Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

HAK KONSTITUSIONAL NARAPIDANA UNTUK MEMILIH PADA PILKADA SERENTAK Hartawan, Deni; Asmara, M. Galang; Zunnuraeni, Zunnuraeni
Mandalika Law Journal Vol. 1 No. 2 (2023): Mandalika Law Journal
Publisher : Yayasan Baru Haji Samsudin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59613/mlj.v1i2.2572

Abstract

Indonesia merupakan Negara hukum dengan sistem demokrasi yang dalam peralihan kekuasaan menggunakan sistem pemilihan secara langsung, baik Pemilu maupun Pilkada. Pelaksanaan Pilkada secara langsung memunculkan berbagai permasalahan, salah satunya adalah hak pilih narapidana yang ditahan di Rutan yang berada di luar daerah pemilihan. Ketersediaan lapas dan Bapas sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Nomer 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa Lapas dan Bapas didirikan di setiap kabupaten/kota, namun hingga saat ini 26 tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini, pemerintah masih belum mampu mendirikan Lapas disetiap kabupaten/kota, sebagai contoh, di Kabupaten Seruyan, Murungraya, dan Pulang pisau, Kalimantan Tengah, hingga saat ini belum terdapat fasilitas Lapas. ketidak mampuan pemerintah mendirikan Lapas pada setiap kabupaten/kota berimplikasi juga pada urusan hak konstitusi warga binaan pada kabupaten/kota yang belum memiliki Lapas karena dititip pada Lapas kabupaten/kota terdekat. Karena hal tersebut maka dirasa perlu untuk mengkaji tentang bagaimana hak konstitusi narapidana yang ditahan di Rumah Pemasyarakatan (Rutan) yang berada diluar daerah pemilihan yang daerahnya belum memiliki Lapas untuk memilih pada pilkada serentak. Dimana kemudian tujuan dari penelitian yang telah dilakukan adalah Untuk mengetahui dan menganalisis jaminan hak konstitusional Narapidana yang daerahnya belum memiliki Lapas untuk memilih pada pilkada serentak. Penelitian yang digunakan adalah jenis Penelitian hukum normatif empiris, yang dilakukan dengan cara dengan cara mengumpulkan dan mengkaji bahan-bahan hukum kepustakaan. Kemudian menghasilkan bahwa dalam prakteknya KPU kabupaten tidak pernah membuat TPS di Lapas di luar Kabupatennya, sehingga jaminan hak konstitusional Narapidana yang daerahnya belum memiliki Lapas untuk memilih pada pilkada serentak belum bisa terpenuhi.
PEMBATASAN KASASI PERKARA TATA USAHA NEGARA MENGENAI KEPUTUSAN PEJABAT DAERAH DALAM KERANGKA KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA Harun, Andi; Asmara, M. Galang; Risnain, Muh.
JURNAL EDUCATION AND DEVELOPMENT Vol 13 No 1 (2025): Vol 13 No 2 Mei 2025
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37081/ed.v13i1.7478

Abstract

Penelitian ini membahas pembatasan kasasi dalam perkara Tata Usaha Negara (TUN) terkait keputusan pejabat daerah dalam sistem peradilan di Indonesia. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif atau doktrinal dengan fokus pada analisis peraturan perundang-undangan dan doktrin hukum. Pembatasan kasasi sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (2) huruf c Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 bertujuan untuk mengurangi penumpukan perkara di Mahkamah Agung. Namun, norma tersebut dianggap kabur (vague norm) karena tidak memberikan kejelasan mengenai keputusan pejabat daerah yang dapat dikasasi. Hal ini bertentangan dengan prinsip bahwa semua kewenangan pejabat daerah diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk mengatasi ketidakjelasan ini, Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA No. 3 Tahun 2018 yang menetapkan bahwa keputusan yang berkaitan erat dengan dekonsentrasi, tugas pembantuan, serta keputusan strategis dan berdampak luas dapat dikecualikan dari pembatasan kasasi. Namun, penelitian ini menemukan bahwa kriteria strategis dan berdampak luas dalam SEMA tersebut tidak memiliki dasar dalam Pasal 45A ayat (2) huruf c UU No. 5 Tahun 2004. Oleh karena itu, diperlukan revisi terhadap aturan tersebut. DPR dan Presiden diharapkan memberikan definisi yang lebih jelas dalam peraturan perundang-undangan. Selain itu, Mahkamah Agung sebaiknya menyederhanakan pengecualian pembatasan kasasi hanya pada keputusan yang berkaitan erat dengan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Advancing Democratic Engagement in Indonesia's Treaty Ratification Process: Memajukan Keterlibatan Demokratis dalam Proses Ratifikasi Perjanjian di Indonesia Hamdani, Fathul; Asmara, M. Galang; Zunnuraeni
Rechtsidee Vol. 11 No. 2 (2023): December
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21070/jihr.v12i2.1007

