Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Potensi Tembakau Lembutan Temanggung Sebagai Indikasi Geografis Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis Indra Yuliawan; Setiawan Budi Santoso
Jurnal Hukum dan Sosial Politik Vol. 1 No. 2 (2023): Mei : Jurnal Hukum dan Sosial Politik
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59581/jhsp-widyakarya.v1i2.213

Abstract

Temanggung Regency has an area of mostly highlands because it is located on the part of Mount Sindoro and Mount Sumbing. In general, these areas have lower temperatures and water is more limited than areas that are located lower, especially during the dry season. Not all types of plants can live and develop properly. One type of plant that can be cultivated with good results is tobacco. Initially, the tobacco grown in Temanggung Regency was N. tabacum var. fructicosa then became a variety that has been adapted for years to produce a specific tobacco quality. Through a special cultivation model, namely related to tillage, planting seeds, plant maintenance and fertilization, a long flat-shaped tobacco is produced with a width of approximately 0.5-1 cm. Therefore, people call it soft tobacco. Soft tobacco which is the original cultivation of the people of Temanggung is a special attraction for kretek products so that several manufacturers mix their products with soft tobacco from Temanggung Regency. Regardless of the pros and cons of the tobacco plant itself, Soft Tobacco can have economic value so it has potential to be used as a Geographical Indication for Temanggung Regency. This writing uses a qualitative method, with a normative juridical approach, in which case the method uses a statutory and conceptual approach. Protection of geographic indications aims to protect the uniqueness of a product, in this case, Temanggung soft tobacco from counterfeiting or improper use, while at the same time providing opportunity and legal protection to the people of the Temanggung area as producers of soft tobacco products to get maximum benefits. Therefore it is interesting to write about Soft Tobacco having the potential to become a Geographical Indication for Temanggung Regency and what is the role of the local government in making this Soft Tobacco a Geographic Indication.
Perlindungan Hukum Distributor Dalam Transaksi Jual Beli Barang Di Kabupaten Semarang (Studi Kasus Distributor Gerai Khanifah) Laily Khanifah; Indra Yuliawan
Rampai Jurnal Hukum (RJH) Vol. 3 No. 1 (2024): Maret
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35473/rjh.v3i1.3077

