Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Telaah Konteks Historis tentang Ayat Pelarangan Mendoakan Kerabat yang Musyrik: Studi Konsep Asbab Al-Nuzul Nasr Hamid Abu Zayd Ulfah, Mailani; Zakiy, Ahmad
ALSYS Vol 4 No 1 (2024): JANUARI
Publisher : Lembaga Yasin AlSys

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58578/alsys.v4i1.2277

Abstract

Various restrictions on relationships or interactions with people of different beliefs sourced from the Qur’an lead to various responses, one of which is the attempt to find the reason behind the restrictions. QS. al-Taubah [9]:113 is one of the verses of the Qur’an that plays a role in creating these restrictions. This research aims to find various reasons behind the prohibition of praying for polytheists in QS. al-Taubah [9]:113 by looking at the dynamics of asbab al-nuzul of the verse and the socio-cultural reality of Arab society at that time which played a role in shaping the construction of the Qur’anic text by using Nasr Hamid Abu Zayd’s asbab al-nuzul approach. The type of research that will be used in this paper is library research. The results found from this study, first, the number of asbab al-nuzul narrations of this verse has implications, namely the assumption that QS. al-Taubah [9]:113 was revealed repeatedly, and other opinions that state such conclusions cause confusion so that there is a need for an in-depth study of hadith criticism. Secondly, the sharp conflict between Muslims and polytheists from the period of Makkah to Madinah influenced the construction of the text of QS. al-Taubah [9]:113 and the reason for the prohibition of praying and asking forgiveness for polytheist relatives. The nature of research that examines the historical aspects of a verse, needs to be appreciated and even enlivened in order to reveal the right interpretation of the Qur’an and find reasons from the aspect of tasyri’.
Penafsiran Kitābun Marqūm dalam Tafsir Salman: Tafsir Ilmiah atas Juz ‘Amma Ulfah, Mailani
Contemporary Quran Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Sunan Kalijaga Islamic State University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/cq.v1i2.5658

Abstract

Manusia merupakan makhluk yang memiliki ragam potensi dibandingkan dengan lainnya diantaranya akal. Sehingga al-Qur’an menegaskan tentang penciptaan manusia yang memiliki keistimewaan serta dinobatkan sebagai khalīfah fī al-ardh demikian ini terjadi karena selain diciptakan dengan fisik yang sempurna, ia juga dibekali akal untuk berfikir, fitrah untuk beribadah serta nafsu keinginan. Dengan akal, manusia dapat membedakan sesuatu yang baik buruk sebab manusia mampu memfungsikan akalnya dengan baik untuk kepentingan diri sendiri dan orang lain. Ada banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menyebutkan tentang potensi akal. Ayat-ayat al-Qur’an yang membahas tentang potensi akal dapat-ditemukan dalam istilah tafakkur, tadabbur dan tabashur. Tafsir Ilmiah Salman menafsirkan QS. Al-Muthaffifīn [83]:9 dan 20 dengan penyajian yang berbeda dengan penafsiran sebelumnya yakni dengan menghubungkan makna al-Qur’an dengan pengetahuan sains. Hal tersebut merupakan bukti perkembangan dalam bidang kajian tafsir yang bernuansa sains di Indonesia. Penelitian ini akan berfokus pada bagaimana penafsiran kitābun marqūm dalam Tafsir Ilmiah Salman yang dihubungkan pada otak manusia yang berfungsi sebagai pusat rekaman informasi. Adapun jenis penelitian yang akan digunakan adalah (library research) atau studi kepustakaan. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah penafsiran penggalan ayat kitābun marqūm dimaknai secara harfiah yang merujuk kepada tiga mufasir kontemporer sehingga memunculkan sebuah penafsiran bernuansa sains. Kedua, makna kitābun marqūm diasosiasikan kepada bagian otak yang disebut sebagai neokorteks yang berfungsi sebagai pusat record atau penyimpanan memori secara permanen.
Ideological Contestation of Islamic Organisations in Indonesia: A Case Study of Muhammadyah and Nahdlatul Ulama Rohman, Alif Nur; Assaiq, Muhammad Royhan; Ulfah, Mailani; Sudi, Ahmad; Siswanto, Siswanto; Wijaya, Roma
RUSYDIAH: Jurnal Pemikiran Islam Vol. 5 No. 2 (2024)
Publisher : STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35961/rsd.v5i2.1695

