Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

KEDUDUKAN KREDITOR SEPARATIS PADA PIUTANG JAMINAN KEBENDAAN TERHADAP PROSES PKPU Kiki Nasir Hadi; Khalimi; Mohamad Ismed
Jurnal Cakrawala Ilmiah Vol. 1 No. 11: Juli 2022
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53625/jcijurnalcakrawalailmiah.v1i11.2861

Abstract

Kepailitan merupakan sita umum atas semua kekayaan debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas se-bagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kreditor separatis mempunyai hak eksekusi (parate eksekusi) untuk mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Pasal 55 Ayat (1) berbunyi: Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Intensivitas permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana kedudukan hak kreditor separatis terhadap jaminan kebendaan pada PKPU, Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa adanya ketentuan Pasal 56 ayat 1 dan Pasal 59 ayat 1 mengakibatkan kreditor separatis kehilangan kedudukan dan haknya sebagai kreditor separatis yang mengakibatkan berubah kedudukannya sebagai kreditor konkuren yang tidak mempunyai hak preferen dan hak eksekusi atas hak jaminan kebendaannya. Didalam kepailitan kreditor separatis mendapat posisi pertama dalam pelunasan piutang terhadap benda dibebankan hak jaminan, setelahnya tagihan kreditor preferan lalu tagihan kreditor konkuren. Alasan mengapa kedudukan kreditor separatis lebih tinggi daripada pemegang kreditor preferen adalah karena pada asasnya kehendak dari para pihak lebih diutamakan.
ASPEK HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DALAM MASA PANDEMI COVID-19 Rizki Rismawan; Khalimi; Mohamad Ismed
Jurnal Cakrawala Ilmiah Vol. 1 No. 11: Juli 2022
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53625/jcijurnalcakrawalailmiah.v1i11.2862

Abstract

Hadirnya pandemi Covid-19 pada perkembangan perekonomian secara global membawa pengaruh tidak hanya terhadap dunia ekonomi dan investasi, namun juga berkorelasi terhadap aspek perkembangan hukum terutama hukum ekonomi bisnis. Kewajiban membayar hutang, dapat dimohonkan pailit yang pada umumnya akan mengakibatkan terhentinya kegiatan usaha. Salah satu bidang hukum ekonomi bisnis yang turut mengalami perubahan sebagai upaya untuk mengakomodir perkembangan praktek transaksi bisnis modern adalah hukum kepailitan. enelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif, dengan pendekatan filosofis dan pendekatan konseptual. Temuan penelitian ini adalah bahwa titik penghubung antara PKPU dan kepailitan menjadi solusi namun mengandung potensi jebakan yang dapat berakibat fatal bagi debitur. Restrukturisasi kredit atau pembiayaan memiliki risiko rendah bagi debitur, sedang PKPU lebih baik diposisikan sebagai pilihan terakhir. Mengkaji upaya preventif yang dilakukan oleh Debitur pada Perusahaan Pailit untuk meredam kepailitan yang disebabkan Covid 19 dan solusi untuk melindungi pihak debitur dalam perusahaan yang mengalami pailit. Oleh karena itu, debitur harus cermat dalam memilih pola penyelesaian utang yang memiliki risiko paling kecil.
UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DAN DEBITUR DALAM MENCEGAH TINDAK PIDANA SECARA ONLINE Faisal Redo; Fauzi Yusuf; Mohamad Ismed
Jurnal Cakrawala Ilmiah Vol. 1 No. 11: Juli 2022
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53625/jcijurnalcakrawalailmiah.v1i11.2867

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sepanjang penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang sedang berkembang saat ini merupakan pengaruh yang tak terhindarkan dari era globalisasi. Kontrak elektronik merupakan salah satu jenis kontrak dimana regulasi aturannya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Dalam praktiknya, kontrak elektronik kredit pintar tidak selalu menguntungkan, dan risiko sering muncul dalam bentuk penipuan. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normative. Permasalahan yang timbul mengapa Kecurangan cenderung tidak hanya dilakukan oleh mereka yang berhak menuntut kinerja (disebut debitur atau kreditor), tetapi juga memiliki kewajiban. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa yang dilakukan dalam penelitian ini dapat disimpulkan, kepastiana hukum yang dapat diberikan terkait ulah pihak yang tidak bertanggung jawab yaitu dengan melakukan pengawasan secara preventif dan antisipasi agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang, serta memberikan perlindungan antar para pihak, sebagaimana di atur dalam KUHP Pasal 335 Ayat (1) Angka 1, Pasal 368 Ayat (1), dan Pasal 368 Ayat (1) KUHP. Bagi kreditur ada pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang pada Pasal 29 berupaya menerapkan prinsip dasar dari perlindungan pengguna yaitu transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data, dan penyelesaian sengketa pengguna secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.
Tanggung Jawab Pidana dan Uang Pengganti dalam Kasus Pencucian Uang Korupsi di Indonesia Januar Rasito; Kristiawanto Kristiawanto; Mohamad Ismed
Jurnal Penelitian Hukum Legalitas Vol 17, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Jayabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31479/jphl.v17i1.264

