Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

MENGGAGAS PENINGKATAN LITERASI MELALUI DOKUMENTASI INFORMASI Irpina, Wiwin; Mursyid, Moh; Ernawati; WB, Lalu Arya Punguh; Muntazar, Ahmad
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Mulia Madani Yogyakarta Vol. 2 No. 2 (2024): DIMASLIA JURNAL PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS ISLAM MULIA
Publisher : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Mulia Madani Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang : American Library Association (ALA) menyatakan bahwa seseorang memiliki keterampilan literasi informasi jika orang tersebut menyadari kapan memerlukan informasi dan mempunyai kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi dan menggunakan secara efektif informasi tersebut. (ACRL. 2010) Di Indonesia istilah dokumentasi sering digunakan dalam arti yang sering berbeda dengan pengertian dokumentasi yang berlaku dalam dunia pengolahan informasi. (Djajuliyanto. 1990) Kemampuan literasi informasi akan membuat masyarakat menggunakan TI serta mendokumentasikan informasi dengan efektif dan relevan dengan kebutuhannya. Tujuan:Tujuan Kegiatan adalah memberdayakan masyarakat dengan pengetahuan dan keterampilan praktis dalam mengakses serta menggunakan informasi secara efektif. Hal ini diharapkan dapat menciptakan perubahan positif dalam kemampuan membaca, menulis, dan memahami informasi di antara penduduk desa melalui dokumentasi informasi. Metode:Metode yang digunakan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini melalui pelatihan dan advokasi. Hasil:Kegiatan pelatihan ini mampu meningkatkan pemahaman masyarakat. Kegiatan pelatihan ini dijadikan sebagai upaya untuk meningkatkan literasi melalui dokumentasi informasi di Desa Demangrejo telah memberikan hassil yang signifikan. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan Sumber Daya Manusia pengelola Perpustakaan serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam aktivitas literasi menunjukkan keberhasilan program ini dalam mencapai tujuannya.
Analysis of The Right to Live for Children of Adultery According to MUI Fatwa Number 11 of 2012 and Its Relation to MK Decision Number 46/PUU-VIII/2010 Waris, A. Putri Dyana; Abbas, Abbas; Muntazar, Ahmad
Journal of Family Law and Islamic Court Vol 3, No 1 (2024): Journal of Family Law and Islamic Court
Publisher : Family Law Study Program (Ahwal Syakhshiyah), Universitas Muhammadiyah Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26618/jflic.v3i1.16879

Abstract

A child resulting from adultery cannot be assigned to the man who gave birth to him (his father), he can only be assigned to his mother and his mother's family. However, this does not eliminate the father's responsibility to provide for the child's living needs and provide assets after he dies through a mandatory will. MUI fatwa number 11 of 2012 rejected MK decision number 46/PUU-VIII/2010 which had previously been decided regarding children resulting from adultery who have civil rights with their father, if it is biologically proven that the child is a child resulting from adultery between their father and mother. The MUI fatwa stated that the MK decision deviated from Islamic teachings, according to which children resulting from adultery can only be assigned to their mother's family. To decide on a decision related to Islamic law, its formation must be in accordance with the basics of Islamic law and not deviate from it. In an effort to find the right decision for this problem, the author uses literature research by analyzing the MUI Fatwa and also the Constitutional Court's decision which explains the status of children, as well as sources that can provide information related to this research
Pandangan Masyarakat terhadap Tradisi Upacara Adat Patorani dalam Mencari Nafkah AM, Erfandi; Muntazar, Ahmad
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 19, No. 1 : Al Qalam (Januari 2025)
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Amuntai Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35931/aq.v19i1.4304

Abstract

Upacara adat Patorani merupakan upacara yang menurut kepercayaan masyarakat tradisi ini bertujuan sebagai pembuka rezeki dan membawa keselamatan bagi mereka saat berada di laut dalam mencari nafkah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses upacara adat patorani dan pandangan masyarakat terhadap tradisi tersebut di desa Palalakang kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan pendekatan hukum syar’i. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan upacara adat patorani masih terus terjaga hingga saat ini, dikarenakan dianggap sebagai kewajiban bagi para nelayan sebelum mereka memulai kegiatan melaut. Adapun pandangan masyarakat terhadap tradisi tersebut, bahwa upacara ini memiliki beberapa tujuan utama. Pertama, upacara dianggap sebagai sarana untuk memberikan semangat kepada para nelayan, menyatukan dan membesarkan semangat mereka sebelum melaut. Kedua, upacara juga diartikan sebagai bentuk penghormatan kepada nabi Khidir, nabi Yunus, dan nabi Sulaiman, yang diyakini sebagai penguasa lautan, ikan, dan simbol pemberi rezki.
Perspektif Tokoh Masyarakat Kajang terhadap Aturan Kasta dalam Adat Pernikahan dan Relevansinya dengan Fikih Islam Rapung, Rapung; Muntazar, Ahmad; Risnawati, Risnawati
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan Vol. 19, No. 1 : Al Qalam (Januari 2025)
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an (STIQ) Amuntai Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35931/aq.v19i1.4305

