Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Single Submission (SSm) Perizinan Impor Vaksin: Keberhasilan pada Masa Krisis Aryati, Ferry Tri; Wahyugiono, Puji; Indrawati, Fitri; Asropi; Sri Rahayu, Neneng
JURNAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL Vol. 6 No. 1 (2024): Jurnal Manajemen Pendidikan dan Ilmu Sosial (Desember 2024 - Januari 2025)
Publisher : Dinasti Review

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jmpis.v6i1.3474

Abstract

Single Submission Perizinan Impor Vaksin suatu keberhasilan pada masa krisis, sehingga mampu mendukung tersedianya vaksin virus Corona secara cepat. Perizinan impor vaksin yang telah diatur oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, tidak dapat dilakukan di masa pandemic. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2020 tentang Pengaturan dan Penyederhanaan Perizinan Impor, ketiga instansi tersebut telah menyusun prosedur impor melalui Single Submission. Mekanisme Single Submission membuat importir hanya perlu mengajukan satu permohonan untuk beberapa proses izin terkait impor. Penelitian ini membahas tentang analisis inovasi penyederhanaan proses dan faktor keberhasilan dari single submission perizinan impor vaksin virus Corona. Menggunakan pendekatan kualitatif, pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi dan wawancara terhadap informan kunci dari Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Lembaga Nasional Single Window, serta importir vaksin. Penelitian ini melihat adanya jenis inovasi proses, dengan menggunakan enam faktor kunci inovasi sektor publik, yaitu: (i) Tata kelola dan inovasi; (ii) Sumber ide untuk inovasi; (iii) Budaya inovasi; (iv) Kemampuan dan alat; (v) Tujuan, hasil, pendorong, dan hambatan; dan (vi) Mengumpulkan data inovasi untuk inovasi tunggal. Melalui inovasi penyederhanaan kebijakan berbasis teknologi, implementasi Single Submission sangat mempercepat dan memastikan ketersediaan vaksin virus Corona, sehingga penanganan pandemi menjadi lebih optimal.
Implementasi Kebijakan Pengendalian Resistensi Antimikroba: Hasil Pengawasan Apotek Aryati, Ferry Tri; Qohary, Yusuf; Tanuwijaya, Frianka; Asropi
JURNAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL Vol. 6 No. 4 (2025): Jurnal Manajemen Pendidikan dan Ilmu Sosial (Juni - Juli 2025)
Publisher : Dinasti Review

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jmpis.v6i4.5249

Abstract

Resistensi antimikroba adalah merupakan silent pandemic, yang dapat meningkatkan beban biaya kesehatan dan penyebab kematian yang tinggi di dunia. Kementerian Kesehatan mengungkap peningkatan resistensi antimikroba di Indonesia pada tahun 2023, yang disebabkan antara lain karena maraknya apotek yang menjual antibiotik tanpa resep. Penelitian Implementasi Kebijakan Pengendalian Resistensi Antimikroba: Hasil Pengawasan Apotek bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab maraknya apotek yang menjual antibiotik tanpa resep dan merumuskan rekomendasi strategi untuk mengatasinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teori implementasi kebijakan Richard E. Matland. Pengumpulan data dilakukan melalui library research dengan sumber informasi: 1) peraturan perundang-undangan; 2) dokumen kebijakan pemerintah daerah; 3) artikel jurnal; 4) laman resmi otoritas negara lain; 5) laporan hasil pengawasan Badan POM dan 6) laporan hasil survei kesehatan. Wawancara dilakukan terhadap sejumlah personel apotek untuk mengonfirmasi dan memperkuat temuan dari studi dokumen. Dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan ini merupakan kategori political implementation. Penyebab maraknya penjualan antibiotik tanpa resep dokter oleh apotek: 1) belum optimalnya pengawasan dan penegakan regulasi; 2) rendahnya pemahaman dan kesadaran masyarakat serta 3) kurangnya kesadaran dan kepatuhan pelaku usaha apotek. Rekomendasi strategi untuk mengatasi permasalahan ini: 1) optimalisasi  pengawasan dan perkuatan regulasi, antara lain mendorong Pemerintah Daerah untuk menerbitkan kebijakan pelarangan penjualan antibiotik tanpa resep dokter; 2) peningkatan edukasi kepada masyarakat serta 3) pengembangan program bimbingan teknis untuk pelaku usaha apotek dan tenaga kesehatan. Koordinasi dean kolaborasi antara Badan POM dengan Pemerintah Daerah, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kemenkom info dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi merupakan suatu keharusan.