Abstract

This research discusses evidence in corruption money laundering cases in Indonesia, focusing on the use of reverse burden of proof. This burden of proof is applied primarily to the assets of the defendant in corruption cases. However, the use of this reverse burden of proof still raises uncertainties in its implementation, especially in identifying assets that are not defendants, and can have an impact on the ownership rights of the defendant's assets. This research uses a normative juridical method with interpretative analysis to investigate the complexity of the evidentiary mechanism. The results show that the defendant must prove that his/her assets are not the proceeds of a criminal offense to retain the right to the assets, otherwise, the assets will be confiscated by the state. Therefore, further clarification is needed in the relevant laws to improve clarity and fairness in the application of the reverse burden of proof in corruption and money laundering cases.
Mediasi Penal Sebagai Bentuk Penanganan Perkara Anak Ringgi Sarungallo; Ramlani Lina Sinaulan; Mohamad Ismed
Jurnal Penelitian Hukum Legalitas Vol 17, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Jayabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31479/jphl.v17i1.262

Abstract

Dispute resolution with mediation is an alternative of problems solving in society. In the concept of the current developments of the Judiciary, the procedure for handling criminal cases in several countries has been known for penal mediation. Penal mediation is an alternative settlemen of criminal cases emphasizing restorative justice approach, which is carried out between the victim and the offender or his/her family with the purpose of the restoring the balance in the society. This study aims to analyze how to the implementation of penal mediation children criminal cases with type of research is an literature approach. The presence of penal mediation is deemed necessary by the community as a means of resolving of chidren criminal cases that are fast, economical, and acceptable by parties outside the court so as to achieving a win win solution and will bring justice to perpetrators and victims. The application of penal mediation for the purpose of achieving Pancasila justice.
Legal Protection of Childern as Perpetrators of Criminal Acts of Obscenity Mega Mustika; Hedwig A Mau; Mohamad Ismed
Jurnal Indonesia Sosial Sains Vol. 5 No. 07 (2024): Jurnal Indonesia Sosial Sains
Publisher : CV. Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/jiss.v5i07.1184

Abstract

The child protection is a fundamental human right. Every child is entitled to survival, development, participation, and protection from crime and discrimination. Legal protection for children involved in criminal acts, such as molestation, is governed by Law Number 11 of 2012 on the Criminal Justice System. This research utilizes Law Enforcement Theory and Law Protection Theory, adopting a normative juridical approach supported by empirical data. The study begins with an analysis of relevant legal articles and includes primary data to support secondary legal materials. The analysis aims to provide a prescriptive study with interpretive analysis. The findings reveal that legal regulations for child molestation cases, as in Decision Number 2/Pid.Sus-Anak/2022/PN Jkt Brt, are based on Article 82 paragraph (1) jo Article 76 E of Law Number 17 of 2016 and Article 64 paragraph (1) of the Criminal Code. Protection for child offenders is outlined in Article 71 paragraph (4) of the Child Protection Law and Article 3 of the Juvenile Criminal Justice System Law, emphasizing humane treatment and access to legal aid.
Legal Protection of Childern as Perpetrators of Criminal Acts of Obscenity Mega Mustika; Hedwig A Mau; Mohamad Ismed
Jurnal Indonesia Sosial Sains Vol. 5 No. 07 (2024): Jurnal Indonesia Sosial Sains
Publisher : CV. Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/jiss.v5i07.1184

Abstract

The child protection is a fundamental human right. Every child is entitled to survival, development, participation, and protection from crime and discrimination. Legal protection for children involved in criminal acts, such as molestation, is governed by Law Number 11 of 2012 on the Criminal Justice System. This research utilizes Law Enforcement Theory and Law Protection Theory, adopting a normative juridical approach supported by empirical data. The study begins with an analysis of relevant legal articles and includes primary data to support secondary legal materials. The analysis aims to provide a prescriptive study with interpretive analysis. The findings reveal that legal regulations for child molestation cases, as in Decision Number 2/Pid.Sus-Anak/2022/PN Jkt Brt, are based on Article 82 paragraph (1) jo Article 76 E of Law Number 17 of 2016 and Article 64 paragraph (1) of the Criminal Code. Protection for child offenders is outlined in Article 71 paragraph (4) of the Child Protection Law and Article 3 of the Juvenile Criminal Justice System Law, emphasizing humane treatment and access to legal aid.