Abstract

In line with the increase in companies marketing goods and services from producers to consumers, this is the main factor for the emergence of many distributors in Indonesia. With this phenomenon, the authors are interested in discussing more deeply related to distributor protection by raising the problem formulation How is legal protection for distributors in buying and selling activities of goods and how to resolve if there is a discrepancy with demand. This research uses normative research methods by analyzing related regulations and conducting interviews with the Semarang Regency Trade Office and Gerai Khanifah to deepen the results of the research. From the research conducted, it is known that the government has provided legal protection for distributors in the Minister of Trade Regulation Number 24 of 2021 concerning Agreements for the Distribution of Goods by Distributors or Agents to regulate goods distribution activities. In practice, it is common to find defective products received by manufacturers causing losses. Article 1504 of the Civil Code gives the meaning that a product is said to have hidden defects if the product sold by the manufacturer has defects so that its use is no longer suitable for its intended purpose. With this loss, the producer has an obligation to be responsible for not fulfilling its obligations. Law of the Republic of Indonesia Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection has regulated the responsibility that can be borne by producers if they commit defaults resulting in losses for distributors. Abstrak Sejalan dengan meningkatnya perusahaan yang pemasaran barang dan jasa dari produsen ke konsumen menjadi faktor utama munculnya banyak distributor di Indonesia. Adanya fenomena tersebut penulis tertarik untuk membahas lebih dalam terkait dengan perlindunagn distributor dengan mengangkat rumusan masalah Bagaimana perlindungan hukum terhadap distributor dalam kegiatan jual beli barang dan bagaimana upaya penyelesaian apabila terdapat ketidaksesuaian dengan permintaan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan menganalisis peraturan yang terkait dan melakukan wawancara dengan Dinas Perdagaan Kabupaten Semarang serta Gerai Khanifah untuk memperdalam hasil penelitian. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa pemerintah telah memberikan perlindungan hukum bagi distributor dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Perikatan untuk Pendistribusian Barang oleh Distributor atau Agen guna mengatur kegiatan pendistribusian barang. Dalam praktiknya sering dijumpai produk cacat yang diterima oleh produsen sehingga menyebabkan kerugian. Pasal 1504 KUH Perdata memberikan makna bahwa suatu produk dikatakan cacat tersembunyi apabila produk yang dijual oleh produsen memiliki cacat sehingga penggunaannya tidak sesuai lagi dengan tujuan yang semestinya. Dengan adanya kerugian ini pihak produsen memiliki kewajiban untuk bertangung jawab karena telah tidak memenuhi kewajibannya. Undangundang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah mengatur terkait dengan pertangungjawaban yang dapat dibebankan kepada produsen apabila melaksanakan wanprestasi sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak distributor.
Penerapan asaz inspaning verbintenis Dalam hubungan hukum keperdataan antara Perawat praktek dengan masyarakat kabupaten semarang Indra Yuliawan
ADIL Indonesia Journal Vol. 1 No. 1 (2019)
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perawat berdasarkan Undang-Undang No. tahun tentang Keperawatan dalam pasal 1 ayat  memberikan definisi kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Bahwa dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa Perawat dapat melakukan kegiatan kepada masyarakat dalam keadaan sakit maupun sehat dengan memberikan asuhan. Bahwa masyarakat yang sakit dapat menggunakan jasa perawat praktek untuk membantu dalam proses penyembuhan penyakit yang dideritanya. Masyarakat dalam keadaan sehat juga dapat menggunakan jasa perawat praktek dalam upaya untuk senantiasa mendapatkan tubuh dan pikiran yang sehat, dalam hal ini antara Perawat dengan masyarakat yang memakai jasa perawat secara langsung telah mengadakan hubungan hukum. Hubungan hukum ada sebagai akibat dari pengaturan dari kegiatan Perawat yang sudah diundangkan. Maka dari itu segala kegiatan Perawat harus berdasarkan atas Undang-Undang Keperawatan. Masyarakat sebagai penerima pekerjaan jasa Perawat dapat disebut mempunyai hubungan hukum. Dalam hal hubungan hukum antara Masyarakat dan Perawat masuk dalam hukum privat yakni hukum perdata. Selaras dengan hubungan hukum dalam perdata lebih cenderung kepada perjanjian. Perjanjian dalam hubungan hukum antara pasien dengan perawat dapat diterapkan asaz Inspaning Verbintennis, artinya bahwa Perjanjian yang mendasarkan kepada usaha para pihak secara maksimal. Jadi disini tidak mengutamakan hasil yang didapat akan tetapi mengutamakan pekerjaan maksimal. Akibat dari asaz Inspaning Verbintennis ini mengakibatkan masyarakat tidak dapat menuntut secara perdata kepada perawat, hal mana jika Perawat bekerja dengan maksimal dalam koridor peraturan perundang-undangan maka pekerjaan perawat dilindungi oleh Undang-Undang.   Kata Kunci : Perawat, asaz Inspaning Verbintennis.
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ATAS CACAT INFORMASI SUATU PRODUK DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE  DI INDONESIA Nur Kholifah, Siti; Indra Yuliawan
Keadilan : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang Vol 23 No 3 (2025): Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37090/z7emt998

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab pelaku usaha dan bentuk perlindungan hukum konsumen di bidang cacat informasi dalam transaksi perdagangan elektronik, serta menilai efektivitas penerapan UUPK, UU ITE, dan PP PMSE dalam menjamin keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan konsumen di era digital. Kemajuan E-commerce  mendorong transaksi daring berbasis informasi digital. Namun, minimnya keakuratan informasi produk sering merugikan konsumen. Ketimpangan posisi antara pelaku usaha dan konsumen diperparah lemahnya pengawasan hukum. Perlindungan hukum belum efektif meskipun diatur dalam UUPK, UU ITE, dan PP PMSE, karena sanksi dan pengawasan belum optimal. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Data sekunder diperoleh melalui tinjauan pustaka yang mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Analisis dilakukan secara kualitatif melalui telaah ketentuan dan doktrin hukum yang relevan. Tanggung jawab hukum pelaku usaha dalam transaksi E-commerce  telah diatur dalam UUPK, UU ITE, dan PP PMSE, yang mewajibkan penyedia informasi benar dan jaminan perlindungan konsumen. Namun, efektivitasnya belum optimal karena praktik yang merugikan konsumen masih terjadi, seperti informasi menyesatkan, prosedur pengembalian rumit, dan klausula baku yang merugikan. Ketimpangan posisi hukum dan rendahnya literasi hukum memperlemah perlindungan, sehingga diperlukan penegakan hukum yang adil dan edukasi konsumen yang berkelanjutan.  Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Cacat Informasi, E-commerce .
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ATAS CACAT INFORMASI SUATU PRODUK DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE  DI INDONESIA Nur Kholifah, Siti; Indra Yuliawan
Keadilan : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang Vol 23 No 3 (2025): Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37090/z7emt998

