Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Modal Sosial Sebagai Strategi Survivalensi Pengrajin Tempe Di Desa Tembarak Kecamatan Kertosono Rohmawati, Rita Wahyu; Abu Tazid; Nensy Triristina; Elva Zakiyatul Fikria
Journal of Public Power Vol. 8 No. 2 (2024): Desember 2024
Publisher : Universitas Darul Ulum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32492/jpp.v8i2.8202

Abstract

Penelitian ini menganalisa Pemanfaatan Modal Sosial Sebagai Strategi Survivalensi Pengrajin Tempe di Desa Tembarak Kecamatan Kertosono. Penelitian ini menjelaskan bentuk – bentuk modal sosial serta dampak atas penerapan modal sosial yang dilakukan oleh para pengrajin tempe dalam menjalankan usahanya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dengan wawancara dan observasi. Informan ditentukan dengan teknik purposive, penentuan informan dengan menetapkan kriteria tertentu yang relevan. Dalam penelitian ini menggunakan lima informan. Analisis data menggunakan Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori modal sosial oleh Robert D. Putnam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjalin jaringan sosial antar sesama pengrajin tempe serta antara pengrajin tempe dengan pembeli. Pengrajin tempe di Desa Tembarak juga telah menerapkan unsur – unsur modal sosial seperti jaringan sosial, kepercayaan dan norma. Dalam mempertahankan usahanya para pengrajin tempe juga menerapkan nilai kejujuran, kesopanan dan keramahan. Hal itu terbukti efektif untuk menarik pembeli bahkan membuat pembeli bersedia berlangganan. Modal sosial memiliki peran penting bagi keberlangsungan suatu usaha. Diterapkannya modal sosial memiliki banyak dampak positif bagi pengrajin tempe di Desa Tembarak.
Transisi Demokrasi Indonesia Pasca Orde Baru Persepektif Giorgio Agamben Bambang Widianto Akbar; Winda Nurlaily Rafikalia Iskandar; Abu Tazid
Journal of Public Power Vol. 9 No. 1 (2025)
Publisher : Universitas Darul Ulum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Proses transisi demokrasi di Indonesia pada 1998 menimbulkan suasana ketiadaan norma (anomie), yang memancing adanya situasi kacau (chaos) dalam masyarakat Indonesia kala itu. Di tengah suasana tanpa norma ini terjadi ‘peniadaan’ hukum, aturan seolah ditanggalkan, dan negara seakan absen kehadirannya dalam mengatur masyarakat. Di masa seperti inilah terjadi apa yang disebut oleh Giorgio Agamben sebagai ‘Demokrasi & Kedaruratan’. Sebuah analisis yang intinya menjelaskan bahwa sebuah negara yang berada dalam keadaan genting akan menangguhkan kepastian hukum, mengabaikan prinsip pemisahan kekuasaan, melanggar hak-hak sipil. Dalam situasi ini, terjadi gesekan dalam masyarakat yang tidak dapat dihindari. Dalam konteks Indonesia, hal seperti ini diperparah dengan meletusnya konflik komunal di berbagai daerah, yang menimbulkan masalah baru bagi sebuah negara yang sedang berupaya membangun demokrasinya. Penelitian ini sendiri bertujuan untuk menganalisis fenomena ini dengan menghubungkannya dengan pemikiran Giorgio Agamben mengenai ‘Demokrasi & Kedaruratan’. Dari hasil penelitian ditemukan hasil bahwa masa transisi demokrasi pasca runtuhnya Orde Baru di tahun 1998 terjadi penangguhan hukum, pengabaian hak-hak sipil dan berbagai pelanggaran lainnya. Ragam krisis yang terjadi sebelum penggulingan rezim Orde Baru belum terselesaikan sepenuhnya sehingga memicu berbagai gejolak yang kemudian menimbulkan banyak korban jiwa dan kerusakan infrastruktur. Sebuah ujian tersendiri bagi Indonesia memasuki milenium baru. Hal ini seakan terus berlanjut walau kini Indonesia telah menerapkan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Maraknya kekerasan terhadap masyarakat daerah di masa kini bisa dianggap sebagai ‘warisan’ dari kekerasan negara yang acapkali dilakukan saat corak kekuasaan masih bersifat terpusat (sentralisasi). Masa transisi telah melahirkan gelombang kekerasan yang seakan tidak pernah berakhir, dan semuanya itu berangkat dari situasi darurat kala terjadinya peralihan rezim di Indonesia.            
