Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Akibat Hukum Pencatatan Nikah Siri Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Nofia Sari, Okta; Sari Damayanti, Andi; Hadrian, Reza
WELFARE STATE Jurnal Hukum Vol. 2 No. 1 (2023): April
Publisher : Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56013/welfarestate.v2i1.2078

Abstract

Marriage is a right granted by the 1945 Constitution to carry out and continue offspring. The marriage law is one of the most widely applied aspects of Muslims around the world compared to the laws of muamalah. Marriage is mitsaqan ghalidan, a solid bond, which is considered valid when it has fulfilled the conditions and harmony of marriage. Marriage must be performed in accordance with its religion and must be registered in the state so that it is able to protect the rights arising from marriage. If the marriage is not registered, it will cause many problems in the future so that everyone should pay attention to the importance of marriage registration.  
Keberlakuan Non-Refoulement Principle Dikaitkan Dengan Sovereignty Principle: Tinjauan Terhadap Pengungsi Rohingya di Indonesia Sumampouw, Wuri; Kurnia, Kana; Arfiani, Nur; Hadrian, Reza
JURNAL USM LAW REVIEW Vol. 7 No. 3 (2024): DECEMBER
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v7i3.9441

Abstract

This research aims to determine the determination of the status of the Rohingya ethnic group according to the Refugee Convention and the application of the principle of non-refoulement in handling Rohingya refugees in Indonesia in relation to the principle of sovereignty, and then whether the application of the principle of non-refoulement is absolute or not applied in Indonesia. Due to the large number of Rohingya ethnic groups entering Indonesian territory and causing social problems, security can even threaten sovereignty. The research method is normative legal research, relying on secondary data. The research results show that Indonesia is not a country that has ratified the 1951 convention, as a result, it is difficult for asylum seekers to obtain protection regarding their certainty, and considering the ongoing security situation in Myanmar, of course, the only hope for asylum seekers to achieve a long-term solution is through resettlement in third countries and even though Indonesia has not ratified the 1951 convention, Indonesia still needs to comply with the principle of non-refoulement even though there are no penalties imposed on Indonesia if Indonesia violates the 1951 convention and forces refugees to leave Indonesia considering that the convention does not explain in writing what The consequences that non-convention countries will face if they reject asylum seekers and refugees and force them to leave Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penentuan status etnis Rohingya Menurut Konvensi Pengungsi dan penerapan prinsip non refoulement dalam penanganan pengungsi Rohingya di Indonesia dikaitkan dengan prinsip sovereignty, dan kemudian apakah penerapan prinsip non refoulement ini mutlak atau tidak diterapkan di Indonesia. Di karenakan banyaknya etnis Rohingya yang masuk ke wilayah Indonesia dan menimbulkan masalah-masalah sosial, keamanan bahkan dapat mengancam kedaulatan. Metode penelitiannya adalah penelitian hukum normatif, bertumpu pada data sekunder. Hasil penelitian menunjukan bahwa Indonesia bukan merupakan negara yang meratifikasi konvensi 1951, akibatnya pencari suaka kesulitan untuk mendapatkan perlindungan terkait kepastian mereka dan mengingat situasi keamanan yang sedang berlangsung di Myanmar maka tentu saja, maka satu-satunya harapan para pencari suaka untuk mencapai solusi jangka panjang adalah melalui pemukiman kembali di negara ketiga dan walaupun Indonesia tidak meratifikasi konvensi 1951, Indonesia tetap perlu untuk mematuhi prinsip non refoulement sekalipun tidak ada hukuman yang dijatuhkan ke Indonesia apabila Indonesia melanggar konvensi 1951 dan memaksa pengungsi meninggalkan negara Indonesia mengingat di dalam konvensi tidak menjelaskan secara tertulis apa konsekuensi yang akan dihadapi negara-negara non konvensi jika mereka menolak pencari suaka dan pengungsi serta memaksa mereka meninggalkan negara Indonesia. 
Analisis Yuridis Terhadap Pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut Kurnia, Kana; Hadrian, Reza
Jurnal Legislasi Indonesia Vol 22, No 3 (2025): Jurnal Legislasi Indonesia - September 2025
Publisher : Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undang, Kementerian Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54629/jli.v22i3.1356

Abstract

Penelitian ini dilatar belakangi oleh berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut di mana ketika PP tersebut berlaku, keberlakuannya dinilai rapuh karena tidak merujuk pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi seperti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU No. 12/2011), di mana banyak masyarakat pesisir tidak dimintakan pertimbangan pada saat proses penyusunan PP tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pertama, pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut menurut UU No.12/2011. Kedua, batas maritim wilayah Indonesia yang perlu dipertimbangkan mengingat hasil sedimentasi melintasi batas negara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, pertama, UU No. 12/2011 hanya memenuhi sebagian asas dari pembentukan peraturan perundang-undangan dan tidak memenuhi partisipasi masyarakat yang bermakna karena masyarakat terdampak sama sekali tidak dilibatkan dalam pembentukan PP No. 26/2023. Kedua, Singapura tidak bisa melakukan klaim wilayah hasil reklamasi yang telah dilakukannya karena berdasarkan Pasal 60 ayat (8) UNCLOS 1982, pulau buatan, instalasi, dan bangunan tidak mempunyai status pulau, sehingga tidak memiliki laut teritorialnya sendiri, bahkan kehadirannya juga tidak mempengaruhi penetapan batas laut teritorial, zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen.