Winda Nurlaily Rafikalia Iskandar
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Transisi Demokrasi Indonesia Pasca Orde Baru Persepektif Giorgio Agamben Bambang Widianto Akbar; Winda Nurlaily Rafikalia Iskandar; Abu Tazid
Journal of Public Power Vol. 9 No. 1 (2025)
Publisher : Universitas Darul Ulum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Proses transisi demokrasi di Indonesia pada 1998 menimbulkan suasana ketiadaan norma (anomie), yang memancing adanya situasi kacau (chaos) dalam masyarakat Indonesia kala itu. Di tengah suasana tanpa norma ini terjadi ‘peniadaan’ hukum, aturan seolah ditanggalkan, dan negara seakan absen kehadirannya dalam mengatur masyarakat. Di masa seperti inilah terjadi apa yang disebut oleh Giorgio Agamben sebagai ‘Demokrasi & Kedaruratan’. Sebuah analisis yang intinya menjelaskan bahwa sebuah negara yang berada dalam keadaan genting akan menangguhkan kepastian hukum, mengabaikan prinsip pemisahan kekuasaan, melanggar hak-hak sipil. Dalam situasi ini, terjadi gesekan dalam masyarakat yang tidak dapat dihindari. Dalam konteks Indonesia, hal seperti ini diperparah dengan meletusnya konflik komunal di berbagai daerah, yang menimbulkan masalah baru bagi sebuah negara yang sedang berupaya membangun demokrasinya. Penelitian ini sendiri bertujuan untuk menganalisis fenomena ini dengan menghubungkannya dengan pemikiran Giorgio Agamben mengenai ‘Demokrasi & Kedaruratan’. Dari hasil penelitian ditemukan hasil bahwa masa transisi demokrasi pasca runtuhnya Orde Baru di tahun 1998 terjadi penangguhan hukum, pengabaian hak-hak sipil dan berbagai pelanggaran lainnya. Ragam krisis yang terjadi sebelum penggulingan rezim Orde Baru belum terselesaikan sepenuhnya sehingga memicu berbagai gejolak yang kemudian menimbulkan banyak korban jiwa dan kerusakan infrastruktur. Sebuah ujian tersendiri bagi Indonesia memasuki milenium baru. Hal ini seakan terus berlanjut walau kini Indonesia telah menerapkan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Maraknya kekerasan terhadap masyarakat daerah di masa kini bisa dianggap sebagai ‘warisan’ dari kekerasan negara yang acapkali dilakukan saat corak kekuasaan masih bersifat terpusat (sentralisasi). Masa transisi telah melahirkan gelombang kekerasan yang seakan tidak pernah berakhir, dan semuanya itu berangkat dari situasi darurat kala terjadinya peralihan rezim di Indonesia.            
Transisi Demokrasi Indonesia Pasca Orde Baru Persepektif Giorgio Agamben Bambang Widianto Akbar; Winda Nurlaily Rafikalia Iskandar; Abu Tazid
Journal of Public Power Vol. 9 No. 1 (2025)
Publisher : Universitas Darul Ulum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Proses transisi demokrasi di Indonesia pada 1998 menimbulkan suasana ketiadaan norma (anomie), yang memancing adanya situasi kacau (chaos) dalam masyarakat Indonesia kala itu. Di tengah suasana tanpa norma ini terjadi ‘peniadaan’ hukum, aturan seolah ditanggalkan, dan negara seakan absen kehadirannya dalam mengatur masyarakat. Di masa seperti inilah terjadi apa yang disebut oleh Giorgio Agamben sebagai ‘Demokrasi & Kedaruratan’. Sebuah analisis yang intinya menjelaskan bahwa sebuah negara yang berada dalam keadaan genting akan menangguhkan kepastian hukum, mengabaikan prinsip pemisahan kekuasaan, melanggar hak-hak sipil. Dalam situasi ini, terjadi gesekan dalam masyarakat yang tidak dapat dihindari. Dalam konteks Indonesia, hal seperti ini diperparah dengan meletusnya konflik komunal di berbagai daerah, yang menimbulkan masalah baru bagi sebuah negara yang sedang berupaya membangun demokrasinya. Penelitian ini sendiri bertujuan untuk menganalisis fenomena ini dengan menghubungkannya dengan pemikiran Giorgio Agamben mengenai ‘Demokrasi & Kedaruratan’. Dari hasil penelitian ditemukan hasil bahwa masa transisi demokrasi pasca runtuhnya Orde Baru di tahun 1998 terjadi penangguhan hukum, pengabaian hak-hak sipil dan berbagai pelanggaran lainnya. Ragam krisis yang terjadi sebelum penggulingan rezim Orde Baru belum terselesaikan sepenuhnya sehingga memicu berbagai gejolak yang kemudian menimbulkan banyak korban jiwa dan kerusakan infrastruktur. Sebuah ujian tersendiri bagi Indonesia memasuki milenium baru. Hal ini seakan terus berlanjut walau kini Indonesia telah menerapkan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Maraknya kekerasan terhadap masyarakat daerah di masa kini bisa dianggap sebagai ‘warisan’ dari kekerasan negara yang acapkali dilakukan saat corak kekuasaan masih bersifat terpusat (sentralisasi). Masa transisi telah melahirkan gelombang kekerasan yang seakan tidak pernah berakhir, dan semuanya itu berangkat dari situasi darurat kala terjadinya peralihan rezim di Indonesia.            
