Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

Eksistensi Penanaman Investasi Asing di Indonesia dan Hak Menguasai Negara Berdasarkan Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 Rihantoro Bayu Aji
Jurnal Hukum Vol 31, No 2 (2015): Jurnal Hukum
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jh.v31i2.663

Abstract

 AbstractActually the existence of foreign investment in Indonesia is not new phenomenon, due to foreign investment exist since colonialism era.The existence of foreign investment is still continuing to Soeharto era until reformation era. Spirit of foreign investment in colonialism era, Soharto era, and reformation era are different. Foreign investment in colonialsm era just explore of nation asset and ignore of nation welfare, and this matter is different from the character of foreign investment in Soeharto era also reformation era. Eventhough the involvement of foreign investor have any benefits to the host country, but on the other hand foreign investment have business oriented only whether the investment is secure and may result of profit. Refer to The Law Number 25 Year of 2007 Concerning Investment (hereinafter called UUPM) can not be separated from various interest that become of politic background of the law, even the law tend to liberalism of investment. Liberalism in the investment sector particularly of foreign investment basically exist far from issuing of UUPM, and the spirit of liberalism also stipulate in several rules among others The Law Number 5 Year of 1999 Concerning Prohibitation of Anti Trust and Unfair Competition, The Law Number 22 Year of 2001 Concerning Oil and Gas, The Law Number 7 Year of 2004 Concerning Water Resource, and also The Law Number 30 Year of 2009 Concerning Electricity.   Many rules as mentioned above has liberalism character and also indicator opposite wit the right to manage of the state to nation asset that relate to public interest as stipulated in the Indonesia Constitution. Actually the issuing of UUPM in case of implementation of article 33 Indonesia Constitution (UUD NRI 1945). Due to opportunity by Government to foreign investment as stipulate by article 12 UUPM and also the existence of many rules as well as The Law Number 5 Year of 1999 Concerning Prohibitation of Anti Trust and Unfair Competition, The Law Number 22 Year of 2001 Concerning Oil and Gas, The Law Number 7 Year of 2004 Concerning Water Resource, and also The Law Number 30 Year of 2009 Concerning Electricity, so the foreign investment that relate to public service is more exist in Indonesia. The existence is reflected many foreign companies. Free of foreign investment relate to public service is opposite with spirit of article 33 Indonesia Constitution. Keywords: Foreign Investment, Right of  State, Article 33 Indonesia Consitution AbstrakEksistensi penanaman modal asing (investasi asing) di Indonesia sebenarnya bukan merupakan fenomena baru di Indonesia, mengingat modal asing telah hadir di Indonesia sejak zaman kolonial dahulu.   Eksistensi penanaman modal asing terus berlanjut pada era orde baru sampai dengan era reformasi. Tentunya semangat penanaman modal asing pada saat era kolonial, era orde baru, dan era reformasi adalah berbeda. Penanaman modal asing pada saat era kolonial memiliki karakter eksploitatif atas aset bangsa dan mengabaikan kesejahteraan rakyat, hal ini tentunya berbeda dengan karakter penanaman modal asing pada era orde baru, dan era reformasi. Sekalipun kehadiran investor membawa manfaat bagi negara penerima modal, di sisi lain investor yang hendak menanamkan modalnya juga tidak lepas dari orientasi bisnis (oriented business), apakah modal yang diinvestasikan aman dan bisa menghasilkan keuntungan. Melihat eksistensi Undang–Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) tidak dapat dilepaskan dari beragam kepentingan yang mendasari untuk diterbitkannya undang–undang tersebut, bahkan terdapat kecenderungan semangat dari UUPM lebih cenderung kepada liberalisasi investasi. Liberalisasi pada sektor investasi khususnya investasi asing pada dasarnya eksis jauh sebelum lahirnya UUPM ternyata juga tampak secara tersirat dalam beberapa peraturan perundang–undangan di Indonesia. Perundang–undangan tersebut antara lain Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi, Undang–Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan Undang–Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.Banyaknya peraturan perundang–undangan yang berkarakter liberal sebagaimana diuraikan di atas mengindikasikan bahwa hak menguasai negara atas aset bangsa yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak sebagaimana diamahkan oleh Undang–Undang Dasar 1945 (Konstitusi) mulai “dikebiri” dengan adanya undang–undang yang tidak selaras semangatnya. Padahal, UUPM diterbitkan dalam kerangka mengimplementasikan amanat Pasal 33 Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Dengan adanya peluang yang diberikan oleh pemerintah kepada investor asing sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12 UUPM ditambah lagi dengan adanya Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi, Undang–Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan Undang–Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, maka investasi asing yang berhubungan dengan cabang– cabang yang menguasai hajat hidup orang banyak semakin eksis di Indonesia. Terbukanya investasi asing atas cabang–cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak tentunya hal ini bertentangan dengan konsep hak menguasai negara sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD NRI 1945. Kata Kunci: Investasi Asing, Hak Menguasai Negara, Pasal 33 UUD NRI Tahun          1945
Confiscation of Corruptor Assets Based UU 8 Year 2010 about Prevention and Eradication Of Money Laundering In National Criminal Law System Rihantoro Bayuaji; M. Hidayat
YURISDIKSI : Jurnal Wacana Hukum dan Sains Vol. 10 No. 1 (2017): September
Publisher : Faculty of Law, Merdeka University Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Confiscation of corruptor assets cannot be performed arbitrarily. It must adhere to the spirit of the TPPU Law, which means that law enforcement officers in seizing assets of the offender is still obliged to refer to the philosophy of TPPU Law to track the wealth of crimes. It means the Confiscation of assets using legal instruments of TPPU law shall be proven in predicate crime. Related to principle of justice, corruption case happened to Irjend. Pol. Djoko Susilo is one example whose assets were deprived under the pretext of using the TPPU Law as a basis for confiscation which ultimately deprived. However, it turned out that in the law enforcement process, some of his assets could not be proven to obtained from a crime or not. Obviously law enforcement clearly crashed human values, and Human Rights (HAM), which in fact the whole values are part of the value of justice, especially the dignified justice that is part of the Pancasila philosophy. In the future, law enforcement obliged to respect human rights.
Peran Serta Asosiasi Pengajar Hukum Ketenagakerjaan Mewujudkan Model Masyarakat Hubungan Industrial yang Harmonis Di Kawasan Industri Karawang Jawa Barat Joko Ismono; Rihantoro Bayuaji
Prosiding Konferensi Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat dan Corporate Social Responsibility (PKM-CSR) Vol 2 (2019): Peran Perguruan Tinggi dan Dunia Usaha dalam Mempersiapkan Masyarakat Menghadapi Era I
Publisher : Asosiasi Sinergi Pengabdi dan Pemberdaya Indonesia (ASPPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.435 KB) | DOI: 10.37695/pkmcsr.v2i0.465

