Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pertimbangan Hukum Penjatuhan Sanksi Pidana Terdakwa Eliezer Sebagai Justice Collabolator Dalam Perkara Pembunuhan Berencana ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 798/Pid.B/2022/Pn.Jkt.Sel ) Sembiring, Anita Indri R.; Marwiyah, Siti; Sidharta, Dudik Djaja; Hartoyo, Hartoyo
Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan Vol 10 No 21 (2024): Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan
Publisher : Peneliti.net

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5281/zenodo.14291713

Abstract

Penelitian yang berjudul ”Pertimbangan Hukum Penjatuhan Sanksi Pidana Terdakwa Eliezer Sebagai Justice Collaborator Dalam Perkara Pembunuhan Berencana ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 798/Pid.B/2022/Pn.Jkt.Sel )” yaitu pertama bertujuan mengetahui sanksi adil apa yang dapat dijatuhkan terhadap terdakwa Eliezer sebagai Justice Collabolator dan untuk mengetahui apa perbedaan antara Tuntutan Pidana Jaksa Penuntut Umum dengan Pertimbangan Hukum Majelis Hakim dalam menjatuhkan Sanksi Pidana Terdakwa Eliezer merupakan kelaziman dalam perkara pidana. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (normative law research) meinggunakan studii kasus normatif berupa produk perilaku hukum. Menggunakan pendekatan perundang – undangan dengan cara memahami undang – undang yang berkaitan dengan isi dan regulasi terhadap permasalahan hukum yang ingin peneliti selesaikan dalam penulisan ini. Peneliti juga menggunakan pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang teilah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan Sanksi pidana yang dijatuhkan hakim terhadap terdakwa Eliezer seibagai Justicei Collabolator bersesuaian dengan rasa keadilan sebab Eliezer sebagai Saksi Perilaku atau JC bukan sebagai pelaku utama dan bisa diajak bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk membongkar serangkaian tindakan pidana beserta orang-orang yang terlibat didalamnya. Kedudukan Justice Collaborator merupakan saksi sekaligus tersangka atau terdakwa yang semestinya memuat keterangan di dalam persidangan. Mempertimbangkan keadilan didalam kehidupan bermasyarakat kepada Hakim yang memeiriksa dan mengadilii perkara pidana. Karena secara norma, hakim hanya berpijak pada dakwaan dan bukan tuntutan pidana. Jika secara fakta terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran hukum maka hakim dengan segala pertimbangannya menjatuhkan vonis.
PROBLEMATIKA HUKUM BAGI JAMAAH HAJI INDONESIA NON VISA HAJI Astutik, Sri; Sidharta, Dudik Djaja; Subekti, Subekti; Handayati, Nur
Semarang Law Review (SLR) Vol. 5 No. 2 (2024): Oktober
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/slr.v5i2.10730

Abstract

Haji merupakan ibadah wajib bagi umat Islam yang mampu. Ibadah haji membutuhkan biaya yang banyak dan saat ini harus antri untuk waktu yang lama bagi calon jamaah haji Reguler. Agar dapat berangkat haji dengan cepat, calon jamaah haji dapat berangkat dengan menggunakan fasiltas kuota Haji Khusus dan Haji Furoda, yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), dengan biaya lebih mahal. Salah satu syarat untuk berangkat haji adalah dengan menggunakan visa haji legal, yakni visa haji kuota Indonesia (kuota haji regular dan haji khusus) dan visa haji mujamalah (Undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi) untuk Haji Furoda. Meskipun ada larangan, namun masih banyak calon jamaah haji yang diberangkatkan dengan menggunakan visa non haji oleh PIHK, karena lebih cepat berangkat. Artikel ini menganalisis bentuk perlindungan hukum bagi jamaah haji Indonesia dan konsekuensi hukum bagi jamaah haji Indonesia yang menggunakan Visa Non Haji. Penelitian hukum normative ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dengan analisis yuridis kualitatif. Hasil penelitian ini bahwa calon jamaah haji yang berangkat dengan menggunakan visa non haji harus mendapat perlindungan hukum, karena mereka juga menjadi korban. Kepada Penyelangga Ibadah Haji Khusus selain harus memberikan ganti rugi juga dapat dituntut secara pidana dan sanksi nadministrasi berupa pencabutan izin operasional. Konsekuemsi bagi jamaah haji dengan visa non haji antara lain : dapat, dideportasi, denda sejumkah uang, larangan masuk ke Tanah Suci selama 10 tahun dan sulit mendapat perlindungan hukum.
The Need for National and State Ethics Laws in Indonesia: Perlunya Undang-Undang Etika Berbangsa dan Bernegara di Indonesia Boerhan, Soebagio; Sidharta, Dudik Djaja
Rechtsidee Vol. 10 No. 2 (2022): December
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21070/jihr.v11i0.788

Abstract

The study of constitutional law does not only study positive law, but also includes national and state ethics. Indonesia actually has TAP MPR No. 4 on the Ethics of National Life. Although in its application the ethics of nation and state are still not effective in practice in society. This study aims to examine TAP MPR No. VI concerning the Ethics of National Life and its implementation in various aspects and future arrangements. This research is a normative legal research. Legal materials in this study include primary, secondary, and non-legal materials. The approach in this study uses a conceptual approach and a statutory approach. The results of the study confirmed that the implications of TAP MPR No. VI concerning the Ethics of National Life in constitutional law in Indonesia actually requires special arrangements in the Act so that it becomes the Law on the Ethics of National and State Life. The future implementation and regulation of the TAP MPR on National and State Ethics in Indonesian constitutional law can be carried out by establishing a Law on National and State Ethics which contains basic principles and is instrumentally and specifically determined by each agency, profession or group in society, combining the socialization of the four pillars of the MPR with the socialization of awareness of national and state ethics, and making awareness of national and state ethics as part of the national education system.