Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

URGENSI PENERAPAN OMBUDSPRUDENSI DALAM PENYELESAIAN MALADMINISTRASI PADA KASUS SEJENIS YANG TERJADI KEMUDIAN Nuryanto A. Daim; Suwarno Abadi; Taufiqurrahman Taufiqurrahman
Wijaya Putra Law Review Vol 1 No 1 (2022): April
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38156/wplr.v1i1.67

Abstract

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagaiu lembaga negara pengawas pelayanan publik, Ombudsman memandang betapa urgentnya ombudsprudensi untuk diterapkan dalam penyelesaian maladministrasi pelayanan publik, karena ombudsprudensi yang merupakan nilai-nilai yang diambil dari sebuah rekomendasi yang telah diputuskan oleh Ombudsman mengandung norma hukum dan juga norma kepatutan. Tidak semua norma hukum sudah dianggap benar secara mutlak, untuk dapat dianggap sebagai norma yang mempunyai kekuatan mengikat, norma hukum tidak boleh bertentangan dengan norma kepatutan. Norma kepatutan yang sifatnya hidup dan berkembang di masyarakat, yang tentunya perkembangannya juga mengiringi dinamika kehidupan masyarakat, maka sangat sulit untuk mempertimbangkan tolok ukur yang tepat, karena sifatnya yang sangat abstrak. Melalui penerapan ombudsprudensi norma kepatutan tersebut dapat diterapkan pada kasus-kasus yang sifatnya konkrit. Namun untuk menerapkan ombudsprudensi tersebut dalam praktik penyelesaian maladministrasi pleyanan publik di Indonesia, belum ada ketentuan norma hukum yang dapat diajdikan dasar, sehingga dalam hal ini terjadi kekosongan hukum (vacuum of norm), sehingga diperlukan konstruksi hukum atas nilai-nilai yang hidup di masyarakat untuk dapat dijadikan norma hukum. Dalam penelitian ini digunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konsep dan kasus. Sehingga dapat ditemukan kesimpulan bahwa: Ombudsprudensi mempunyai kekuatan mengikat yang harus diikuti oleh Ombudsman dalam penyelesaian maladministrasi pelayanan publikkarena secara yuridis, tidak ada satu norma hukum pun di Indonesia yang mengatur tentang ombudsprudensi, baik pembentukan maupun penerapannya. Untuk penerapannya dianalogikan dengan penerapan yurisprudensi yang secara teoritis sudah dianggap sebagai salah satu sumber hukum. Penerapan ombudsprudensi didasarkan pada asas-asas bekerjanya Ombudsman, yaitu: a. Kepatutan, b. Keadilan, c. Non-diskriminasi.
Urgensi Pelaksanaan Peradilan Perdata Secara Elektronik Ditinjau Dari Prinsip Good Governance Dwi Mujianto; Nuryanto A. Daim; Rihantoro Bayu Aji
Law and Humanity Vol 1 No 1 (2023): Jurnal Law and Humanity
Publisher : Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37504/lh.v1i1.514

Abstract

Peradilan merupakan kekuasaan Negara dalam menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara dalam menegakkan hukum dan keadilan. Adapun kekuasaan Negara adalah kekuasaan kehakiman yang mempunyai kebebasan dari campur tangan pihak manapun, paksaan, perintah ataupun rekomendasi yang datang dari pihak ekstra yudisial. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan perundang–undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Perubahan Keempat Atas Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 serta Peraturan MA Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Administrasi Dan Persidangan Perkara Perdata Di Pengadilan Secara Elektronik merupakan pelengkap atas Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2019 Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik yang telah ada sebelumnya merupakan inovasi dan komitmen oleh MA Republik Indonesia dalam mewujudkan reformasi di dunia peradilan Indonesia yang mensinergikan peran teknologi informasi dengan hukum acara sebagai solusi di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini. Sejak dilakukan Persidangan secara daring, untuk posisi para pihak di dalam Pengadilan Negeri yaitu Hakim, Advokat di kantor masing-masing atau prinsipal kantor atau rumah masing-masing. Namun ada beberapa kendala yang ditemui saat pelaksanaan persidangan online seperti sarana prasarana, akses internet pemenuhan hak terdakwa dan penerapan asas Sistem Peradilan Perdata. Pengaturan persidangan perkara Perdata secara online sangatlah diperlukan. Karena berkaitan dengan keberlangsungan persidangan apabila terjadi keadaan yang tidak diinginkan seperti adanya wabah covid-19. Selain itu persidangan melalui video conference atau teleconference harus memperhatikan hak-hak dari para pihak yang bersengketa serta para saksi.
Pertanggungjawaban Dalam Tindak Pidana Korupsi Oleh Korporasi Mustofa Abidin; Nuryanto A. Daim; Suwarno Abadi
Law and Humanity Vol 1 No 1 (2023): Jurnal Law and Humanity
Publisher : Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37504/lh.v1i1.515