Abstract

Perkembangan Islam di Sulawesi Selatan tepatnya di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba turut memberi imbas dan pengaruh dalam aspek adat dan budaya masyarakat Kajang yang dikenal sangat ketat berpegang pada tradisi dan budaya, termasuk dalam hal aturan kasta dalam pernikahan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian field research atau penelitian lapangan dengan menggunakan dua metode pendekatan yaitu pendekatan sosial dan pendekatan teologi normatif (syarin toleransi sedikitpu), serta mengambil sumber dari data primer dan data sekunder melalui hasil dari wawancara beberapa tokoh masyarakat Kajang, serta buku-buku maupun jurnal. Hasil penelitian menunjukkan: 1). Bahwa perspektif tokoh masyarakat Kajang terkait tradisi kasta dalam pernikahan terbagi menjadi dua, sebagian tidak memberika n kepada perempuan Karaeng (bangsawan) untuk menikah dengan laki-laki Ata dan sebagian lain memberi toleransi padanya, kendati semua sepakat bahwa dalam agama semua orang setara di mata Tuhan terkait pilihan hidupnya. 2). Dalam fikih Islam penetapan “kasta” lebih mendekat istilah kufu’ atau kesetaraan. Bisa dilihat, bahwa aturan kasta dalam adat pernikahan Kajang dalam hal ini, masih relevan dari satu sisi dan tidak relevan dari sisi yang lain. Jika melihat dari pendapat mazhab Hanafi maka aturan pernikahan kasta tampak relevan dengan hukum Islam akan tetapi jika melihat dari konsekuensi dari aturan pernikahan kasta maka hal tersebut tampak tidak relevan dengan fikih Islam.
Analysis of The Right to Live for Children of Adultery According to MUI Fatwa Number 11 of 2012 and Its Relation to MK Decision Number 46/PUU-VIII/2010 Waris, A. Putri Dyana; Abbas, Abbas; Muntazar, Ahmad
Journal of Family Law and Islamic Court Vol. 3 No. 1 (2024): Journal of Family Law and Islamic Court
Publisher : Family Law Study Program (Ahwal Syakhshiyah), Universitas Muhammadiyah Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26618/jflic.v3i1.16879

Abstract

A child resulting from adultery cannot be assigned to the man who gave birth to him (his father), he can only be assigned to his mother and his mother's family. However, this does not eliminate the father's responsibility to provide for the child's living needs and provide assets after he dies through a mandatory will. MUI fatwa number 11 of 2012 rejected MK decision number 46/PUU-VIII/2010 which had previously been decided regarding children resulting from adultery who have civil rights with their father, if it is biologically proven that the child is a child resulting from adultery between their father and mother. The MUI fatwa stated that the MK decision deviated from Islamic teachings, according to which children resulting from adultery can only be assigned to their mother's family. To decide on a decision related to Islamic law, its formation must be in accordance with the basics of Islamic law and not deviate from it. In an effort to find the right decision for this problem, the author uses literature research by analyzing the MUI Fatwa and also the Constitutional Court's decision which explains the status of children, as well as sources that can provide information related to this research
Agricultural Land Pawn According to Muhammadiyah Thought: Perspective of Islamic Law and Farmer Welfare Jasri, Jasri; Muntazar, Ahmad; Kotta, Muhammad Iswan
Ekonomis: Journal of Economics and Business Vol 9, No 1 (2025): Maret
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/ekonomis.v9i1.2128

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi sejauh mana dampak praktik gadai tanah terhadap kesejahteraan petani, serta menganalisis pandangan Muhammadiyah terhadap praktik tersebut berdasarkan perspektif hukum Islam. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif-ekonomi, yang memungkinkan untuk mengeksplorasi aspek hukum dan kesejahteraan petani terkait praktik gadai tanah pertanian secara komprehensif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa realisasi praktik gadai pada objek penelitian terdiri dari 2 (dua) bentuk, yaitu 1) penggadai sebagai pemilik tanah, dan 2) penerima gadai sebagai pengelola tanah. Pada kasus pertama, sudah sesuai dengan hukum Islam. Sedangkan kasus kedua bertentangan dengan hukum Islam dengan dasar bahwa dalam akad gadai terdapat indikasi utang-piutang, dimana dalam akad utang-piutang tidak membolehkan atau melarang adanya penambahan dari pokok pinjaman yang diberikan. Sedangkan dalam kasus gadai tanah pertanian, pokok pinjaman tetap harus dikembalikan sedangkan sebelum pelunasan pinjaman yang diberikan, pemberi pinjaman tetap mengambil manfaat dari barang yang menjadi objek gadai. Jika ditinjau dari aspek kemaslahatan petani (falah: kesejahteraan dunia dan akhirat) melalui praktik gadai tanah pertanian, baik bagi penggadai maupun penerima gadai tidak tercapai