Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Bioaccumulation of the Heavy Metal Mercury (Hg) and Proximate Content of Gracilaria sp. on Lombok Island Ghazali, Mursal; Adhawati, Laela; Pazila, Baiq Dinda Aluh Putri; Artiningrum, Novitaa Tri; Candri, Dining Aidil; Rizki, Anis Syakiratur; Lestari, Dinda Propita; Hasanto, Rizki Primaditya; Nurhayati, Nurhayati
Jurnal Biologi Tropis Vol. 25 No. 3 (2025): Juli-September
Publisher : Biology Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, University of Mataram, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jbt.v25i3.9953

Abstract

One of the dangerous heavy metals that can build up in aquatic biota is mercury (Hg). The purpose of this study was to evaluate the environmental health condition in possibly polluted areas near Pelangan Village, Sekotong Subdistrict, West Lombok, and to ascertain the heavy metal level in Gracilaria sp. Using samples taken from Pelangan, Elak-Elak, and Mentigi, the Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) method was used to analyze non-essential heavy metal pollution in Gracilaria sp. According to the findings, Gracilaria samples taken from the Sekotong Subdistrict's coastline area had the greatest levels of mercury pollution, with 0.05 mg/kg in Elak-Elak and 0.14 mg/kg in Pelangan. On the other hand, samples of Gracilaria sp. from the Mentigi coast in North Lombok did not exhibit any mercury contamination (0.00 mg/kg). The levels of mercury accumulation in Gracilaria sp. are classified as dangerous since they surpass the 0.03 mg/kg maximum permissible limit for mercury in consumable products established by the Indonesian National Standard (SNI 7387:2009). Additionally, Gracilaria substrate samples from Pelangan had a mercury contamination level of 0.05 mg/kg, greater than that of Mentigi and Elak-Elak (both at 0.00 mg/kg). The proximate content of Graciaria sp was influenced by the sampling location but was not influenced by mercury contamination.
Diversity of Seagrass in Sire Beach, West Nusa Tenggara Nurbayanti, Elya Sri; Naura, Diah Ayu; Aprilliyanti, Dini Aziza; Ismayani, Ismayani; Adhawati, Laela; Auliya, Lana; Apriliani, Lilik Ayu; Prayoghi, M. Satrio; Arizmayadi, M. Yusran; Chandri, Dining Aidil; Ghazali, Mursal
Jurnal Biologi Tropis Vol. 24 No. 2b (2024): Special Issue
Publisher : Biology Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, University of Mataram, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jbt.v24i2b.8180

Abstract

Seagrass ecosystems are vital for marine biodiversity, carbon storage, and coastal protection but face threats from human activities and environmental changes. This study examines seagrass diversity, distribution, and ecological conditions at Sire Beach, North Lombok Regency, West Nusa Tenggara. Research conducted from October to December 2024 used transect-quadrat and exploratory methods at three stations. In addition to biotic elements like seagrass species, abiotic variables including temperature, pH, salinity, and dissolved oxygen were simultaneously examined. Eight seagrass species were identified: Halodule pinifolia, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium, Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Enhalus acoroides, and Halodule uninervis. Enhalus acoroides dominated due to its adaptability and robust root systems. Diversity (H’=1.66), dominance (0.499), and evenness (0.798) indices indicate moderate biodiversity and balanced species distribution. Abiotic factors, including temperature (29–30.5°C) and pH (7.14–7.60), were optimal, though nutrient levels (phosphate 0.10–0.15 mg/L, ammonia 0.02–0.03 mg/L) could affect photosynthesis. Sire Beach's seagrass ecosystem is moderately diverse and stable but affected by anthropogenic pressures. Conservation measures and long-term monitoring are recommended to sustain this critical habitat.
PELATIHAN PENYUNTIKAN, PEMANENAN DAN PENANGANAN PASCAPANEN GAHARU PADA Gyrinops versteegii DI PUYUNG, LOMBOK TENGAH Mulyaningsih, Tri; Muspiah, Aida; Hidayati, Ernin; Julisaniah, Nur Indah; Nadia, Ahsanu; Hamidia, Baiq Zulifa; Pradita, I Made Nanda; Ibadurahman, Lalu Faqih; Adhawati, Laela; Prazali, Arianteza; Sunarwidhi, Anggit L.; Takamatsu, Sakura; Supiatin
Jurnal Abdi Insani Vol 11 No 1 (2024): Jurnal Abdi Insani
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/abdiinsani.v11i1.1278

Abstract

Secara alami gaharu diproduksi oleh pohon gaharu yang mengalami luka atau terinfeksi jamur. Agar pohon gaharu sehat dapat menghasilkan gubal gaharu harus ada perlakuan khusus: seperti perlukaan, memasukan bakteri atau jamur penyebab atau agensia kimia. Tujuan kegiatan ini memberi pengetahuan dan ketrampilan kepada masyarakat yang memiliki pohon ketimunan (Gyrinops versteegii) siap suntik di Desa Puyung, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah, dalam menginokulasi, memanen, mengolah pasca panen gaharu. Pelaksanana “Pengabdian Pada Masyarakat” terbagi menjadi 2 periode, yaitu: periode 1: penyuntikan dan periode 2: pemanenan dan penanganan pasca panen. Metode penyuntikan pohon ketimunan digunakan dengan metode cairan fermentasi jamur penyebab (CFJP), yang dilaksanakan pada tanggal 19 Februari 2023. Masa inkubasi infeksi sekitar 6 bulan. Pelatihan periode 2: pelatihan pemanenan dan pengolahan pasca panen dilakukan 6 bulan setelah penyuntikan. Pemanenan dilakukan pada ranting yang berdiameter 2,5 cm, sebagai contoh pengolahanan pasca panen. Pelatihan dan praktek pemanenan gaharu dan penangannya pasca panen pada tanggal 17 September 2023. Masyarakat yang telah memiliki pohon gaharu siap suntik mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan tentang pemilihan pohon yang telah siap disuntik, membuat pola lubang suntik dan membuat lubang inokulasi serta cara melakukan inokulasi pada batang dan cabang pohon G. versteegii. Selain itu masyarakat juga mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan tentang pengecekan batang yang telah siap dipanen, cara pemanenan dan cara penanganan pasca panen gaharu, cara pengklasifikasian gaharu serta cara pemasaran gaharu. Dengan diperolehnya penngetahuan dan ketrampilan cara produksi gaharu dan pemasarannya, masyarakat menjadi terpacu menjadi influenser dalam konservasi gaharu secara ex-situ di kebun dan pekarangannya sendiri.