Kesetaraan gender dalam pendidikan Islam telah diatur dengan sangat rapi dan terukur sehingga tidak mungkin lagi dipertentangkan. Islam sangat menghormati hak-hak dan peran jenis kelamin dalam segala sendi kehidupan. Dalam sejarah Aceh tercatat perempuan-perempuan hebat yang memegang jabatan sebagai Sultanah, semisal Sultanah Tajul „Alam Syafiatuddin Syah (putri Sultan Iskandar Muda) memerintah di kerajaan Aceh selama lebih kurang 34 tahun lamanya, perempuan Aceh satu ini telah mengukir sejarah sebagai ratu yang sangat adil dan pemurah. Aceh juga memiliki perempuan hebat seperti Ratu Nahrisyah, Cut Nyak Dhien, Cut Mutia dan lain-lain. Heroiknya perempuan Aceh masa lalu mulai redup memasuki abad ke-19. Kultur budaya mulai merasuki pemikiran ulama-ulama Aceh ketika itu, peran perempuan sebagai pemimpin mulai terpinggirkan. Egoisitas mengakar dan membelenggu kehidupan masyarakat Aceh sampai saat ini. Laki-laki perempuan dalam Islam hanya dibedakan oleh jenis kelamin bukan berdasarkan kemampuan intelektual. Pembunuhan karakter salah satu jenis kelamin sangat dibenci oleh Islam. Sering kali dimensi agama yang tercantum dalam ayat al-Qur‟an diinterpretasikan secara salah, dan dianggap logis untuk diperbincangkan. Rasulullah adalah tokoh gender, beliau memerangi diskriminasi dan meletakkan tonggak keadilan. Rasul adalah uswah karena Rasul sangat menghormati perempuan, derajat perempuan 3 kali lebih tinggi dibanding laki-laki. Perempuan memiliki rahim, hamil, melahirkan, menyusui dan secara psikologis terjalin hubungan batin yang sangat erat dengan generasinya. Kultur masyarakat yang salah kaprah dalam memandang rendah perempuan perlu ditinjau ulang, maka dibutuhkan analisis gender yang tepat sehingga dapat menghilangkan segala bentuk diskriminasi di segenap kehidupan.