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab pelaku usaha dan bentuk perlindungan hukum konsumen di bidang cacat informasi dalam transaksi perdagangan elektronik, serta menilai efektivitas penerapan UUPK, UU ITE, dan PP PMSE dalam menjamin keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan konsumen di era digital. Kemajuan E-commerce  mendorong transaksi daring berbasis informasi digital. Namun, minimnya keakuratan informasi produk sering merugikan konsumen. Ketimpangan posisi antara pelaku usaha dan konsumen diperparah lemahnya pengawasan hukum. Perlindungan hukum belum efektif meskipun diatur dalam UUPK, UU ITE, dan PP PMSE, karena sanksi dan pengawasan belum optimal. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Data sekunder diperoleh melalui tinjauan pustaka yang mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Analisis dilakukan secara kualitatif melalui telaah ketentuan dan doktrin hukum yang relevan. Tanggung jawab hukum pelaku usaha dalam transaksi E-commerce  telah diatur dalam UUPK, UU ITE, dan PP PMSE, yang mewajibkan penyedia informasi benar dan jaminan perlindungan konsumen. Namun, efektivitasnya belum optimal karena praktik yang merugikan konsumen masih terjadi, seperti informasi menyesatkan, prosedur pengembalian rumit, dan klausula baku yang merugikan. Ketimpangan posisi hukum dan rendahnya literasi hukum memperlemah perlindungan, sehingga diperlukan penegakan hukum yang adil dan edukasi konsumen yang berkelanjutan.  Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Cacat Informasi, E-commerce .
Analisis Hukum Mengenai Legitime Portie dan Implikasinya terhadap Keabsahan Surat Wasiat di Indonesia Yuliana Dewi Purnama Sari; Indra Yuliawan
Rampai Jurnal Hukum (RJH) Vol. 3 No. 2 (2024): September
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35473/rjh.v3i2.3767

Abstract

It is very important to resolve problems that arise as a result of giving an inheritance that violates the rules and requirements as well as the legitime portie of the legitimate heir. By studying how inheritance arrangements must be in accordance with applicable provisions, namely the Civil Code, it is an effort to minimize the occurrence of problems and the rights of other people are not harmed; legal force of will; and the legal impact of wills on legitimate inheritance rights according to the Civil Code. In the Civil Code, Legitime portie is the minimum portion of inheritance that must be given to certain heirs. This provision limits a person's freedom in making a will so that they cannot ignore the rights of the heirs who are entitled to legitimate inheritance. This article aims to analyze the legal position of legitime portie, its influence on the freedom to make a will, and how this arrangement protects the rights of heirs. The method used in this research is a normative juridical method with an approach to law, doctrine and relevant cases. The research results show that the legal portie arrangement aims to maintain a balance between the right to freedom of will and the moral obligation to fulfill the rights of certain heirs.   Abstrak Sangat penting untuk menyelesaikan masalah yang muncul sebagai hasil dari pemberian warisan yang melanggar peraturan dan persyaratan serta legitime portie ahli waris legitimaris. Dengan cara mempelajari bagaimana pengaturan pewarisan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu KUHPerdata merupakan suatu upaya untuk meminimalisir terjadinya permasalahan dan hak orang lain tidak dirugikan; kekuatan hukum surat wasiat; dan dampak hukum surat wasiat pada hak waris legitimaris menurut KUHPerdata. Dalam KUHPerdata, Legitime portie adalah porsi minimum warisan yang wajib diberikan kepada ahli waris tertentu. Ketentuan tersebut memberi batasan kebebasan seseorang dalam membuat surat wasiat sehingga tidak dapat mengabaikan hak para ahli waris yang berhak atas legitime portie. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis bagaiman kedudukan hukum legitime portie, pengaruhnya terhadap kebebasan membuat surat wasiat, serta bagaimana pengaturan tersebut melindungi hak ahli waris. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang, doktrin, dan kasus-kasus relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan legitime portie bertujuan menjaga keseimbangan antara hak kebebasan berwasiat dan kewajiban moral untuk memenuhi hak-hak ahli waris tertentu.
Keutuhan Rumah Tangga Yang Harmonis Dan Sejahtera Implemetasi UU No. 23 Tahun 2004: Penelitian Mohamad Mundir; Indra Yuliawan
Jurnal Pengabdian Masyarakat dan Riset Pendidikan Vol. 4 No. 2 (2025): Jurnal Pengabdian Masyarakat dan Riset Pendidikan Volume 4 Nomor 2 (October 202
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jerkin.v4i2.2858

