Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

KEDUDUKAN PERATURAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA APRILIANTO, RYAN; KASIM, AMINUDDIN; TIBAKA, LELI
Legal Opinion Vol 6, No 3 (2018)
Publisher : Faculty of Law Tadulako University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi seberapa urgensi Peraturan Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa serta menganalisis kedudukan Peraturan Desa dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Hukum Normatif dengan menggunakan pendekatan Perundang-undangan dan pendekatan Konseptual. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari data primer, data sekunder dan data tersier yang dianalisis secara yuridis kualitatif kemudian menarik kesimpulan menggunakan silogisme proses berfikir deduktif untuk menarik kesimpulan bersifat khusus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan sejarah Desa, urgensi peraturan Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa yaitu sebagai suatu perangkat dasar legitimasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, dengan kata lain Peraturan Desa disusun sebagai acuan dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan di Desa sebagai konsekuensi dari Desa sebagai suatu daerah otonom yang berhak mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri. Hal ini diperkuat teori Negara Hukum yang dianut oleh Indonesia yang menimbulkan konsekuensi bahwa pemerintahan harus berdasar kepada konsepsi Negara Hukum yakni pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang dalam konsepsi Pemerintahan Desa harus berdasrkan Peraturan Desa. Sedangkan tata susunan hierarki Peraturan Desa tidak terlepas penjabaran materi muatan dan sumber kewenangan pembentukan Peraturan Desa, sehingga hierarki Peraturan Desa dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia pada dasarnya berada dibawah Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, karena pada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota mengatur ketentuan yang memberikan kewenangan delegasi kepada Pemerintah Desa untuk membentuk Peraturan Desa.
KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM MENGESAHKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG YANG TELAH DISETUJUI BERSAMA MENJADI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Indriani, Iin; Tibaka, Leli
Tadulako Master Law Journal Vol 4, No 1 (2020): FEBRUARY
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mengangkat tentang Kedudukan Presiden Dalam Mengesahkan Rancangan Undang-Undang Yang Telah Disetujui Bersama Menjadi Undang-Undang Berdasarkan UUD RI 1945. Terkait rapat pembahasan rancangan undang-undang yang dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah (Presiden) terdapat beberapa Rancangan undang-undang yang tidak mendapat pengesahan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri pada masa kepemimpinannya sehingga melahirkan beberapa undang-undang tanpa pengesahan Presiden meskipun rancangan undang-undang itu telah mendapat persetujuan bersama. Hal ini yang melatar belakangi penambahan ayat pada Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 yang berbunyi “Dalam hal pengesahan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan”. Hal ini menjadi menarik bagi penulis untuk mengkaji dan mencari tahu apa kedudukan Presiden dalam hal mengesahkan serta implikasi hukum terhadap kedudukan Presiden ketika tidak mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama menjadi undang-undang?Dengan metode penelitian hukum normatif dan pendekatan historis, konseptual serta perundang-undangan penelitian ini berhasil membuktikan bahwa kedudukan Presiden dalam mengesahkan rancangan undang-undang menjadi undang-undang ialah sebagi Kepala Negara. Hal ini merupakan simbol dan tidak terdapat implikasi hukum terhadap kedudukan Presiden ketika tidak mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama menjadi undang-undang berdasarkan pada Pasal 20 ayat (5) UUD 1945. Namun secara etika ketatanegaraan ini mempengaruhi kepercayaan masyarakat dan konsistensi yang sebelumnya telah menyetujui bersama (Presiden dan DPR) tetapi diakhir tidak mengesahkan.
The Protection of Human Rights in Indonesian Constitutional Law after the Amendment of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia Leli Tibaka; Rosdian Rosdian
Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum Vol 11 No 3 (2017)
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/fiatjustisia.v11no3.1141

