pula variabel kadar fluorida tidak berhubungan dengan kejadian penyakit periodontal (p=0,1664; OR=1,7).Simpulan: Kadar kesadahan dan fluorida dalam air bersih tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian penyakit periodontal. ABSTRACT Title: Relationship between Hardness and Fluoride Levels in Water with Incidence of Periodontal Disease in Pundong District, Bantul Regency, YogyakartaBackground: Periodontal disease is one of oral health problems in Indonesia with 74.10% of periodontitis cases in 2018. Periodontal disease at high levels of severity can cause tooth loss. The primary factor causing periodontal disease is dental plaque and reinforced by the presence of calculus. The occurrence of calculus formation can increase along with the amount of calcium and other minerals in saliva including fluoride. Well water as a source of clean water used by the community contains hardness and fluoride. The purpose of this study was to determine the relationship between hardness and fluoride levels in water on the incidence of periodontal disease in Pundong District, Bantul Regency, Yogyakarta.Method: This research was analytical observational study with a case control design. The research subjects were 120 respondents, consisting of 60 cases with diagnosis of periodontal disease and 60 controls without diagnosis of periodontal disease. This study used primary data in the form of water samples tested at the Yogyakarta Health Laboratory Center, secondary data in the form of periodontal disease data from medical records of patients at the Puskesmas Kecamatan Pundong, Pundong District, Bantul Regency, Yogyakarta in 2016. The independent variables were fluoride and hardness levels in water, the dependent variable was periodontal disease. The data obtained was tested using Chi Square bivariate with a significance level of 0.05 (5%).Result: Based on bivariate analysis, the hardness variable was not associated with the incidence of periodontal disease (p=0.3153; OR=1.16), as well as the fluoride level variable was not associated with the incidence of periodontal disease (p=0.1664; OR=1, 7).Conclusion: Hardness and fluoride levels in water have no significant relationship with the incidence of periodontal disease.
Pengaruh karakteristik sosio-demografi terhadap kondisi jaringan periodontal pada penduduk usia lanjut di Yogyakarta: penelitian potong lintang Rodestawati, Budi; Vega, Christia Aye Waindy; Priyono, Bambang; Widita, Elastria; Hanindriyo, Lisdrianto; Agustina, Dewi; Mardhiyah, Iffah; Naritasari, Fimma; Widyaningrum, Rini
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM Vol 9, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/mkgk.84983

Abstract

Populasi lanjut usia merupakan fenomena global yang menjadi tren paling signifikan saat ini dan telah terjadi di semua negara dengan berbagai tingkat perkembangan, termasuk Indonesia. Penyakit periodontal merupakan salah satu permasalahan kesehatan oral yang utama di masyarakat dan keparahannya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Penyakit periodontal memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup lanjut usia dan merefleksikan permasalahan kesehatan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkajipengaruh karakteristik sosio-demografi terhadap kondisi jaringan periodontal pada penduduk usia lanjut di Yogyakarta. Penelitian dengan desain potong lintang ini melibatkan 108 responden (n = 108) berusia ≥ 60 tahun. Karakteristik sosio-demografi yang diteliti pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan karakteristik wilayah tempat tinggal. Kondisi jaringan periodontal dinilai berdasarkan status perdarahan (bleeding on probing), tingkat kedalaman poket periodontal (pocket depth), dan kehilangan perlekatan jaringan periodontal (clinical attachment loss). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dankarakteristik wilayah tempat tinggal berpengaruh terhadap status perdarahan (p = 0,001, p = 0,015) dan rerata kedalaman poket (p = 0,005, p = 0,027), namun tidak berpengaruh terhadap rerata kehilangan perlekatan jaringan periodontal (CAL) (p = 0,148, p = 0,105). Pada penelitian ini, jenis kelamin tidak memiliki pengaruh terhadap kondisi jaringan periodontal, baik pada status perdarahan (BOP) (p = 0,399), rerata kedalaman poket (PD) (p = 0,365), maupun rerata kehilangan perlekatan jaringan periodontal (CAL) (p = 0,179). Tingkat pendidikan dan karakteristik wilayah tempat tinggal berpengaruh terhadap kondisi jaringan periodontal (BOPdan PD) pada populasi lanjut usia, sehingga aspek tersebut perlu dipertimbangkan dalam perencanaan intervensi pencegahan penyakit periodontal pada lanjut usia.
The CORRELATION OF ORAL HEALTH LITERACY AND GINGIVAL STATUS AMONG ELDERLY IN YOGYAKARTA: A CROSS-SECTIONAL STUDY Rodestawati, Budi; Vega, Christia Aye Waindy; Nur'aini, Bekti; Widita, Elastria
Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana Vol. 9 No. 1 (2024): BERKALA ILMIAH KEDOKTERAN DUTA WACANA
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Kristen Duta Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/bikdw.v9i1.919

Abstract

Background: The aging population is growing faster in several countries around the world, including Indonesia. Oral health literacy as a personal-behavioral component has been studied and is regarded an important determinant of health as well as a causative factor for oral health disorders, which are subsequently thought to have an impact on oral health-related quality of life. Objective: The purpose of this study was to investigate the association between oral health literacy and oral health status among elderly in Yogyakarta. Method: This cross-sectional study included 193 respondents aged ?60 years in Yogyakarta City. The data collection was done using interviewer-administered questionnaires (socio-demography data, health history, health behavior, and oral health literacy) and clinical examination. The Modified Gingival Index is used to determine gingival health status during a clinical examination of the oral cavity. Result: The results of this study indicated that there was a significant relationship between oral health literacy and Modified Gingival Index (p=0.01). Understanding participants' oral health literacy levels was critical for developing successful health education materials and intervention programs that enhance oral health. Conclusion: Elderly people with higher oral health literacy have better oral health outcomes.