Abstract

The family is a fundamental social unit that plays a vital role in shaping individual well-being in physical, mental, emotional, and social aspects. Family harmony serves as the foundation for developing a healthy personality and a prosperous society. However, in reality, conflicts, violence, and injustice often threaten household integrity. This article aims to analyze the concept of a harmonious and prosperous family from a legal perspective, particularly through the implementation of Law No. 23 of 2004 on the Elimination of Domestic Violence (UU PKDRT). The study applies a normative legal research method with a descriptive qualitative approach based on a literature review, covering primary, secondary, and tertiary legal materials. The findings indicate that a harmonious and prosperous family cannot rely solely on religious teachings and moral values but also requires firm legal instruments to protect family members, especially women and children, from threats of physical, psychological, sexual violence, and neglect. Therefore, synergy among religious values, social norms, and positive law is essential to achieve a harmonious, peaceful, and prosperous household in line with national ideals.
Analisis Yuridis Terhadap Restrukturisasi Kredit Pada Masa Pandemi Dan Pasca Pandemi Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Macet Di PT Bank BTN Semarang Nia Yulia Aristiani; Indra Yuliawan
ADIL Indonesia Journal Vol. 5 No. 1 (2024): Adil Indonesia Jurnal
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35473/aij.v5i1.2974

Abstract

The banking world has now begun to adapt to emergencies (force majeure) which have an impact on credit payments by customers. As an example, the Government of Indonesia has stated that the Covid-19 pandemic is a type of disease that can cause a health emergency for its people, including in the business industry. This pandemic situation is used as a reason for the debtor to renege on an agreement that has been agreed upon by the creditor using force majeure (overmacht) reasons. Restructuring is a policy that can be implemented by submitting credit installment payment relief to banks and multifinance companies. In this study, we will discuss matters that become obstacles for debtors in making payments under force majeure conditions and how the process of restructuring credit payments during force majeure conditions takes place. This research is a qualitative research with a descriptive analysis method where the approach implemented is based on legal reality in real practice. This research shows that the impact of the pandemic which has paralyzed the economy in Indonesia has caused difficulties for debtors in paying credit, therefore the Financial Services Authority (OJK) issued a national economic stimulus as a countercyclical policy related to force majeure in the form of POJK No.11/POJK.03/2020 for restructuring policies . Abstrak Dunia perbankan kini sudah mulai beradaptasi dengan keadaan darurat (force majeur) yang berdampak pada pembayaran kredit oleh nasabah. Sebagai contoh dimana Pemerintah Indonesia sudah menyatakan bahwa pandemi Covid-19 ini sebagai salah satu jenis penyakit yang dapat menimbulkan kedaruratan kesehatan terhadap masyarakatnya, termasuk pada industri bisnis, dalam situasi pandemi seperti saat ini sangat mengganggu kelangsungan aktivitas perjanjian dalam industri bisnis. Situasi pandemi ini digunakan sebagai alasan debitur untuk melakukan pengingkaran suatu perjanjian yang sudah disepakati oleh pihak kreditur menggunakan alasan force majeure (overmacht). Restrukturisasi merupakan kebijakan yang dapat dilakukan dengan mengajukan keringanan pembayaran angsuran kredit kepada bank dan perusahaan pembiayaan (multifinance). Dalam penelitian ini akan dibahas terhait hal-hal yang menjadi hambatan debitur dalam pelakukan pembayaran dalam kondisi force mejeure dan bagaimana proses restruktusisasi pembayaran kredit selama keadaan force mejeure berlangsung. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis deskriptif mana pendekatan yang dilaksanakan berdasarkan kenyataan hukum dalam praktik nyata. Penelitian ini memperlihatkan bahwa dampak pandemi yang melumpuhkan perekonomian di Indonesia menyebabkan debitur kesulitan dalam membayar kredit oleh karena itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan countercyclical terkait force majeure berupa POJK No.11/POJK.03/2020 guna kebijakan restrukuturisasi.