Abstract

Di era disrupsi dewasa ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menciptakan bukan hanya perubahan yang mendasar dalam hubungan kerja pada umumnya, akan tetapi juga telah melahirkan bentuk-bentuk hubungan kerja baru yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Perselisihan hubungan industrial seringkali berawal dari perbedaan perspektif di antara masyarakat hubungan industrial dalam melihat suatu hubungan kerja. Dalam perspektif pekerja, hubungan kerja dilihat sebagai kewajiban dari pengusaha untuk memenuhi hak-hak normatif pekerja yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Sementara dalam perspektif pengusaha, tenaga kerja dilihat sebagai salah satu biaya produksi yang menjadi beban ekonomi bagi perusahaan. Asosiasi pengajar hukum ketenagakerjaan dapat berpartisipasi untuk menjembatani perbedaan perspektif tersebut sebagai suatu bentuk peran serta dalam mewujudkan model masyarakat hubungan industrial yang harmonis. Tujuan dari kegiatan ini adalah pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh asosiasi pengajar hukum ketenagakerjaan dalam bentuk kuliah umum, diskusi kelompok, dan pelatihan yang melibatkan serikat pekerja, asosiasi pengusaha, dan dinas tenaga kerja di kawasan industri Karawang Jawa Barat. Lokasi pengabdian pada masyarakat dilakukan di Kabupaten Karawang karena merupakan salah satu kawasan industri terbesar di Indonesia, dimana banyak terjadi perselisihan hubungan industrial
Pendampingan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Kelompok Rentan Suwarno Abadi; Rihantoro Bayu Aji
Prosiding Konferensi Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat dan Corporate Social Responsibility (PKM-CSR) Vol 4 (2021): Peran Perguruan Tinggi dan Dunia Usaha dalam Mewujudkan Pemulihan dan Resiliensi Masya
Publisher : Asosiasi Sinergi Pengabdi dan Pemberdaya Indonesia (ASPPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (682.903 KB) | DOI: 10.37695/pkmcsr.v4i0.1285