Abstract

Dalam perkembangan masyarakat industri yang terus meningkat dari tahun ke tahun, membuat peranan korporasi dalam kehidupan sangat besar dan luas. Oleh karena itu, dampaknya Korporasi sebagai suatu subjek hukum memiliki kontribusi yang sangat besar dalam peningkatan ekonomi dan pembangunan nasional. Namun seiring dengan pengaruh yang besar dari keberadaan korporasi ini tidak terlepas dari berkembangnya kejahatan, tidak terkecuali kejahatan yang dilakukan oleh korporasi. Dengan demikian tidak selamanya keberadaan korporasi dalam kehidupan manusia dan kehidupan bermasyarakat membawa dampak positif. Dalam mencapai tujuannya yakni mendapat keuntungan yang sebasar-besarnya, korporsai dapat saja melakukan monopoli pasar, dapat dengan mudah melakukan penipuan, dapat dengan mudah melakukan penggelapan pajak, melakukan berbagai kecurangan (deceit), penyesatan (mispresentation), penyembunyian kenyataan (concealment of facts) manipulasi (manipulation) dan lain sebagainya. Penelitian ini termasuk dalam penelitian yuridis normatif yang berkaitan dengan konflik antar norma baik bersifat horizontal maupun vertikal dan konflik norma dengan realita dalam kenyataan praktek hukum. Dalam penelitian ini digunakan beberapa pendekatan, di antaranya adalah: 1) pendekatan peraturan perundang-undangan (statuta approach), 2) Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach), dan 3) Pendekatan Sejarah (Historical Approach), dan 4) Pendekatan Kasus (Case Approach). Penelitian bertujuan untuk menganalisis pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana korupsi. Dalam penelitian ini dihasilkan kesimpulan bahwa Pertanggungjawaban pidana korporasi atas tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi dapat dilakukan oleh korporasi, pengurus atau pengurus dan korporasi. Indikator korporasi melakukan tindak pidana korupsi sudah diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UPTPK, yaitu apabila tindak pidana korupsi dilakukan oleh orang-orang yang berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam korporasi baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Penerapan Restorative Justice Dalam Penyelesaian Perkara Pidana Oleh Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) Kahardani Kahardani; Suwarno Abadi; Nuryanto A. Daim; Taufiqurrahman Taufiqurrahman
Law and Humanity Vol 1 No 1 (2023): Jurnal Law and Humanity
Publisher : Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37504/lh.v1i1.520

Abstract

Keadilan restoratif (restorative justice) diharapkan mampu menurunkan penumpukan perkara serta dapat mengurangi jumlah tahanan yang secara tidak langsung juga membebani negara dalam membiayai penanganan perkara dan penanganan tahanan di dalam rumah tahanan negara. Sehingga Issue hukum yang melatar belakangi tesis ini adalah kekaburan norma yang berkaitan dengan penerapan penerapan kebijakan restorative justice oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jenis penelitian ini adalah hukum normatif ini dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kosep, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa Kekuatan hukum penyelesaian perkara pidana melalui keadilan restoratif (restorative justice) sebagai instrumen dalam penghentian proses penyelidikan dan penyidikan di POLRI sudah berlandaskan pada ketentuan hukum yang berlaku. Karena Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai instansi pemerintah yang menjadi ujung tombak dalam penegakan hukum, dalam menyelesaikan perkara pidana tidak semata-mata terfokus pada kepastian hukum yang berupa tindakan represif penegakan hukum pidana saja, tetapi juga mengedepankan nilai-nilai keadilan dan prinsip kemanusiaan yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat melalui tindakan preventif berupa tugas-tugas yang dilakukan sebagai pencegahan dari timbulnya tindak pidana maupun gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat lainnya.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA Iqbal Firmansyah Yudianto; Sekaring Ayumeida Kusnadi; Nuryanto A. Daim
Jurnal Ilmu Hukum Wijaya Putra Vol 1 No 2 (2023): September
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38156/jihwp.v1i2.150