Abstract

The amendment to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia has shown progress in respecting, protecting and fulfilling human rights in Indonesia. It is proven from the advanced provisions that have set the human rights material, starting from the affirmation of fundamental rights, individual rights, social rights, solidarity rights, and even the assertion of rights included in the category of not-derogable rights in the Second Amendment to the 1945 Constitution. The urgency of the Constitution 1945 as written constitution due to its status as the ultimate instrument to determine a norm (law), action or government policy, so it will not violate human rights and constitutional rights of the citizens. Thus, the Constitution is an important instrument in term of guaranty and ensuring that human rights within the Republic of Indonesia are protected, even though the source of human rights is not actually derived from the State but naturally originated from natural law, whether its universal validity is either affirmed or not in the Constitution. It shows progress in the level of regulation and protection of human rights in Indonesia.Related to the guarantee of the protection of human rights, one of the important material of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is the presence of a new judicial institution called the Constitutional Court, in addition to the Supreme Court. The existence of the Constitutional Court in Indonesia is an improvement in maintaining and upholding the Constitution and protecting human rights. Hence, the Constitutional Court referred to as “the Protector of Human Rights.” Protection of human rights is carried out through the exercise of authority as defined in Article 24C Paragraph (1) of the 1945 Constitution which is to review an Act against the Constitution, to judge on authority disputes of state institutions whose authorities are granted by the Constitution, to judge on the dissolution of a political party, and to judge on disputes regarding the result of a general election. Also, Article 24C Paragraph (2) obliges the Constitutional Court to render a judgment on the petition of the People’s Representative Council regarding an alleged violation by the President and the Vice President according to the Constitution. Keywords: Human Rights, Constitutional Law, Amendment to the Constitution.
THE RIGHTS OF STUNTED CHILDREN TO HEALTH SERVICES IN DONGGALA DISTRICT Rosdian; Leli Tibaka; Kartini Malarangan; Nursiah
Tadulako Social Science and Humaniora Journal Vol. 4 No. 2 (2024): Tadulako Social Science and Humaniora Journal
Publisher : LPPM Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22487/sochum.v5i1.17186

Abstract

Children are a gift from God Almighty, whose dignity needs to be protected and their rights guaranteed to grow and develop by their nature. Child health problems in terms of nutrition are one of the priorities of the United Nations. Stunting cases are cases of toddlers who have a length or height that is less than the WHO child growth standards. Article 6 paragraph (1) of the Convention on the Rights of the Child reads "States Parties subscribe to the inherent right of every child to life". The right to health is one of the rights inherent in children and adults. One of the Health Rights for children is the fulfillment of children's nutrition and nutrition, so as not to cause stunting of children. SSGI data from Donggala Regency includes districts that have high stunting cases, with a stunting rate in 2023 of 32.4%. This paper aims to find out and analyze the extent of the convention's implementation on the right of stunting children to health services, the factors that cause the high stunting rate in Donggala Regency, and efforts to provide health services for stunting children.
Anomali Masa Jabatan Presiden Terhubung Dengan Bentuk Negara Republik: Pembatasan Masa Jabatan Presiden dalam Perspektif Konstitusi : Menghindari Otoritarianisme di Era Demokrasi Mujahidah, Mujahidah; Tibaka, Leli
Jurnal Konstitusi Vol. 21 No. 4 (2024)
Publisher : Constitutional Court of the Republic of Indonesia, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31078/jk2147

Abstract

The proposal to extend the presidential term has emerged as a significant issue within Indonesia’s constitutional discourse. This study aims to examine the concept of a “presidential term anomaly” in relation to the republican form of government, employing a normative juridical approach. The findings indicate that Indonesia’s constitution implements a closed-norm framework, explicitly limiting the presidential term to two periods. Any effort to prolong this term is deemed unconstitutional unless the pertinent constitutional provisions are formally amended. More fundamentally, the limitation of the presidential term is closely tied to the republican model, wherein sovereignty resides with the people and executive power is held by a president. In a republic, governance is conducted by and for the people’s interest, necessitating that the exercise of power always aligns with the will and welfare of the broader community.