Abstract

Asas praduga tak bersalah adalah salah satu asas yang terdapat dalam hukum acara pidana dimana dalam asas ini setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Namun asas ini tidak mudah untuk diterapkan, terutama dalam kasus-kasus pidana yang dilakukan oleh kelompok rentan. Dalam tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok rentan seringkali mengabaikan hak hak hukum yang mereka miliki yang disebabkan oleh para pelaku tidak merasa bersalah, tidak adanya biaya untuk menyewa pengacara dan minimnya akses pengetahuan untuk mendapatkan bantuan hukum secara gratis. Berdasarkan hal tersebut, kami melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk pendampingan hukum kepada pelaku tidak pidana pencurian dengan kekerasan dimaksud di Pengadilan Negeri Lumajang, Jawa Timur. Tujuan dari program pendampingan ini yang pertama adalah memberikan bantuan hukum kepada kelompok rentan yang sedang menghadapi kasus hukum, kedua untuk menganalisis secara mendalam permasalahan praktek penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana kelompok rentan. Metode yang digunakan adalah memberikan bantuan hukum dan melakukan pendampingan hukum. Hasil yang dicapai dalam pendampingan ini adalah sanksi pidana yang diterima oleh pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan adalah lebih ringan 1 (satu) tahun penjara dari tuntutan jaksa penuntut umum. Kata Kunci: Pendampingan Hukum, Kelompok Rentan, Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan, Bantuan Hukum Gratis
Urgensi Pelaksanaan Peradilan Perdata Secara Elektronik Ditinjau Dari Prinsip Good Governance Dwi Mujianto; Nuryanto A. Daim; Rihantoro Bayu Aji
Law and Humanity Vol 1 No 1 (2023): Jurnal Law and Humanity
Publisher : Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37504/lh.v1i1.514

Abstract

Peradilan merupakan kekuasaan Negara dalam menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara dalam menegakkan hukum dan keadilan. Adapun kekuasaan Negara adalah kekuasaan kehakiman yang mempunyai kebebasan dari campur tangan pihak manapun, paksaan, perintah ataupun rekomendasi yang datang dari pihak ekstra yudisial. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan perundang–undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Perubahan Keempat Atas Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 serta Peraturan MA Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Administrasi Dan Persidangan Perkara Perdata Di Pengadilan Secara Elektronik merupakan pelengkap atas Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2019 Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik yang telah ada sebelumnya merupakan inovasi dan komitmen oleh MA Republik Indonesia dalam mewujudkan reformasi di dunia peradilan Indonesia yang mensinergikan peran teknologi informasi dengan hukum acara sebagai solusi di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini. Sejak dilakukan Persidangan secara daring, untuk posisi para pihak di dalam Pengadilan Negeri yaitu Hakim, Advokat di kantor masing-masing atau prinsipal kantor atau rumah masing-masing. Namun ada beberapa kendala yang ditemui saat pelaksanaan persidangan online seperti sarana prasarana, akses internet pemenuhan hak terdakwa dan penerapan asas Sistem Peradilan Perdata. Pengaturan persidangan perkara Perdata secara online sangatlah diperlukan. Karena berkaitan dengan keberlangsungan persidangan apabila terjadi keadaan yang tidak diinginkan seperti adanya wabah covid-19. Selain itu persidangan melalui video conference atau teleconference harus memperhatikan hak-hak dari para pihak yang bersengketa serta para saksi.
Analisis Yuridis Eksekusi Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Yang Mempekerjakan Kembali Pekerja (Studi Kasus Putusan Nomor: 17/Pdt.Sus-PHI/2021/PN.Gsk) Aminatuz Zuhriyah; Rihantoro Bayu Aji; Andy Usmina Wijaya
Law and Humanity Vol 1 No 1 (2023): Jurnal Law and Humanity
Publisher : Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37504/lh.v1i1.521

