Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DISKRIMINASI WARNA KULIT (COLORISM) BERDASARKAN PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Arvi Chen Kalalo; Lusy K.F.R. Gerungan; Thor Bangsaradja Sinaga
LEX ADMINISTRATUM Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan dan memberikan pengetahuan terhadap masyarakat dan penulis tentang Pengaturan hukum diskriminasi warna kulit (Colorism) dan untuk mengetahui dan menyelidiki bagaimana faktor-faktor sehingga terjadinya diskriminasi warna kulit dan bagaimana perlindungan hukum diskriminasi warna kulit tersebut. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Pengaturan terkait dengan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Diskriminasi Warna Kulit secara umum terdapat dalam Universal Declaration of Human Rights & Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Secara khusus terkait dengan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Diskriminasi Warna Kulit terdapat dalam Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, 1965. (Negara Indonesia Meratifikasi dengan Undang-Undang No. 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan International Convention on the of All Forms of Racial Discrimination 1965), konvensi itu menjadi Pedoman Pembentukan Undang-Undang No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. 2. Terjadinya diskriminasi warna kulit dikarenakan oleh beberapa faktor yakni 1) Ideologi Histori, yang menganggap warna kulit putih lebih unggul dan menimbulkan Hasrat kecantikan sehingga kulit putih menjadi standar kecantikan di Indonesia. 2) Prasangka dan Stereotipe Negatif, Kepercayaan dan prasangka yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan juga merupakan salah satu faktor sehingga terjadi diskriminasi warna kulit. 3) Sosial dan Ekonomi, Pengelompokan atau penggolongan kelas masyarakat tersebut sifatnya adalah hierarki vertikal yang akibatnya adalah memunculkan istilah kelas sosial atas atau upper class. Tingkatan kelas sosial tersebut memicu adanya suatu perlakuan yang membeda-bedakan. 4) Adanya kekecewaan terhadap seseorang akan menimbulkan suatu perlakuan yang membeda-bedakan, sehingga ujaran kebencian, penghinaan dan perlakuan diskriminasi secara tidak sengaja akan terjadi. Kata Kunci : colorism, hak asasi manusia
PEMBERLAKUAN PERJANJIAN INTERNASIONAL DI INDONESIA DIKAITKAN DENGAN PENGESAHAN PIAGAM ASEAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2000 Hui Lie Geta; Caecilia J.J Waha; Thor Bangsaradja Sinaga
LEX PRIVATUM Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eksistensi Piagam ASEAN menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008 dan untuk mengetahui pemberlakuan perjanjian Internasional terhadap pengesahan Piagam ASEAN berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, maka berdasarkan hasil penelitian penulis dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Eksistensi Piagam ASEAN masih memiliki kedudukan hukum dalam konteks perjanjian internasional di Indonesia. Ketentuan hukum terkait perjanjian internasional di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. 2. Pemberlakuan Perjanjian Internasional terhadap Pengesahan Piagam ASEAN berdasarkan UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Undang-undang tersebut mengatur tata cara pengesahan suatu perjanjian internasional sesuai dengan jenis perjanjiannya. Dalam hukum internasional juga dikenal dengan istilah ratifikasi yang dalam konteks ketatanegaraan Indonesia yang terdapat dalam pasal 1 huruf b UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional menegaskan bahwa pengesahan adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian dalam bentuk ratifkasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan (acceptance) dan penyetujuan (approval). Sebagai contoh perjanjian internasional yang telah disahkan melalui ratifikasi pemerintah Indonesia menjadi undang-undang adalah ASEAN Charter yang disahkan dengan UU No. 38 Tahun 2008. Kata Kunci : Perjanjian Internasional, Piagam ASEAN, UU No. 24 Tahun 2000
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP GANGGUAN KEAMANAN MASYARAKAT DI PULAU-PULAU TERLUAR INDONESIA Annisa Putri; Cornelis Dj. Massie; Thor Bangsaradja Sinaga
LEX ADMINISTRATUM Vol. 13 No. 1 (2025): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan penegakan hukum terhadap gangguan keamanan masyarakat di pulau-pulau terluar Indonesia dan untuk mengkaji dan menganalisis tentang bentuk atau upaya penegakan hukum terhadap gangguan keamanan masyarakat di wilayah pulau-pulau terluar dalam menjamin keutuhan wilayah negara kesatuan republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional. Metode yang digunakan adalah penelitian normatif, dengan kesimpulan yaitu: 1. Sistem hukum Indonesia memberikan pengaturan yang hampir menyeluruh dalam implementasi UNCLOS 1982 terkait masalah hukum laut, namun yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengamanan pulau, hukum Indonesia memberikan pengaturan tersendiri yang dituangkan dalam Peraturan Presiden No 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia. 2. Penegakan hukum di pulau-pulau terluar Indonesia menghadapi berbagai tantangan, termasuk keterbatasan infrastruktur, kurangnya sumber daya manusia, dan minimnya koordinasi antar lembaga. Meskipun terdapat regulasi yang mengatur pengelolaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar, implementasinya sering kali tidak optimal. Hal ini menyebabkan tingginya risiko gangguan keamanan seperti illegal fishing, penyelundupan, pelanggaran batas wilayah, dan perdagangan ilegal. Kata Kunci : gangguan keamana, pulau-pulau terluar
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA YANG TERLANTAR DI JALANAN, (STUDI DI DINAS SOSIAL DAN DINAS KESEHATAN KABANJAHE SUMATERA UTARA) Marsella Br Tarigan; Thor Bangsaradja Sinaga; Anastasia Emmy Gerungan
LEX PRIVATUM Vol. 15 No. 3 (2025): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap hak-hak Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang terlantar di jalanan, dengan fokus pada studi di Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan Kabanjahe, Sumatera Utara. Fenomena ODGJ yang terlantar mencerminkan kurang optimalnya implementasi hak asasi manusia, khususnya dalam pemenuhan hak kesehatan dan perlindungan sosial. Berdasarkan data Dinas Sosial Sumatera Utara, hanya 33,05% ODGJ berat yang mendapatkan pelayanan kesehatan pada tahun 2019, menunjukkan adanya kesenjangan antara kebutuhan dan pelayanan yang tersedia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-empiris dengan pendekatan kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara, observasi lapangan, dan studi dokumen terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun telah ada dasar hukum yang kuat, seperti UUD 1945 Pasal 34 Ayat (3) dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, implementasi perlindungan hukum bagi ODGJ masih menghadapi berbagai kendala. Kendala tersebut meliputi minimnya fasilitas kesehatan jiwa, kurangnya sumber daya manusia yang kompeten, serta stigma sosial terhadap ODGJ. Penelitian ini merekomendasikan peningkatan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam penyediaan fasilitas kesehatan jiwa, penguatan regulasi untuk memastikan pemenuhan hak-hak ODGJ, serta kampanye edukasi untuk mengurangi stigma masyarakat. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan perlindungan hukum terhadap ODGJ dapat lebih efektif diterapkan sehingga mereka dapat hidup dengan martabat sesuai dengan prinsip keadilan sosial. Kata Kunci: Perlindungan hukum, Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), hak asasi manusia, pelayanan kesehatan, stigma sosial.