Abstract

This study explores the application of the 'meaningful participation' principle in the formation of laws ratifying international agreements in Indonesia, with a focus on social, economic, and environmental sectors. The research adopts a normative legal methodology, utilizing statutory and conceptual approaches to analyze relevant legislation, court decisions, and academic literature. The findings reveal a significant imbalance in public participation in the ratification process, primarily characterized by a top-down approach with minimal substantive dialogue with affected community groups. Despite constitutional provisions allowing the President to establish agreements without ratification, meaningful public participation in legislative and ratification processes remains limited. The study emphasizes the need for open public consultations, active involvement of non-governmental organizations, and private sector engagement to achieve policies that reflect the comprehensive interests and aspirations of the populace. It highlights the importance of community involvement, transparency, economic-environmental balance, and inclusive approaches in influencing meaningful participation levels. The research calls for recommendations to the Government and Parliament to foster more qualitative and significant public participation in the ratification process, aligning Indonesia with international principles of meaningful participation in social, economic, and environmental law. This approach is crucial for Indonesia, as the world's third-largest democracy, to promote meaningful public participation in policy-making, especially in ratifying international agreements impacting the broader society. Highlights: Imbalanced Participation: Dominance of a top-down approach with minimal public dialogue in treaty ratification. NGOs and Private Sector: Essential roles in representing diverse societal interests in legislative processes. Legal and Democratic Alignment: Need for transparent and inclusive law-making, balancing economic and environmental aspects. Keywords: Meaningful Participation, International Treaty Ratification, Public Involvement, Legislative Process, Indonesian Democracy
Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/Puu-Xx/2022 Tentang Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa Istikelal; Asmara, M. Galang; Rusnan, Rusnan
Jurnal Diskresi Vol. 2 No. 2 (2023): Jurnal Diskresi
Publisher : Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/diskresi.v2i2.3676

Abstract

Demokrasi dan negara hukum adalah dua konsepsi mekanisme kekuasan dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Kedua konsepsi tersebut saling berkaitan yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan, karena pada satu sisi demokrasi memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan. sisi yang lain negara hukum memberikan patokan bahwa yang memerintah dalam suatu negara bukanlah manusia, tetapi hukum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kajian Ptusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/Puu-Xx/2022 Tentang Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa. Jenis penelitian ini dilakukan secara normatif. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan Perundang-Undangan (statute approach) dan Pendekatan Konseptual (conseptual approach). Hasil penelitian ini adalah ini di tolaknya permohonan pemohon dalam putusan Mahkamah Konstitusi merujuk kepada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XIX/2021 sebagai tafsir konstitusional pembatasan masa jabatan Kepala Desa. Tafsir konstitusional dari Mahkamah Konstitusi ini penting keberadaannya sebagai bentuk pembatasan kekuasaan pemerintah dalam hal ini Kepala Desa yang dilakukan lewat aturan hukum (government limited by law).
HAK KONSTITUSIONAL NARAPIDANA UNTUK MEMILIH PADA PILKADA SERENTAK Hartawan, Deni; Asmara, M. Galang; Zunnuraeni
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 4 No. 3 (2023)
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/jcm.v4i3.2455

