Tihadanah, Tihadanah
Unknown Affiliation

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PEMBERIAN HAK ASUH ANAK DILUAR PERKAWINAN DITINJAU DARI PASAL 14 UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Novelia Crishtina Giro; Ralang Hartati; Tihadanah, Tihadanah
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 2 No. 5 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v2i5.2340

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemberian hak asuh anak diluar perkawinan yang ditinjau dari pasal 14 undang-undang nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Yang dimana sengketa tentang pemberian hak asuh anak diluar perkawinan masih sangat sering terjadi karena berbagai faktor. Seperti kedudukannya secara hukum sebagai anak luar perkawinan. Dan apakah terdapat kemungkinan jika dikemudian hari ayah biologisnya ingin mengasuh anaknya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dalam mengumpulkan datanya menggunakan analisis data deskriptif-kualitatif yang merupakan mengemukakan data dan informasi kemudian dianalisis dengan memakai beberapa kesimpulan sebagai temuan dari hasil penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedudukan anak diluar perkawinan masih rancu dalam hukum positif indonesia dan anak luar kawin hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya tidak dengan ayah biologisnya. Akan tetapi ayah biologisnya tetap berkewajiban memberikan nafkah kepada si anak apabila dapat dibuktikan dengan tes DNA atau alat bukti yang sah secara hukum sesuai dengan putusan MK Nomor 46/PUU/VIII/2010.
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PEMALSUAN MEREK DAGANG TERKENAL Yuga Pradiansyah; Hasudungan Sinaga; Tihadanah, Tihadanah
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 2 No. 12 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v2i12.2682

Abstract

Pengajuan laporan selain kepada Kepolisian sebagai penyidik utama, laporan juga dapat dilaporkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang berada di lingkungan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Penyidikan ini bukan merupakan delik biasa, dimana harus ada upaya pro-aktif Kepolisian atau Penyidik Pegaai Negeri Sipil (PPNS). Dalam melakukan penelitian meskipun tidak ada laporan dari pemilik atau pemegang hak melainkan delik aduan, sehingga para pihak yang memiliki atau memegang hak harus bersikap pro-aktif atau memproses pengaduannya ke Polisi atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dengan Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana untuk melakukan penyidikan merek apabila terjadi pelanggaran merek yang dimiliki atau dipegangnya. Wewenang penyidik dalam memereksi adalah melakukan pemeriksaan atas kebenaran aduan berkenaan dengan tindak pidana di bidang merek. Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum ang diduga melakukan tindak pidana di bidang merek berdasarkan aduan tersebut. Meminta keterangan dan barang bukti yang terkait sehubungan dengan tindak pidana di bidang merek dan melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, catatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan yang dapat dijadikan barang bukti dalam perkara tindak pidana merek rserta meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang merek. Seseorang pemilik merek atau penerima lisensi atas sebuah merek dapat menuntut seseorang yang tanpa izin telah menggunakan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek milik orang lain yang berhak dalam bidang perdagangan dan jasa yang sama. Dalam Undang-undang Merek No. 20 Tahun 2016 Pengadilan Niaga nantinya akan memutus perkara tersebut. Sanksi pidana juga diberikan di Indonesia dimana para pelanggar dengan sengaja melanggar HAKI pihak lain. Perundang-undangan Indonesia juga memberlakukan beberapa sanksi yang cukup serius. Sanksi pidana tergantung pada hak apa yang dilanggar. Namun secara garis besar, sanksi pidana berkissar antara 4 (empat) sampai 5 (lima) tahun hukuman pidana penjara dan 200 (dua ratus) juta rupiah sampai 2 (dua) milyar rupiah pidana denda. Bukti pelanggaran biasanya dilaporkan kepada polisi yang akan memeriksa perkara serta menyita semua barang bukti yang diduga sebagai bukti pelanggaran HAKI pihak pelapor. Kasus ini biasanya akan ditangani oleh seorang Jaksa yang berusaha supaya kasus tersebut beserta pelanggarannya dibawa ke pengadilan. Jika pelanggaran dapat dibuktikan bersalah, maka akan dikenakan pidana penjara dan/atau dikenakan denda.
TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN PULAU PULAU KECIL TERHADAP WARGA ASING BERDASARKAN UU NO 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL Roland Berliando; Tihadanah, Tihadanah; Arihta Ester Tarigan
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 3 No. 4 (2004): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v3i4.3158

Abstract

Pemberian Hak Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil kepada Warga Negara Asing dalam Perspektif Hukum Agraria di Indonesia Pilihan tema tersebut dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus perjanjian jual beli Pulau-Pulau Kecil di Indonesia, khususnya warga negara asing yang lebih tertarik untuk menguasai hak atas tanah pada suatu pulau karena banyaknya potensi yang dapat dimanfaatkan di dalam Pulau-Pulau Kecil tersebut. Pilihan tema tersebut dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus perjanjian kepemilikan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia, khususnya warga negara asing yang lebih tertarik untuk menguasai hak atas tanah pada suatu pulau karena banyaknya potensi yang dapat dimanfaatkan di dalam Pulau-Pulau Kecil tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, karya tulis ini mengangkat rumusan masalah sebagai berikut: 1.bagaimana pemberian hak pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil dalam perspektif hukum agraria. Bagaimana peran pemerintah Daerah dalam Melindungi Pulau-Pulau Kecil Di Wilayah Indonesia penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Pengumpulan bahan hukum dengan cara menganalisis dan studi literatur atau kepustakaan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang berkaitan dengan objek penelitian. Selanjutnya data yang diperoleh dikaji dan dianalisis dengan pendekatanpendekatan yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab isu hukum dalam penelitian ini pengelolaan sumber daya alam kaitannya dengan pemanfaatan pulau-pulau kecil tidak dapat dilepas-pisahkan dengan tiga aspek penting yang harus dicermati oleh pemerintah yaitu perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian. Peran Pemerintah Daerah sebagai pelindung Pulau-Pulau kecil antara lain didasarkan pada adanya peraturan daerah khusus.pengaturan pembagian dan pengelolaan pulau-pulau kecil sehingga rencana pembangunan disusun oleh pengurus daerah memfasilitasi definisi arah penggunaan sumber daya di masing-masing Pengembangan regulasi untuk kawasan perlindungan pesisir dan pulau-pulau kecil, yang sangat bermanfaat untuk menjaga kelestariannya Daerah pesisir dan pulau-pulau kecil.
TUGAS DAN KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI TERHADAP PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA Arifin, Muhammad; Tauran, Rina; Tihadanah, Tihadanah
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 7 No. 3 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v7i3.6775