Pemahaman Budaya Korea Selatan melalui Fenomena K-Drama di Indonesia Muhammad Hafadhah Farega Rahmatullah; Kasanusi, Kasanusi; Nensy Triristina; Winda Nurlaily Rafikalia Iskandar
AGRAPANA: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. 1 No. 1 (2024): Maret 2024
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Darul 'Ulum Jombang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hubungan diplomatik adalah alat komunikasi antarnegara yang dipengaruhi oleh sejarah, geografi, sistem politik, budaya, dan agama. Korea Selatan sering menggunakan budaya dalam diplomasi publik untuk meningkatkan citra positif di luar negeri. Nicholas J. Cull menjelaskan diplomasi budaya sebagai upaya menyebarkan kebudayaan untuk mempengaruhi negara lain, didukung oleh teknologi, media massa, globalisasi, dan partisipasi masyarakat internasional. Salah satu strategi utama Korea Selatan adalah mempromosikan budaya melalui media massa, terutama dengan produk seperti K-drama. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengkaji bagaimana K-drama sebagai alat diplomasi Korea Selatan berhasil masuk ke Indonesia dan membentuk citra positif negara tersebut. Korea Selatan menunjukkan komitmen kuat dalam mengembangkan soft power melalui K-drama, yang mencerminkan keinginan meningkatkan citra global seiring pertumbuhan ekonomi. Popularitas K-drama di Indonesia membuka pintu bagi pertukaran budaya intensif, memperkuat hubungan bilateral di bidang seni, pendidikan, dan pariwisata. Selain K-drama, Korea Selatan menggunakan diplomasi budaya dengan mengadakan acara budaya dan mengirim delegasi budaya. Secara keseluruhan, soft power Korea Selatan melalui K-drama memperkuat hubungan dengan Indonesia, memperluas pengaruh internasional, dan memperdalam hubungan bilateral. Indonesia menyambut budaya Korea dengan antusias, didorong oleh upaya pemerintah untuk meningkatkan ekonomi melalui perdagangan, investasi, dan pariwisata.
Strategi Japan Foundation Dalam Diplomasi Budaya Jepang di Indonesia Melalui Program Nihongo Partners (2022-2024) Rohmadiati, Irma; Triristina, Nensy; Kasanusi; Bambang Widianto Akbar; Winda Nurlaily Rafikalia Iskandar
Journal of Public Power Vol. 9 No. 2 (2025): Journal of Power Public
Publisher : Universitas Darul Ulum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diplomasi budaya dipandang sebagai instrumen soft power yang efektif dalam membangun saling pengertian dan kepercayaan lintas negara melalui pertukaran budaya yang bersifat langsung dan personal. Program Nihongo Partners dipilih karena secara khusus dirancang untuk mengirimkan warga negara Jepang sebagai mitra pendamping guru bahasa Jepang di sekolah-sekolah menengah di Asia, termasuk Indonesia, dengan peran tidak hanya mendukung pengajaran bahasa, tetapi juga mengenalkan budaya Jepang melalui berbagai kegiatan seperti origami, shodō, yukata, dan tarian tradisional. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kepustakaan, memanfaatkan sumber-sumber berupa laporan resmi Japan Foundation, dokumen kerja sama, publikasi akademik, serta artikel berita daring. Analisis difokuskan pada dinamika implementasi program pasca pandemi COVID-19, termasuk adaptasi ke model hibrida dan perluasan jangkauan ke madrasah melalui kerja sama dengan Kementerian Agama RI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Nihongo Partners berkontribusi signifikan terhadap peningkatan motivasi dan minat siswa Indonesia dalam mempelajari bahasa Jepang serta memperluas apresiasi terhadap budaya Jepang. Selain itu, program ini berperan dalam membangun citra positif Jepang sebagai negara damai, ramah, dan bersahabat, sekaligus menjadi instrumen strategis nation branding. Tantangan yang dihadapi meliputi konsistensi kualitas relawan, adaptasi terhadap kondisi lokal, serta keberlanjutan model pertukaran tatap muka di tengah ketidakpastian global.
Strategi Japan Foundation Dalam Diplomasi Budaya Jepang di Indonesia Melalui Program Nihongo Partners (2022-2024) Rohmadiati, Irma; Triristina, Nensy; Kasanusi; Bambang Widianto Akbar; Winda Nurlaily Rafikalia Iskandar
Journal of Public Power Vol. 9 No. 2 (2025): Journal of Power Public
Publisher : Universitas Darul Ulum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Diplomasi budaya dipandang sebagai instrumen soft power yang efektif dalam membangun saling pengertian dan kepercayaan lintas negara melalui pertukaran budaya yang bersifat langsung dan personal. Program Nihongo Partners dipilih karena secara khusus dirancang untuk mengirimkan warga negara Jepang sebagai mitra pendamping guru bahasa Jepang di sekolah-sekolah menengah di Asia, termasuk Indonesia, dengan peran tidak hanya mendukung pengajaran bahasa, tetapi juga mengenalkan budaya Jepang melalui berbagai kegiatan seperti origami, shodō, yukata, dan tarian tradisional. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kepustakaan, memanfaatkan sumber-sumber berupa laporan resmi Japan Foundation, dokumen kerja sama, publikasi akademik, serta artikel berita daring. Analisis difokuskan pada dinamika implementasi program pasca pandemi COVID-19, termasuk adaptasi ke model hibrida dan perluasan jangkauan ke madrasah melalui kerja sama dengan Kementerian Agama RI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Nihongo Partners berkontribusi signifikan terhadap peningkatan motivasi dan minat siswa Indonesia dalam mempelajari bahasa Jepang serta memperluas apresiasi terhadap budaya Jepang. Selain itu, program ini berperan dalam membangun citra positif Jepang sebagai negara damai, ramah, dan bersahabat, sekaligus menjadi instrumen strategis nation branding. Tantangan yang dihadapi meliputi konsistensi kualitas relawan, adaptasi terhadap kondisi lokal, serta keberlanjutan model pertukaran tatap muka di tengah ketidakpastian global.