Transisi Demokrasi Indonesia Pasca Orde Baru Persepektif Giorgio Agamben Bambang Widianto Akbar; Winda Nurlaily Rafikalia Iskandar; Abu Tazid
Journal of Public Power Vol. 9 No. 1 (2025)
Publisher : Universitas Darul Ulum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Proses transisi demokrasi di Indonesia pada 1998 menimbulkan suasana ketiadaan norma (anomie), yang memancing adanya situasi kacau (chaos) dalam masyarakat Indonesia kala itu. Di tengah suasana tanpa norma ini terjadi ‘peniadaan’ hukum, aturan seolah ditanggalkan, dan negara seakan absen kehadirannya dalam mengatur masyarakat. Di masa seperti inilah terjadi apa yang disebut oleh Giorgio Agamben sebagai ‘Demokrasi & Kedaruratan’. Sebuah analisis yang intinya menjelaskan bahwa sebuah negara yang berada dalam keadaan genting akan menangguhkan kepastian hukum, mengabaikan prinsip pemisahan kekuasaan, melanggar hak-hak sipil. Dalam situasi ini, terjadi gesekan dalam masyarakat yang tidak dapat dihindari. Dalam konteks Indonesia, hal seperti ini diperparah dengan meletusnya konflik komunal di berbagai daerah, yang menimbulkan masalah baru bagi sebuah negara yang sedang berupaya membangun demokrasinya. Penelitian ini sendiri bertujuan untuk menganalisis fenomena ini dengan menghubungkannya dengan pemikiran Giorgio Agamben mengenai ‘Demokrasi & Kedaruratan’. Dari hasil penelitian ditemukan hasil bahwa masa transisi demokrasi pasca runtuhnya Orde Baru di tahun 1998 terjadi penangguhan hukum, pengabaian hak-hak sipil dan berbagai pelanggaran lainnya. Ragam krisis yang terjadi sebelum penggulingan rezim Orde Baru belum terselesaikan sepenuhnya sehingga memicu berbagai gejolak yang kemudian menimbulkan banyak korban jiwa dan kerusakan infrastruktur. Sebuah ujian tersendiri bagi Indonesia memasuki milenium baru. Hal ini seakan terus berlanjut walau kini Indonesia telah menerapkan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Maraknya kekerasan terhadap masyarakat daerah di masa kini bisa dianggap sebagai ‘warisan’ dari kekerasan negara yang acapkali dilakukan saat corak kekuasaan masih bersifat terpusat (sentralisasi). Masa transisi telah melahirkan gelombang kekerasan yang seakan tidak pernah berakhir, dan semuanya itu berangkat dari situasi darurat kala terjadinya peralihan rezim di Indonesia.            
Praktik Habituasi Lokal dalam Mitigasi Kesiapsigaan Banjir di Desa Jombok, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang Abu Tazid; Wardhani, Galuh Rachma
JOSH: Journal of Sharia Vol. 4 No. 01 (2025): Vol. 04 No. 01 Januari 2025
Publisher : Universitas Sunan Drajat Lamongan, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55352/josh.v4i01.2215

Abstract

Flooding is a natural disaster that frequently strikes Jombok Village, Kesamben District, Jombang Regency. This event encourages residents to continuously adapt by building collective habits passed down from repeatition generation to generation. The method used in this study is phenomenology qualitative with data collection through in-depth interviews, observation, and document collection. The findings of the study indicate that the community has developed a habitus in facing floods based on community behaviors such as moving items to higher ground, building temporary embankments, checking embankments, removing trash on the embankment that blocks it, and implementing a simple evacuation system based on mutual cooperation as a form of local habituation. Mitigation still uses this adaptation method, which is still reactive and has not been organized into a more comprehensive