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Tugas dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi Terhadap Penegakan Hukum di Indonesia dengan adanya Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normative yang mengkonsepsikan hukum sebagai law in doctrine meliputi nilai-nilai, norma-norma hukum positif atau putusan Pengadilan. Analisa pada penelitian ini dilakukan dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil penelitian ini menunjukan, bahwa kedudukan KPK di atur secara khusus dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK sebagai lembaga negara bantu yang independen dalam menegakan hukum melalui upaya pemberantasan korupsi dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyat. Keberadaan KPK tersebut dilengkapi instrumen berupa kewenangan yang luar biasa yang secara khusus diberikan oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, agar KPK dapat bekerja secara optimal. Kewenangan KPK mulai dibatasi dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomr 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan adanya perubahan Undang-undang tersebut maka kekuasaan KPK tidak lagi secara Independen untuk melakukan suatu tindakan tetapi masuk ke rumpun kekuasaan eksekutif dalam arti segala Tindakan yang akan dilakukan oleh KPK seperti penyelidikan, penyidikan maupun penyadapan harus melalui Dewan Pengawas (Dewas). Modus operandi yang sering terjadi dilakukan tersangka korupsi adalah suap dan gratifikasi. Penelitian ini merekomendasikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hendaknya lebih selektif dalam menetapkan tersangka tindak pidana korupsi.
IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 35 TAHUN 2021 TENTANG PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DI PT. ABSOLUT SERVIS NUSANTARA Mansur, Abdullah; Ida, Syafrida; Tihadanah, Tihadanah
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 8 No. 1 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v7i12.7176

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) di PT. Absolut Servis Nusantara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021. Fokus penelitian ini meliputi kesesuaian pelaksanaan PKWT dengan regulasi yang berlaku, termasuk format perjanjian, hak-hak pekerja, serta ketentuan pemberian upah lembur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa aspek PKWT telah sesuai dengan peraturan yang berlaku, seperti format PKWT, waktu kerja, hak cuti, dan jaminan sosial. Namun, terdapat ketidaksesuaian dalam pemberian upah, terutama terkait upah lembur, di mana perusahaan tidak membedakan waktu kerja lembur pada hari libur resmi. Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa kurangnya pemahaman pekerja mengenai PKWT serta minimnya edukasi dari perusahaan memicu ketidakpuasan pekerja, terutama ketika kontrak kerja tidak diperpanjang. Solidaritas di antara pekerja juga menjadi faktor pendukung resistensi tersebut. This study aims to analyze the implementation of Fixed-Term Employment Agreements (PKWT) at PT. Absolut Servis Nusantara based on Government Regulation No. 35 of 2021. The research focuses on the compliance of PKWT practices with the prevailing regulations, including the format of the agreement, workers' rights, and overtime wage provisions. The findings reveal that several aspects of PKWT, such as the agreement format, working hours, leave rights, and social security, are under the regulations. However, discrepancies exist in wage distribution, particularly concerning overtime wages, where the company fails to differentiate between overtime work on public holidays and regular days. Additionally, this study highlights that the lack of workers' understanding of PKWT and insufficient education from the company triggers dissatisfaction, particularly when contracts are not renewed. Worker solidarity further exacerbates resistance to these conditions.
Kajian Yuridis Perlindungan Hukum terhadap Saksi Mahkota dalam Mengungkapkan Kasus Pidana Edi Hardum, Siprianus; Tihadanah, Tihadanah
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 4 No. 5 (2024): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik (Juli - Agustus 2024)
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v4i5.2395

Abstract

Kejahatan, baik kejahatan jalanan seperti pembunuhan dan perampokan maupun kejahatan kerah putih seperti korupsi, selalu mendapat reaksi keras dari masyarakat. Upaya penanggulangan kejahatan melalui hukum pidana sangat diharapkan karena mencerminkan negara berdasarkan hukum. Penegak hukum sering menghadapi kendala dalam menyelidiki kasus besar yang sensitif, terutama yang melibatkan pejabat tinggi. Oleh karena itu, kerja sama dari individu yang memiliki pengetahuan langsung tentang kejahatan sangat penting. Saksi mahkota, seorang saksi yang juga pelaku kejahatan, sangat membantu hakim dalam mengungkap kasus pidana. Hukum pidana terbagi menjadi hukum pidana materiil dan hukum acara pidana, yang memberikan panduan bagi penegak hukum dalam menangani pelanggaran hukum pidana.