Hubungan kerja antara tenaga kerja dan pemberi kerja merupakan bagian integral dari sistem ketenagakerjaan yang berlandaskan asas kepastian hukum. Dalam kurun waktu dua tahun terakhir (2024-2025), terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia, yang menyebabkan angka pengangguran mencapai 7,28 juta orang. Salah satu penyebab utama adalah meningkatnya kasus PHK, yang menjadikan proses rekrutmen sebagai tahap penting dalam upaya memperoleh pekerjaan. Namun, dalam praktiknya, banyak calon tenaga kerja menghadapi ketidakjelasan, terutama setelah mengikuti tahapan wawancara. Fenomena ghosting oleh Human Resource Development (HRD), yaitu hilangnya komunikasi tanpa pemberitahuan resmi, menimbulkan ketidakpastian dan problematika hukum. Berdasarkan kondisi tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana kepastian hukum bagi calon tenaga kerja dalam proses rekrutmen? Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menjamin kepastian hukum bagi calon tenaga kerja sebagai bagian dari hak yang dijamin oleh hukum nasional, yang harus diberikan sejak calon tenaga kerja memasuki tahapan rekrutmen, bukan hanya setelah terikat hubungan kerja. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan utama, yaitu pendekatan perundang-undangan untuk menganalisis norma-norma hukum yang berlaku di Indonesia dan pendekatan perbandingan untuk menelaah pengaturan hukum di berbagai negara terkait hak calon tenaga kerja sejak tahap awal rekrutmen. Hasil kajian menunjukkan bahwa pembangunan ketenagakerjaan, yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, harus berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, yang mengutamakan perlindungan, kesejahteraan, dan hak-hak dasar setiap warga negara, termasuk calon tenaga kerja. Oleh karena itu, penelitian ini menekankan perlunya pengaturan yang lebih tegas dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang mencakup: definisi calon tenaga kerja, hak atas penjelasan hasil seleksi, kewajiban pemberitahuan hasil seleksi, pelaporan proses rekrutmen, serta pemberian sanksi atas ketidakterbukaan dalam proses tersebut.