Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Persepsi remaja terhadap shopee pay later di kota makassar Indrayanti, Indrayanti; Sennahati, Sennahati; Rintoh, Rintoh
Journal of Communication Sciences (JCoS) Vol. 6 No. 2 (2024): April
Publisher : Departement of Communication Sciences, Faculty of Social and Political Sciences, UIM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55638/jcos.v6i2.1177

Abstract

The purpose of this research is to find out how teenagers in Makassar City perceive the Shopee PayLater credit feature offered by the Shopee e-commerce platform. The study emphasizes how teenagers understand and incorporate these characteristics into their daily lives by using a symbolic interaction approach. The research involved 10 teenagers who actively use Shopee PayLater, aged between 17 and 19 years old. Social interactions, cultural norms, and status symbols associated with modern financial technology heavily influence teenagers' perceptions of Shopee PayLater. Most of the people who responded perceived Shopee PayLater as a useful and valuable tool that helped them manage their finances, enhanced their shopping experience, and fulfilled their life needs and could always keep up with the times.
NILAI TENRICAU TERHADAP PERILAKU FOMO REMAJA DI MAKASSAR Indrayanti; Sennehati, Sennehati; Rintoh, Rintoh; Mattarima, Mattarima
MEDIALOG: Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 7 No. 2 (2024): Medialog: Jurnal Ilmu Komunikasi (in Progres)
Publisher : Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UM Buton

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35326/medialog.v7i2.6135

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui remaja suku Bugis memaknai nilai Tenricau ke dalam dirinya dan ingin mengetahui alasan remaja suku Bugis di Makassar menjadikan Fear of Missing Out (FoMo) sebagai kebutuhan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Informan penelitian ini adalah 10 remaja yang masih memegang nilai-nilai lokal serta memahami makna Tenricau. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Interaksi Simbolik yang dicetuskan oleh George Herbert Mead yang merujuk pada Mind, Self and Society. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa remaja suku Bugis yang berperilaku FoMo berlandaskan pada nilai Tenricau yang dimaknai secara salah dan telah mereka dapatkan sejak kecil.. Nilai Tenricau sendiri memiliki makna bahwa jangan menyerah sebelum berjuang dan berusaha menjadi yang terbaik. akan tetapi, kebanyakan orang tua mereka berbeda budaya menyebabkan mereka salah memaknai Tenricau yaitu selalu menjadi nomor satu dalam segala hal. Remaja sebagai seorang individu yang masih mencari jati dirinya, belum bisa memilah apa yang harus dipersaingkan dan apa yang harus dibiarkan sehingga hal ini ia jadikan landasan dalam berperilaku di masyarakat dan berdampak pada hubungan sosial mereka. Ada yang bisa menerima namun ada yang tidak bisa menerima. Alasan remaja suku Bugis yang tinggal di Makassar menjadikan perilaku FoMo sebagai salah satu kebutuhan karena suku Bugis dikenal dengan gengsi sehingga memiliki daya saing yang tinggi dengan selalu ingin menjadi pemenang di segala hal. rasa gengsi dan ingin diakui, membuat remaja senang melakukan pamer (flexing) di media sosialnya. Perilaku tersebut menjadikan tujuan mulia dari tenricau menjadi bergeser maknanya dan FoMo menjadi budaya baru.
Peran Penyuluh Agama Islam dalam Pembinaan Masyarakat Rentan di Kelurahan Sambung Jawa Nurdin, Nurdin; Rintoh, Rintoh; Naharuddin, Naharuddin; Hasbullah, H.; Asrawati, Asrawati
Journal of Comprehensive Science Vol. 4 No. 5 (2025): Journal of Comprehensive Science (JCS)
Publisher : Green Publisher Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59188/jcs.v4i5.3173

Abstract

Penyuluh Agama Islam memainkan peran kritis sebagai mediator antara kebijakan pemerintah dan masyarakat, khususnya kelompok rentan di Kelurahan Sambung Jawa, yang meliputi lansia, fakir miskin, penyandang disabilitas, dan penghuni rumah tidak layak huni. Kelompok ini menghadapi keterbatasan akses terhadap layanan dasar akibat faktor sosial, ekonomi, dan fisik. Penelitian ini diarahkan untuk memahami bagaimana penyuluh Agama Islam berkontribusi dalam membimbing kelompok masyarakat yang rentan serta menilai sejauh mana pemerintah memberikan dukungan terhadap kegiatan tersebut. Metode yang digunakan bersifat kualitatif, dengan pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara mendalam, pengamatan langsung yang melibatkan partisipasi, serta analisis dokumen terkait. Sampel dipilih secara purposif, meliputi penyuluh agama, anggota majelis taklim, dan perwakilan pemerintah. Penyuluh agama berperan sebagai motivator, fasilitator, dan advokat melalui program majelis taklim (Nurul Aman Lepermi, Ar-Rahman, Assakinah), dengan kegiatan seperti bantuan material, konseling, dan advokasi hak-hak kelompok rentan. Pemerintah mendukung dengan baik kegiatan dakwah yang dilakukan oleh penyuluh Agama Islam di Kelurahan Sambung Jawa. Penelitian ini merekomendasikan penguatan kolaborasi antara penyuluh, pemerintah, dan masyarakat untuk mengoptimalkan pendampingan berbasis agama dan kebijakan inklusif.