Abstract

Indonesia merupakan Negara hukum dengan sistem demokrasi yang dalam peralihan kekuasaan menggunakan sistem pemilihan secara langsung, baik Pemilu maupun Pilkada. Pelaksanaan Pilkada secara langsung memunculkan berbagai permasalahan, salah satunya adalah hak pilih narapidana yang ditahan di Rutan yang berada di luar daerah pemilihan. Ketersediaan lapas dan Bapas sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Nomer 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa Lapas dan Bapas didirikan di setiap kabupaten/kota, namun hingga saat ini 26 tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini, pemerintah masih belum mampu mendirikan Lapas disetiap kabupaten/kota, sebagai contoh, di Kabupaten Seruyan, Murungraya, dan Pulang pisau, Kalimantan Tengah, hingga saat ini belum terdapat fasilitas Lapas. ketidak mampuan pemerintah mendirikan Lapas pada setiap kabupaten/kota berimplikasi juga pada urusan hak konstitusi warga binaan pada kabupaten/kota yang belum memiliki Lapas karena dititip pada Lapas kabupaten/kota terdekat. Karena hal tersebut maka dirasa perlu untuk mengkaji tentang bagaimana hak konstitusi narapidana yang ditahan di Rumah Pemasyarakatan (Rutan) yang berada diluar daerah pemilihan yang daerahnya belum memiliki Lapas untuk memilih pada pilkada serentak. Dimana kemudian tujuan dari penelitian yang telah dilakukan adalah Untuk mengetahui dan menganalisis jaminan hak konstitusional Narapidana yang daerahnya belum memiliki Lapas untuk memilih pada pilkada serentak. Penelitian yang digunakan adalah jenis Penelitian hukum normatif empiris, yang dilakukan dengan cara dengan cara mengumpulkan dan mengkaji bahan-bahan hukum kepustakaan. Kemudian menghasilkan bahwa dalam prakteknya KPU kabupaten tidak pernah membuat TPS di Lapas di luar Kabupatennya, sehingga jaminan hak konstitusional Narapidana yang daerahnya belum memiliki Lapas untuk memilih pada pilkada serentak belum bisa terpenuhi
PENGENAAN PAJAK TERHADAP NETFLIX SEBAGAI PELAKU USAHA LUAR NEGERI PASCA BERLAKUNYA REGULASI TERKAIT PERDAGANGAN MELALUI SISTEM ELEKTRONIK (PMSE) Nurhalizah, Alya; Asmara, M. Galang; Minollah
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 4 No. 3 (2023)
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/jcm.v4i3.2550

Abstract

Digitalisasi dalam dunia perdagangan memberikan kesempatan kepada para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan usaha tanpa kehadiran tempat usaha secara fisik. Salah satu contoh perusahaan raksasa dunia yang saat ini melakukan ekspansi bisnis secara internasional tanpa membuka kantor perwakilan di negara yang menjadi tujuan ekspansinya adalah Netflix, yang menawarkan jasa berupa penyedia layanan pengaliran media digital. Permasalahan kemudian muncul ketika Indonesia tidak dapat menarik pajak dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh Netflix, sehingga menghilangkan potensi pemasukan pajak yang cukup signifikan. Penyusunan Tesis ini dilakukan untuk menganalisis pengaturan pengenaan pajak terhadap Netflix dan pelaksanaannya di Indonesia. Berdasarkan analisis yang dilakukan, disimpulkan bahwa terdapat kekosongan hukum terkait penerapan sanksi atas pelanggaran dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) oleh Pemungut PPN PMSE serta terkait pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) terhadap Subjek Pajak Luar Negeri yang menjalankan usahanya secara digital tanpa keberadaan secara fisik di Indonesia. Pelaksanaan pengenaan PPN PMSE melalui sistem Penunjukkan Pemungut PPN PMSE sejauh ini menunjukkan kontribusi positif terhadap penerimaan pajak pusat, terlepas dari adanya risiko kekeliruan dalam pelaporan. Untuk pengenaan PPh terhadap Netflix di Indonesia belum dapat dilaksanakan sampai dengan tercapainya kesepakatan dalam bentuk perjanjian multilateral melalui Konsensus Pajak Global. Oleh karena itu, Pemerintah disarankan agar mempercepat proses penerbitan Peraturan yang mengatur sanksi atas pelanggaran dalam pengenaan PPN PMSE dan mengupayakan segera tercapainya konsensus pajak global terkait pengenaan PPh atas transaksi lintas batas berbasis digital serta menangani masalah penghindaran pajak
Democratic Legal Principles in the Election of the Governor of NTB, Indonesia: Prinsip Hukum Demokratis dalam Pemilihan Penjabat Gubernur NTB, Indonesia Azwar, Lalu Muhammad; Asmara, M. Galang; Purnomo, Chrisdianto Eko
Indonesian Journal of Law and Economics Review Vol. 19 No. 1 (2024): February
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21070/ijler.v19i1.994