Abstract

Adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa berupa perselisihan hak, Perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan. Perselisihan pemutusan hubungan kerja dalam penelitian ini mengenai perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang seharusnya demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali diatur khusus dalam Pasal 57 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Sumber hukum acara perdata yang berlaku di pengadilan adalah HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) berlaku untuk Jawa dan Madura dan RBG (Rechtsreglement Buitengewesten) berlaku untuk luar Jawa dan Madura selain itu Undang-Undang PPHI juga tidak mengatur secara khusus eksekusi Putusan Pengadilan Hubungan Industrial mengenai PHK dimana Pengadilan memerintahkan subjek hukum tertentu untuk melakukan perbuatan hukum dengan mempekerjakan kembali pekerja sebagaimana Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Gresik Nomor 17/Pdt.Sus-PHI/2021/PN.Gsk., tanggal 10 Juni 2021. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil penelitian upaya hukum yang dilakukan pekerja apabila pengusaha tidak melaksanakan Putusan mempekerjakan kembali pekerja adalah dengan pengajuan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri Gresik dan jika pengusaha tidak melaksanakan maka pekerja dapat mengajukan gugatan perdata perbuatan melawan hukum.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP CYBER CRIME DI BIDANG PERBANKAN DI INDONESIA Narto Yabu Ninggeding; Rihantoro Bayuaji; Dwi Elok Indriastuty
Jurnal Ilmu Hukum Wijaya Putra Vol 1 No 2 (2023): September
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38156/jihwp.v1i2.107

Abstract

Internet telah digunakan dalam berbagai bidang kehidupan, salah satunya perbankan. Kegiatan perbankan dilakukan melalui Internet-banking. Melalui layanan internet banking, nasabah dapat melakukan transaksi keuangan tanpa harus datang ke bank. Dalam penelitian ini dibahas bagaimana penegakan hukum cyber crime di perbankan di indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Bahan hukum dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Dalam penelitian ini bahan hukum dianalisis dengan menggunakan deskripsi, interpretasi, argumentasi, evaluasi dan sistematisasi. Cyber crime adalah merupakan kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi yaitu dengan menggunakan internet. Banyak cara yang bisa dilakukan para pelaku kejahatan dengan menggunakan internet. Kita harus lebih wapada lagi terhadap kerahasiaan data kita, karena bisa saja data kita tersebut akan disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Bentuk kejahatan dunia maya di perbankan adalah keylogger/keystroke recorder,sniffing,brute force attacks,deface web,email spamming,denial of service dan virus,worm, trojan. Permasalahan kejahatan yang menggunakan teknologi informasi yaitu di atur dalam undang-undang No 19 Tahun 2016 Tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE). Dana menagatur cyber crime di perbankan di atur dalam pada pasal 27 sampai 30 mengenai perbuatan yang dilarang. Lebih lanjut, aturan tentang hacking diatur dalam pasal 30 ayat 1, 2, dan 3. Sanksi pidana bagi yang melanggar ketentuan pasal 30 UU ITE diatur di dalam pasal 46.
KEDUDUKAN HUKUM PERJANJIAN KAWIN PADA MASA PERKAWINAN YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS Inya Nuansa Iliyin; Rihantoro Bayuaji; Khusnul Yaqin
Jurnal Ilmu Hukum Wijaya Putra Vol 1 No 2 (2023): September
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38156/jihwp.v1i2.115

