Ariani Sitanggang
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Tinjauan Yuridis UU Cipta Kerja Terhadap Pengupahan Yang Layak Era Pandemi Covid-19 Eva Maya Sari; Gracia Tirta Immanuella; Ariani Sitanggang; Satria Ariayudha Widiatmoko; Laga Sugiarto
Jurnal Hukum dan Sosial Politik Vol. 1 No. 2 (2023): Mei : Jurnal Hukum dan Sosial Politik
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59581/jhsp-widyakarya.v1i2.306

Abstract

The legalizing of the work act sparked deep-rooted controversy in society, even since it was first proposed by the President. This situation is highly reasonable, especially with new society conditions emerging from the covid-19 pandemic, misunderstandings are natural and disagreements are easy. The copyright law was hasty as it revised dozens of existing laws. Omnibus law appeared on President Joko Widodo's proposal on his inaugural address to the people's assembly on October 20, 2019. The President proposed omnibus law to have overlapping regulations eliminated. The government has also expressed hope with the growing number of pollutive Omnibus Laws in the public and has also attracted foreign investors to invest in Indonesia. Omnibus law has generated controversy in society as it overcomes most of the previous legislation with the new one. This new act. Omnibus law provided an easier passage, as regulations and permits impeded increased construction.
ANALISIS YURIDIS TERHADAP DUGAAN PELANGGARAN ETIK DAN ULTRA PETITA OLEH HAKIM DALAM PERKARA CERAI: STUDI KASUS NOMOR PERKARA 2588/PDT.G/2024/PA.SMG Ariani Sitanggang; Githa Asmadeningrum Rosady; Diny Widya Evriyanti Simarangkir; Karina Salsabila Meiralda; Sherlin Lovina Manalu
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 11 No. 6 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v11i6.12193

Abstract

Prinsip non ultra petita merupakan salah satu asas penting dalam hukum acara perdata, termasuk dalam sistem peradilan agama di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah putusan Nomor 2588/Pdt.G/2024/PA.Smg mengandung unsur ultra petita dan bagaimana implikasi hukumnya menurut hukum acara perdata Islam. Berdasarkan kajian yuridis normatif terhadap putusan tersebut dan prinsip-prinsip hukum acara, ditemukan indikasi pelanggaran terhadap asas non ultra petita, yang berpotensi mengakibatkan batalnya putusan. Makalah ini menekankan pentingnya hakim dalam menjaga batasan kewenangannya demi menjamin keadilan prosedural dalam sistem peradilan Islam di Indonesia.
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGENAAN BIAYA ADMIN QRIS OLEH OKNUM PELAKU USAHA DALAM PERSEPEKTIF PERLINDUNGAN KONSUMEN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA Ariani Sitanggang; Diny Widya Evriyanti Simarangkir; Karina Salsabila Meiralda; Sherlin Lovina Manalu
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 11 No. 9 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v11i9.12382

Abstract

The Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) is a national payment standard based on QR codes established by Bank Indonesia to simplify, accelerate, and secure digital transactions. However, in practice, several business actors impose additional administrative fees on consumers for each QRIS transaction. In fact, costs such as the Merchant Discount Rate (MDR) and settlement fees should be the responsibility of the merchants, not the consumers. The imposition of these additional fees without clear notification violates consumer protection principles as stipulated in Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection, particularly Articles 4 and 7, which guarantee the rights to comfort, security, accurate information, and fair treatment. This study aims to analyze, from a juridical perspective, the practice of imposing QRIS administrative fees by certain business actors under the applicable legal framework in Indonesia. The method used is a normative legal approach through library research of relevant legislation and Bank Indonesia’s technical policies. The results of this study are expected to strengthen the understanding of business actors’ obligations and consumers' rights, as well as provide concrete recommendations to establish a fair, transparent, and legally compliant digital transaction system. Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) adalah standar nasional pembayaran berbasis QR Code yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk mempermudah, mempercepat, dan mengamankan transaksi digital. Namun, dalam praktiknya, sejumlah pelaku usaha membebankan biaya administrasi tambahan kepada konsumen dalam setiap transaksi QRIS. Padahal, biaya seperti Merchant Discount Rate (MDR) dan biaya settlement seharusnya menjadi tanggung jawab pelaku usaha, bukan dibebankan kepada konsumen. Pengenaan biaya tambahan tersebut tanpa pemberitahuan yang jelas melanggar prinsip perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 4 dan Pasal 7 yang menjamin hak atas kenyamanan, keamanan, informasi yang benar, serta perlakuan yang adil. Kajian ini dilakukan untuk menganalisis secara yuridis praktek pengenaan biaya administrasi QRIS oleh oknum pelaku usaha dalam perspektif hukum yang berlaku di Indonesia. Metode yang digunakan adalah pendekatan normatif melalui studi kepustakaan terhadap peraturan perundang-undangan dan kebijakan teknis dari Bank Indonesia. Hasil kajian ini diharapkan dapat memperkuat pemahaman mengenai kewajiban pelaku usaha dan hak-hak konsumen, serta memberikan rekomendasi konkret guna menciptakan sistem transaksi digital yang adil, transparan, dan sesuai dengan hukum.