Abstract

Anak sebagai penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, hanyalah korban. Sehingga tidak sepatutnya, negara memberikan hukuman dangan memandang sama antara anak penyalahgunaan dengan penjahat dewasa (pengedar) yang sesungguhnya. Sebagai korban maka anak sebagai penyalahgunan narkotika wajib mendapatkan perlindungan. Perlindungan anak merupakan usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajiban demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar, baik fisik, mental, dan sosial. Masalah penyalahgunaan narkotika dan psikotropika di Indonesia sekarang ini dirasakan pada keadaan yang mengkhawatirkan. Sebagai negara kepulauan yang mempunyai letak strategis, baik ditinjau dari segi ekonomi, sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpartisipasi menanggulangi kejahatan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL DI PERGURUAN TINGGI DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF INDONESIA Devan Septyan Prayoga; Taufiqurrahman Taufiqurrahman; Nuryanto A. Daim
Jurnal Ilmu Hukum Wijaya Putra Vol 1 No 2 (2023): September
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38156/jihwp.v1i2.164

Abstract

Di Indonesia, mencuatnya angka kekerasan seksual yang dilakukan di lingkungan perguruan tinggi semakin meningkat dan korban terus menuntut haknya untuk mendapat perlindungan dan kepastian hukum. Kekerasan seksual yang memberikan dampak fisik dan terutama dampak traumatis psikologis bagi korban membuat korban membutuhkan tindakan pemulihan yang berkelanjutan..Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peraturan yang berlaku berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual.Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Dari hasil penelitian ini bisa menunjukkan perlindungan hukum serta kepastian hukum yang menjamin korban bisa memperoleh hak yang dirasa adil bagi korban tindak pidana kekerasan seksual di perguruan tinggi. Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 ini dibutuhkan oleh Sivitas Academica untuk mengimplementasikan salah satu hak masyarakat Indonesia yang tercantum dalam Undang Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dimana semua orang berhak untuk mendapatkan rasa aman dan memperoleh perlindungan terhadap kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.Hasil Temuan dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi yang berguna bagi masyarakat indonesia khususnya masyarakat yang ada di perguruan tinggi.
Criminalizing Non-Compliance with Civil Execution Orders: A Strategy for Enhancing Legal Certainty and Business Efficiency Nuryanto Ahmad Daim; Rihantoro Bayuaji; Suwarno Abadi
Jurnal Hukum dan Peradilan Vol 13, No 2 (2024)
Publisher : Pusat Strategi Kebijakan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25216/jhp.13.2.2024.337-364

Abstract

People seeking justice through civil justice often complain about legal uncertainty in terms of execution, because the execution procedure for civil cases does not have definite time period, especially when the Defendant takes other legal remedies such as opposition lawsuits and civil lawsuits, the execution process is also postponed. Moreover, when the losing party uses resistance methods in the execution time, the execution is also postponed. Therefore, this research aims to obtain the value of legal certainty regarding the implementation of the execution, because the losing party or related third parties can pursue a lawsuit against the execution which can prevent the execution. The target of this research is to create a policy model for resolving legal issues related to execution in order to create a sense of legal certainty and justice for the plaintiff (the winning party). The method used is normative juridical with a conceptual approach, statutory approach, comparative approach and philosophical approach. The findings of the research are that: non-compliance with legally binding decisions is still a form of civil contempt because it belongs to the civil domain, it is constructive (indirect) contempt because the execution of a civil case is the last part of the hearing process, so the action is id entified as disobeying a court order occuring when an act that should or should not be carried out by someone ordered or requested by the court in carrying out his or her functions cannot be fulfilled by the person who was ordered. So this unlawful act can be qualified as a criminal act as regulated in Article 281 paragraph (1) of Law Number 1 of 2023 on the Criminal Code (KUHP).