Abstract

Kedudukan hukum perjanjian kawin sebelum dan sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 yang dibuat dihadapan notaris. menganalisa lebih dalam mengenai keududukan hukum perjanjian kawin yang berlaku karena selama ini perjanjian kawin dibuat sebelum perkawinan. untuk mengetahui dan menganalisa lebih dalam lagi bagaimana perjanjian kawin sebelum dilangsungkan perkawinan dan selama masa perkawinan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.69/PUU-XIII/2015 yang dibuat oleh notaris. metode penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif terdiri dari penelitian asas-asas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi hukum. ada hubungannya dengan masalah perbuatan melawan hukum terutama dalam hukum perdata, pengaturan perjanjian kawin di Indonesia menurut hukum positif terdapat dalam Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2019 Juncto Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. serta bahwa pengaturan perjanjian kawin disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan dan pengaturan perjanjian kawin sebelum dan sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 yang dibuat oleh notaris jika sebelumnya perjanjian perkawinan hanya dapat dibuat sebelum atau pada saat perkawinan saja, tetapi sekarang perjanjian perkawinan dapat dibuat suami istri sepanjang perkawinan mereka. suami istri dapat membuat perjanjian perkawinan secara tertulis dan kemudian disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan serta mereka dapat meminta bantuan notaris untuk membuat akta perjanjian perkawinan.
PERLINDUNGAN HUKUM DRIVER OJEK ONLINE TERHADAP MITRA KERJA TRANSPORTASI ONLINE Yulia Catur Lestari; Rihantoro Bayuaji; Wawan Setiabudi
Jurnal Ilmu Hukum Wijaya Putra Vol 1 No 2 (2023): September
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38156/jihwp.v1i2.148

Abstract

Saat ini sangat marak fenomena ojek online, dan tidak sedikit masyarakat yang merasakan manfaat adanya ojek online sangat membantu berbagai aktifitas mereka, namun pengemudi ojek online ini tidak dilindungi oleh undang-undang karena tidak ada peraturan yang mengatur secara spesifik bagaimana perlindungan hukum mereka. Inovasi seperti ini sangat memudahkan para pengguna dan memberikan keuntungan lebih banyak lagi terhadap pendiri perusahaan transportasi online dan para pengemudi ojek online. Rumusan masalah yang diangkat ialah Bagaimana perlindungan hukum bagi driver ojek online terhadap mitra kerja transportasi online. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian normative dan konseptual. Kesimpulan yang didapat adalah pengemudi ojek online tetap mendapat perlindungan keselamatan kerja dengan mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan melalui Program Swadaya Proteksi yang diselenggarakan oleh penyedia jasa layanan transportasi online. Saran yang diberikan oleh penulis adalah Hendaknya pemerintah lebih memperhatikan lagi para pengemudi ojek online dengan membuat aturan undang-undang khusus bagi pekerja driver ojek online.
Penerapan Hukum Dalam Pertimbangan Hakim Untuk Menjatuhkan Putusan Dalam Perkara Pidana Terhadap Korban Anak Hidayat, Nofan; Aji, Rihantoro Bayu; Taufiqurrahman, Taufiqurrahman
Law and Humanity Vol 1 No 2 (2023): Jurnal Law and Humanity
Publisher : Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37504/lh.v1i2.550

Abstract

The crimes of sexual abuse against children often use social networks to fool his victims in various crimes. The average victim is a child under the age and the perpetrator is an adult, the crime sexual abuse causes deep trauma for the victim and require a long time to eliminate it to the children. With the absence of law, perpetrators of sexual abuse against children could be criminalized if they meet the elements as stated in the Criminal Code (KUHP) and the Child Protection Act. The method of approach in the research was used is the approach of the law of normative-empirical approach and legislation (statue approach), conceptual approach and the case approach. The results of this study stated that the panel of Judges aggravate the punishment against the Defendant by taking attention to the relationship between the Defendant and the victim as the students and teachers in educational institutions. In the verdict of the trial with the case of the crime of sexual abuse, the Defendant demanded punishment with Article 82 section (1) Jo Article 76E Law Number 35 of the year 2014 concerning amendment to Law Number 23 of the Year 2002 about Child Protection, Jo Article 82 section (4.5) and the article is additional regulation Number 01 of the year 2016 on the second amendment to Law Number 23 of the Year 2002 about Child Protection, jo Law Number 17 of the Year 2016 On the Determination of Government Regulation in Lieu of Law Number 01 of the year 2016 on amendment to Law Number 23 of the Year 2002 On Child Protection with the threat of criminal for 20 (twenty) years and a fine of Rp 1.000.000.000,- this is because the Defendant is an educators/ educators, where should the defendant gave teachings, or education and provide a safe and comfortable against children, especially the victims of the crime of sexual abuse.