Emiliyah, Septi
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENYELESAIAN PELANGGARAN PIDANA ADAT ASUSILA DI KABUPATEN BENGKULU UTARA Maharani, Bielqis Sahara Salsabilah; Lika, Maria Enjel; Rusmiarni, Suci; Emiliyah, Septi; Putri, Nurul Khatama; Herlambang; Sary, Wevy Efticha
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 11 No. 2 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v11i2.11809

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan untuk mengkaji mekanisme penyelesaian kasus asusila berdasarkan hukum adat yang masih diterapkan di Kabupaten Bengkulu Utara. Apabila tidak diterapkannya hukum adat, dikhawatirkan akan terjadi keresahan dalam masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses penyelesaian pelanggaran adat asusila dan mengidentifikasi faktor-faktor penghambatnya. Penelitian ini menggunakan metode empiris yang berupaya melihat fakta hukum secara langsung dalam artian meneliti bagaimana bekerjanya hukum di Masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses penyelesaian sengketa adat asusila dimulai dengan laporan masyarakat kepada Kepala Dusun, yang kemudian melaporkannya kepada Kepala Desa. Kepala Desa meninjau laporan dan menyampaikannya kepada Ketua Adat dalam pertemuan resmi. Selanjutnya, sidang adat dijadwalkan, di mana semua pihak terkait memberikan keterangan. Sidang dipimpin oleh Ketua Adat yang akhirnya mengambil keputusan berupa denda adat atau sanksi lainnya untuk memulihkan keharmonisan masyarakat, diakhiri dengan pelaksanaan upacara adat. Sanksi adat ditentukan melalui musyawarah adat yang dipimpin oleh pemangku adat dan kepala desa, dengan denda yang bervariasi antara Rp1.000.000 hingga Rp25.000.000. Faktor penghambat penyelesaian kasus ini meliputi ketidakseragaman pemahaman hukum adat, kurangnya partisipasi pelaku, keterbatasan fasilitas, rendahnya kesadaran masyarakat, dan pengaruh kebudayaan yang mengurangi efektivitas hukum adat. Saran kepada pemerintah daerah sebaiknya terdapat regulasi tertulis untuk mengatur standar pelaksanaan hukum adat guna memastikan keadilan dan efektivitas dalam penyelesaian pelanggaran adat.
PATOLOGI SOSIAL DAN HUKUM KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA ANALISIS PASAL PERLINDUNGAN DAN RESTORASI KORBAN Enjel Lika, Maria; ⁠Perdinan; Sahara S.M, Bielqis; Emiliyah, Septi; Rahmasari, Helda; Efticha Sary, Wevy
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 12 No. 5 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Studi ini mengkaji masalah Kekerasan terhadap Anak (KTA) yang dilakukan oleh orang tua sebagai bentuk disfungsi sosial yang serius, karena tidak hanya melanggar hak dasar anak untuk tumbuh kembang secara optimal, tetapi juga merusak masa depan anak sebagai subjek hukum yang harus dilindungi. Fokus penelitian diarahkan pada kerangka hukum positif yang mengatur perlindungan anak, terutama Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (UU PA) beserta perubahannya, serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai dasar pemberian sanksi pidana. Dengan menggunakan metode kajian hukum normatif yang bertumpu pada analisis peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dan doktrin, penelitian ini menyoroti dilema antara orientasi sanksi pidana yang bersifat menghukum (retributif) dengan kebutuhan mendesak untuk memulihkan kondisi fisik, psikis, dan sosial korban anak melalui pendekatan keadilan restoratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun UU PA telah menyediakan ancaman sanksi yang berat terhadap pelaku, budaya hukum yang masih menempatkan pengasuhan dan pendisiplinan anak sebagai otoritas penuh orang tua menjadi hambatan utama penegakan hukum dan pelaporan kasus. Kesenjangan ini menuntut pergeseran paradigma aparat penegak hukum dan hakim untuk memprioritaskan pemulihan komprehensif terhadap korban anak, antara lain melalui penetapan kewajiban pelaku mengikuti program rehabilitasi pengasuhan, konseling keluarga, dan pengawasan sosial yang berkelanjutan, bukan sekadar menjatuhkan pidana penjara. Selain itu, penelitian ini menawarkan rekomendasi konkret mengenai penguatan regulasi, sosialisasi, dan mekanisme koordinasi lintas lembaga agar prinsip kepentingan terbaik bagi anak benar-benar terimplementasi dalam praktik peradilan pidana. This study examines the issue of Child Abuse (Kekerasan terhadap Anak/KTA) committed by parents as a form of serious social dysfunction, which not only violates the fundamental rights of children to optimal growth and development but also damages their future as legal subjects that must be protected. The research focuses on the positive legal framework governing child protection, in particular Law Number 35 of 2014 concerning Child Protection (UU PA) and its amendments, as well as the Indonesian Criminal Code (KUHP) as the basis for criminal sanctions. Employing a normative legal research method that relies on the analysis of legislation, court decisions, and legal doctrines, this study highlights the tension between penal sanctions oriented toward punishment (retributive justice) and the urgent need to restore the physical, psychological, and social conditions of child victims through a restorative justice approach. The findings indicate that, although the Child Protection Law provides for severe penalties, the prevailing legal culture that still regards child rearing and discipline as the absolute authority of parents constitutes a major obstacle to law enforcement and case reporting. This gap requires a paradigm shift among law enforcement officers and judges to prioritize comprehensive recovery for child victims, including by imposing obligations on perpetrators to participate in parenting rehabilitation programs, family counseling, and continuous social supervision, rather than relying solely on imprisonment. The study further formulates recommendations for strengthening regulations, public awareness, and inter-agency coordination so that the best interests of the child are genuinely realized in criminal justice practice.