Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN GEL MADU BADUY SEBAGAI OBAT LUKA BAKAR Hardiana, Iyan; Renaldi, Fransiskus Samuel; Baniu, Ahmad Sahlan; Afrizal, Wahyu Nur; Jerry, Jerry; Dewi, Luh Yesi Angga Natalia
Jurnal Farmasi Kryonaut Vol 3 No 1 (2024): Jurnal Farmasi Kryonaut
Publisher : LPPM STIKES BULELENG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59969/jfk.v3i1.91

Abstract

Madu adalah cairan manis berasal dari nektar tanaman diproses oleh lebah menjadi madu tersimpan dalam sel-sel sarang lebah. Madu merupakan obat tradisional tertua dianggap penting untuk pengobatan penyakit pernafasan, infeksi saluran pencernaan dan bermacam-macam penyakit. Madu juga digunakan secara rutin untuk membalut luka, mengurangi rasa sakit dan bau pada luka bakar atau borok dengan cepat. Penggunaan madu pada luka dapat meningkatkan epitalisasi jaringan nekrotik dengan beberapa makanisme. Salah satunya dengan merangsang pertumbuhan kapiler darah baru dan produksi sitokin yang merangsang regenerasi jaringan. Osmolaritas tinggi dan sifat higroskopis dari madu dapat membentuk barier fisik, menciptakan lingkungan lembab dan mengurangi udema lokal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas penyembuhan luka bakar dengan madu baduy serta mengembangkan teknologi farmasi menjadikan madu bentuk gel. Jenis penelitian ini penelitian eksperimental, membuat sediaan gel dari madu yang berasal dari Baduy, dengan 3 perbandingan konsentrasi madu 10%, 15% dan 20%. Kemudian uji efektivitasnya sebagai obat luka bakar. Tempat dan waktu pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal Jakarta Barat, Fakultas Sains dan Teknologi pada bulan Juni-November 2018. Hasil pengujian disimpulkan sediaan gel madu Baduy memiliki efektivitas sebagai obat luka bakar. Dosis sediaan gel paling efektif untuk penyembuhan luka dosis uji III yaitu konsentrasi madu 20% (waktu penutupan luka rata-rata 7 hari)
Preparasi dan Formulasi Krim Liposom Ekstrak Etanol Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa) Baniu, Ahmad Sahlan; Olii, Audia Triani
Jurnal Farmasetis Vol 13 No 1 (2024): Jurnal Farmasetis: Februari 2024
Publisher : LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32583/far.v13i1.1565

Abstract

Bunga rosella (Hibiscus sabdariffa) merupakan tanaman yang bermanfaat untuk kulit karena memiliki kandungan vitamin c dan antioksidan yang cukup tinggi. Namun, ekstrak etanol bunga rosella (EEBR)  mengandung beberapa senyawa polar dan senyawa asam yang dapat mengiritasi kulit dan laju permeasi kulit yang lambat. Liposom telah digunakan sebagai sistem penghantaran obat secara topikal yang dapat meningkatkan laju permease dan serta kestabilan zat aktif yang dapat mengatasi masalah pada EEBR. Tujuan penelitian ini melakukan preparasi dan formulasi krim liposom dari EEBR. Preparasi liposom EEBR pada penelitian ini menggunakan metode hidrasi lapis tipis yang dikembangkan menjadi formulasi krim liposom. Hasil optimasi ukuran partikel dari 4 formula diperoleh 2 formula yang memiliki ukuran partikel terkecil yakni 126,05 nm dan 161,91  nm dengan rata-rata hasil penjerapan secara beruntun 82,05% dan 88,27%. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi kestabilan krim liposom EEBR dengan kondisi dipercepat, menunjukkan tidak ada perubahan siginifikan. Krim Liposom EEBR memiliki karateristik liposom yang baik dan stabil dalam bentuk sediaan krim.
Treatment Adherence and Incidence of Coronary Heart Disease in Type 2 Diabetes Mellitus Patients Baniu, Ahmad Sahlan; Sauriasari, Rani; Riyadina, Woro; Soewondo, Pradana
Kesmas Vol. 17, No. 2
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Previous studies showed that uncontrolled blood sugar and long-term use of several types of antidiabetic could increase the risk of coronary heart disease (CHD). This study aimed to compare the incidence of CHD in type 2 diabetes mellitus (T2DM) patients showing treatment adherence and non-adherence behavior over four years. This was a retrospective cohort study with data sets obtained from the Bogor Cohort Study of Non-Communicable Disease Risk Factors. All study subjects were not diagnosed with CHD at the beginning of the study. The sample was divided into two groups; one had adhered to treatment from health centers and followed the treatment instructions (adherent group), while the other had not followed the treatment instructions (non-adherent group). Of 5,690 subjects, 276 were eligible for this study (84 in the adherent and 192 in the non-adherent group). The incidence of CHD in the non-adherent group was 2.3% higher than in the adherent group (p-value = 0.564) and had a 1.7 times greater risk of developing CHD, but not statistically significant (adjusted HR = 1.739; 95% CI = 0.673-4.490). The non-adherent T2DM patients had a greater risk of developing CHD than adherent T2DM patients.