Abstract

This study critically examines the mechanism of appointing the Acting Governor of Nusa Tenggara Barat (NTB), focusing on its alignment with the principles of a democratic legal state. Utilizing a normative legal research methodology, the study employs legislative and conceptual approaches, drawing from primary and secondary legal materials. The analysis incorporates descriptive analytical, prescriptive, and argumentative data analysis techniques. Findings reveal that the current mechanism, governed by the Ministry of Home Affairs Regulation No. 4 of 2023, mandates adherence to democratic legal state principles. However, it faces significant challenges in ensuring optimal public participation and safeguarding human rights (HAM). Although the process involves multiple stakeholders, including optional non-ministerial government agencies, the final decision remains centrally with the president. This centralistic tendency undermines direct public participation in political decision-making, a core tenet of democracy. Additionally, the mechanism lacks clear legal procedures for termination, posing a risk of violating HAM principles and affecting the legitimacy and continuity of the appointed official. The study recommends enhancing public and representative body involvement to better reflect democratic participation principles. It also suggests regulatory changes to mandate broader stakeholder involvement and establish clear termination mechanisms, thereby improving transparency, accountability, and legal certainty while upholding human rights protection. These improvements are crucial for bolstering the mechanism's democratic legitimacy and efficacy in NTB's governance.Highlights Centralized Authority: The president's ultimate decision-making power limits public involvement. Public Participation Gap: Insufficient societal engagement in the appointment process. Human Rights Risks: Unclear termination procedures pose legal and legitimacy concerns. Keywords: Democratic Legal Principles, Public Participation, Human Rights, NTB Governor Appointment, Legal Transparency
Impact of Campaign Regulations on Electoral Freedom: Dampak Peraturan Kampanye terhadap Kebebasan Memilih Hamjad, Hamjad; Asmara, M. Galang; Cahyowati, Roro
Indonesian Journal of Law and Economics Review Vol. 19 No. 1 (2024): February
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21070/ijler.v19i1.998

Abstract

This research scrutinizes Constitutional Court Decision No. 65/PUU-XXI/2023, focusing on the intersection of campaign regulations and the fundamental right to electoral choice in a democratic society. Using a normative legal research methodology, the study delves into the legal concepts, principles, and norms governing electoral campaigns, particularly regarding their conduct in educational institutions and government facilities. This approach is both descriptive and normative, relying on existing legislation, court decisions, and supplementary academic sources to construct a comprehensive understanding of the subject. The research identifies a lack of clarity in current regulations about campaigning in educational spaces, as highlighted by the absence of specific legal guidelines in this area. The analysis of the Constitutional Court's decision and related electoral laws, including Article 280 of the 2017 General Election Law, reveals a need for more precise legal provisions to regulate campaign mechanisms and concepts effectively. The findings suggest that while existing laws aim to uphold citizens' political rights to free choice, they lack detailed implementation strategies, particularly concerning youth engagement in political processes. The study advocates for policymakers and government officials to develop legal frameworks that extend campaign outreach not only to the non-educational population but also to young voters, fostering their involvement and understanding of political contests. This would contribute to the national goal of informed and active citizenship.Highlights: Ambiguity in Campaign Regulations: The study highlights the lack of clear guidelines for conducting electoral campaigns in educational settings. Constitutional Court's Influence: Examines the impact of Decision No. 65/PUU-XXI/2023 on the balance between free political choice and regulated campaigning. Youth Political Involvement: Emphasizes the need for legal reforms to enhance the political engagement and education of young voters. Keywords: Electoral Campaign Regulation, Constitutional Court Decision, Political Rights, Youth Engagement, Legal Framework