Abstract

This article discusses the ideological contestation between Muhammadiyah and Nahdlatul Ulama (NU), where Muhammadiyah was established in the early 20th century. The birth of the two mass organisations is inseparable from the influence of thought that developed in the Islamic world at that time, which has implications for the ideological differences between the two. Therefore, this research specifically examines the characteristics of ideological contestation between Muhammadiyah and NU. This research is a qualitative literature study that collects data from various documents, such as books, journal articles, and other sources. The ideology that becomes the material object in this research is then analysed using the theory of ideological contestation. This theory will reveal four characteristics of contestation, namely: variations in different norms, two modes of contestation, three stages of norm implementation, and four cycles of validation. This research shows that differences in basic norms, modes of contestation, and norm implementation are the main drivers of the dynamics between Muhammadiyah and NU. The ideological contestation between Muhammadiyah and Nahdlatul Ulama (NU) is reflected in their different approaches to religious norms, where Muhammadiyah emphasises purification of Islamic teachings through the establishment of modern institutions such as schools and hospitals, while NU adapts local traditions through pesantren that integrate traditional religious values. Their validation also differs, with Muhammadiyah gaining formal recognition from the colonial government, while NU gains strong cultural legitimacy in rural communities through deep-rooted religious ritual traditions. This contestation not only shaped the socio-political identity of Muslims in Indonesia, but also contributed to the formation of a national identity rich in religious and cultural values.
KONSTRUKSI NALAR ARAB DALAM BUKU TAKWIN AL-AQL AL-ARABY KARYA MUHAMMAD ABID AL-JABIRI Zakiy, Ahmad; Saputra, Eko; Ulfah, Mailani
Multidisciplinary Indonesian Center Journal (MICJO) Vol. 1 No. 1 (2024): Vol. 1 No. 1 Edisi Januari 2024
Publisher : PT. Jurnal Center Indonesia Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62567/micjo.v1i1.53

Abstract

Dalam diskursus epistemologi, terdapat beberapa upaya para sarjana untuk memperlihatkan sistem epistemik nalar masyarakat Arab. Hal tersebut disebabkan adanya permasalahan-permasalahan tertentu yang menjadikan sistem penalaran tersebut mempengaruhi ketertinggalan masyarakat Arab-Islam terutama dalam hal peradaban. Tulisan ini bertujuan mengangkat usaha yang dilakukan Abid al-Jabiri dalam melakukan eksplorasi terhadap konstruksi sistem penalaran Arab dan menunjukkan beberapa sebab yang membentuk konstruksi sistem epistemik tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan metode deskriptif-analitis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Abid al-Jabiri menjustifikasi era jahili sebagai batu pertama pertama peletak struktur dasar bagi sistem epistemik nalar Arab. Kemudian al-Jabiri mencoba untuk menjabarkan kompleksitas ashr al-tadwin sebagai era dimana terjadi kristalisasi nalar Arab. Dalam kasus ini, al-Jabiri menunjukkan aspek-aspek tersembunyi yang pada dasarnya turut mempengaruhi segala proses epistemik yang terjadi pada era kodifikasi. Beberapa hal tersebut antara lain ialah, pertama, dorongan-dorongan ideologis, yang mana dalam hal ini al-Jabiri memperlihatkan perebutan dominasi dalam menjustifikasi suatu otoritas epistemik antara kelompok Sunni dan Syi’ah. Kedua, terdapat perkembangan ilmu-ilmu teologi dan ilmu-ilmu awa’il yang telah ada sejak awal abad ke 2 H yang diprakarsai dengan lahirnya karya Washil Ibn Atha’ dalam bidang ilmu kalam, dan Khalid Ibn Yazid dalam bidang ilmu awa’il. Ketiga, terdapat faktor arabisasi birokrasi yang diawali dengan kabijakan Abd Malik Ibn Marwan yang merubah penggunaan bahasa administrasi dari bahasa asing ke bahasa Arab. Keempat, terdapat pengaruh-pengaruh sekularisasi dalam sistem epistemik nalar Arab dalam banyak bidang yang dilakukan oleh tokoh-tokoh tertentu seperti Abdullah Ibn Muqaffa. Dengan demikian al-Jabiri hendak membongkar sisi-sisi tersembunyi dari terbentuknya konstruksi nalar Arab sebagai dasar epistemik masyarakat Arab untuk melakukan justifikasi terhadap sesuatu terutama atas ilmu pengetahuan.