AbstractTheft is an immoral act and against the law in every country, including Indonesia. The crime of theft is an act that takes someone's goods against the law, the same thing is also stated in Article 362 of the Criminal Code which is hereinafter referred to as a criminal offense. The perpetrators of criminal acts of theft are sometimes inseparable from the closest people such as playmates, coworkers and even worse are committed by family. Article 367 of the Criminal Code states that if the crime of theft committed by the family such as a wife or husband, then the perpetrator can be sanctioned if the family or the injured party reports the act, in short, Article 367 of the Criminal Code states that if the crime of theft committed by the family is different from the crime of theft in general, namely with differences in the type of offense, theft committed in general is a general offense, while if committed by the family then the offense is a complaint offense. The purpose of this research is to answer the problems related to the crime of theft committed by the family with a review from the point of view of positive law and also Islamic law. The research method used in this research is a type of normative juridical research, namely legal research that refers to literature studies. The topic or problem described in this research is described in an analytical descriptive way. The sanctions imposed in Islamic law related to the crime of theft committed by the family are literally no different from positive criminal law, which provides differences in the mechanism for imposing penalties. In Islamic law, if the crime of theft is committed by the family, it is forbidden for him to be sentenced to cutting hands, but with other penalties such as ta'zir or paying dhaman (fines) in accordance with the stolen property, it is different from theft committed by other people or in general.AbstrakPencurian merupakan suatu perbuatan yang amoral dan bertentangan dengan hukum disetiap negara, termasuk di Indonesia. Tindak pidana pencurian merupakan suatu tindakan yang mengambil barang seseorang dengan cara melawan hukum, hal senada tersebut juga tertuang dalam pasal 362 KUHP yang selanjutnya disebut sebagai suatu tindak pidana. Pelaku tindak pidana pencurian terkadang tidak terlepas dari orang – orang terdekat seperti teman bermain, rekan – rekan kerja dan bahkan yang lebih parah adalah dilakukan oleh keluarga. Dalam pasal 367 KUHP mengatakan bahwa jika tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh keluarga seperti istri atau suami, maka pelaku dapat dikenakan sanksi jika pihak keluarga atau pihak yang dirugikan melaporkan perbuatan tersebut, secara singkat pasal 367 KUHP ini mengatakan bahwa jika perbuatan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh keluarga berbeda dengan tindak pidana pencurian secara umum yaitu dengan perbedaan jenis deliknya, pencurian yang dilakukan secara umum merupakan delik umum, sementara jika dilakukan oleh keluarga maka deliknya merupakan delik aduan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan terkait tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh keluarga dengan tinjauan dari sudut pandang hukum positif dan juga hukum islam. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang mengacu pada studi kepustakaan. Topik atau persoalan yang digambarkan pada penelitian ini diuraikan dengan cara deskriptif analitis. Sanksi yang dijatuhkan dalam hukum islam terkait tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh keluarga secara harfiah tidak berbeda dengan hukum pidana positif, yaitu memberikan perbedaan mekanisme dalam penjatuhan hukumannya. Dalam hukum islam jika tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh keluarga haram baginya dijatuhin hukuman potong tangan, melainkan dengan hukuman lain seperti ta’zir atau membayar dhaman (ganti kerugian) sesuai dengan harta yang dicuri, hal itu berbeda dengan pencurian yang dilakukan oleh orang lain atau secara umum.