Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Kebijakan Penal Pemaksaan Perkawinan Pasca Perkawinan: Tinjauan terhadap Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Rubianto, Meirani; Pratama, Aman
Neoclassical Legal Review: Journal of Law and Contemporary Issues Vol. 3 No. 2 (2024): Neoclassical Legal Review: Journal of Law and Contemporary Issues
Publisher : Talenta Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32734/nlrjolci.v3i2.19427

Abstract

Pemaksaan perkawinan adalah ketika salah satu pihak dipaksa untuk menikah, umumnya hal ini terjadi pada perempuan karena dia dianggap melakukan pelanggaran adat atau alasan lain yang dianggap melakukan pelanggaran di komunitas tempat dia menetap. Korban dari praktik pemaksaan perkawinan seringkali adalah perempuan, karena perempuan merupakan kelompok yang sangat rentan mengalami kekerasan seksual. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) mengatur mekanisme pelaporan untuk memberikan perlindungan kepada korban melalui lembaga seperti UPTD PPA, kepolisian, dan lembaga sosial lainnya, yang wajib menyediakan pendampingan dan pelayanan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan penal terhadap pemaksaan perkawinan menurut perspektif UUTPKS. Mengenai upaya penanggulangan kejahatan melalui kebijakan penal terhadap pemaksaan perkawinan yang tentunya lebih menitikberatkan pada sifat "repressive" (penindasan / pemberantasan / penumpasan) sesudah suatu kejahatan terjadi, sedangkan jalur lainnya yaitu jalur "non-penal" yang akan lebih menitikberatkan pada sifat "preventive" (pencegahan / penangkalan / pengendalian) sebelum suatu kejahatan terjadi. Metode yang digunakan adalah penelitian normatif-empiris dengan pendekatan studi kasus dan pengumpulan data melalui studi kepustakaan yang melibatkan analisis bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Diperlukan peningkatan sosialisasi, aksesibilitas, dan kualitas layanan untuk memastikan implementasi yang efektif dari mekanisme pelaporan tersebut. Dengan demikian, meskipun UU TPKS telah memberikan dasar hukum yang kuat, tantangan dalam implementasinya harus diatasi agar korban dapat memperoleh perlindungan yang optimal
Rekonstruksi Restoratif Justice Dalam Pemberantasan Korupsi: Membangun Keadilan Menuju Indonesia Emas 2045 Handrawan, Handrawan; Faisal, Fitriah; Nur, Fuad; Pratama, Aman
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol. 32 No. 2: MEI 2025
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/iustum.vol32.iss2.art9

Abstract

The urgency of this research is highly necessary in order to alter the paradigm of corruption criminalisation based on punishment towards recovery. The formulation of the problem in this research is whether the shift in the spirit of corruption criminalization from retributive justice to restorative justice can guarantee the realisation of national economic recovery towards the Indonesia Emas 2045 vision and how the reconstruction of restorative justice through the approach of categorizing state losses in the criminalization system in Indonesia. This research uses a normative legal research type that is prescriptive. The results of this study indicated that (1) The teachings of retributive justice in legal practice in other countries such as the Netherlands have been abandoned and adopted the teachings of restorative justice. This teaching is in line with the ideology of Pancasila, so it is very important to be applied in the corruption criminalization system in Indonesia. (2) Restorative justice reconstruction based on state loss categories includes: Category 1 state losses below 200 million plus 1/4, Category 2 state losses of at least 200 million to a maximum of 1 billion plus 1/3, Category 3 state losses of at least 1 billion and a maximum of 5 billion plus 1/2, Category 4 state losses of 5 billion but not more than 100 billion plus 2/3, Category 5 state losses above 100 billion plus 100%. This study concluded that the restorative justice categorisation approach in handling corruption cases will realize efforts to restore the national economy towards the Indonesia Emas 2045 vision.
Dinamika Perumusan Pasal dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Terkait Pemaksaan Perkawinan Jannah, Wildatul; Pratama, Aman; Gabryella, Gabryella; Matippanna, Rimayun; Nugraha, Septian Adi; Al Hafiz, Si Yusuf
Jurnal Restorasi Hukum Vol. 6 No. 2 (2023): Jurnal Restorasi Hukum
Publisher : UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jrh.v6i2.3216

Abstract

Abstract: Forced marriage is a complex phenomenon that describes the interaction between norms, religion, culture, law and human rights. This practice has been going on for a long time in Indonesia, such as the Lily marriage tradition in West Nusa Tenggara, marriage due to pregnancy/rape, early marriage and others. This research will explore how the regulations regarding forced marriage have been integrated into Law No. 12 of 2022 concerning the Crime of Sexual Violence, as well as their impact on the legal and political framework. The introduction will provide background on the steps taken by the TPKS Law from the time it was initiated until it was passed into law, as well as the actors involved in the process of formulating the law. The research method used is normative empirical. The research uses legal, social and cultural debates that arise in the context of forced marriage under Law Number 12 of 2022 concerning TPKS. Policy implications emerging from the research include consideration of the balance between recognition of cultural values and protection of human rights within the relevant legal framework. Abstrak: Pemaksaan perkawinan adalah fenomena kompleks yang menggambarkan interaksi antara norma, agama, budaya, hukum dan Hak Asasi Manusia. Praktik ini telah berlangsung lama di Indonesia, seperti tradisi kawin Lily di Nusa Tenggara Barat, perkawinan karena kehamilan/pemerkosaan, perkawinan dini dan lainnya. Penelitian ini akan menggali bagaimana aturan terkait pemaksaan perkawinan tersebut telah diintegrasikan dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, serta dampaknya terhadap kerangka hukum dan politik. Pendahuluan akan menyajikan latar belakang tentang jejak langkah UU TPKS dari saat dicetuskan hingga disahkan menjadi UU, serta aktor yang terlibat dalam proses perumusan UU. Metode penelitian yang digunakan yakni normatif empiris. Penelitian menggunakan perdebatan hukum, sosial, budaya yang muncul dalam konteks pemaksaan perkawinan di bawah UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS. Implikasi kebijakan yang muncul dari penelitian mencakup pertimbangan keseimbangan antara pengakuan terhadap nilai budaya dan perlindungan HAM dalam kerangka hukum yang relevan.