Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Pengaruh Terapi Zikir Terhadap Penurunan Tanda Dan Gejala Halusinasi Pada Pasien Halusinasi Emulyani Emulyani; Herlambang
HEALTH CARE : JURNAL KESEHATAN Vol 9 No 1 (2020): Health Care : Jurnal Kesehatan
Publisher : STIKes Payung Negeri Pekanbaru

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.804 KB) | DOI: 10.36763/healthcare.v9i1.60

Abstract

Hallucinations are one of the symptoms of mental disorder in which the patient experiences sensory changes in perception of the senses, the inability to distinguish internal stimuli (thoughts) and external stimuli (outside world) perceptions about the environment without objects. Dhikr or dhikrullah is etymologically defined as an activity to remember God. The purpose of this study was to determine the effect of zikir therapy on the reduction of hallucinatory signs and symptoms in hallucinatory patients at RSJ Tampan Riau Province. This type of research is quantitative with quasi-exprimental design, with a population of all hallucinatory patients in Sebayang and Indragiri room with a total of 21 patients, in which the sample in this study was the entire population of patients undergoing hallucinations who had undergone SP 1 (screaming) and SP 2 (talking with others), and tools for data collection using the format of soul nursing assessment by measuring the calculation of the frequency of occurrence of hallucinations before and after therapy given zikir, using data analysis bivariate analysis with T test, the results found that the value the average success of hallucinatory control in hallucinatory patients before the dhikr therapy was 16.90 and after zikir therapy was 5.48 with p value = 0.000 <0,05 it was found that the effect of zikir therapy on hallucinatory control in hallucinatory patients. The need for zikir therapy is carried out in the management of nursing services in standard service of operational procedures (SOP) on scheduled therapy.
VARIASI GEN METHYLENETETRAHYDROFOLATE REDUCTASE PADA PREEKLAMPSIA; SEBUAH STUDI PENDAHULUAN PADA POPULASI JAMBI Maharani, Citra; Puspasari, Anggelia; Herlambang
JAMBI MEDICAL JOURNAL "Jurnal Kedokteran dan Kesehatan" Vol. 9 No. 1 (2021): Special Issues: JAMHESIC 2020
Publisher : FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (260.357 KB) | DOI: 10.22437/jmj.v9i0001.12899

Abstract

ABSTRACTBackground: Pre-eclampsia is a major cause of maternal and neonatal mortality and morbidity. The pathogenesismechanism of pre-eclampsia involves the interaction of genetic and environmental factors. Genetic variation in thegene MTHFR C677T (C> T transition) alter activity of MTHFR enzyme and predictrisk for pre-eclampsia but withconflicting results in worldwide population. This study aimed to investigate the association between gene variationof MTHFR C677T with pre- eclampsia in Jambi malay population.Method: This study was a case-control design. We compared the two subject groups; 30 pregnant women withpre-eclampsia and 30 normal pregnant women. Pre-eclampsia was diagnosed by elevated blood pressure (systolicbloodpressure ≥140 mmHg or diastolic blood pressure ≥90 mmHg) after 20 weeks of gestation.All samples wereethnic malay living in Jambi. The two groups were matched by age, gravida and parity. The Amplification RefractoryMutation System - Polymerase Chain Reaction was used for genotyping.Result and Conclusion: Association between the gene variation of MTHFR C667T and preeclampsia wasassessed using bivariate analysis with p<0,05. Statistical analysis of the additive model showed that the frequencyof TT genotype in thepre-eclamptic group was higher than normal pregnant women but did not show a significantdifference (OR = 0,833; 95% CI = 0,170 – 4,088; p= 0,568). Our study resultsuggest that the MTHFR C677T genevariation is not a risk factor for pre-eclampsia in theJambi malay population.Keywords: gene variation, Methylenetetrahydrofolate Reductase gene, MTHFR C677T, preeclampsiaABSTRAKPendahuluan: Mekanisme patogenesis preeklampsia melibatkan interaksi faktorgenetik dan lingkungan. Variasigenetik pada gen Methylenetetrahydrofolate Reductase (MTHFR) C677T (C>T transisition) menyebabkanpenurunan aktivitas enzim MTHFR yang berpengaruh pada peningkatan homosistein dan berkaitan dengankejadian preeklampsia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asosiasi antara variasi gen MTHFR C667Tdengan preeklampsia pada populasi melayu Jambi.Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan kasus-kontrol. Kamimembandingkan dua subyek grup; 30 wanitahamil dengan preeklampsia dan 30 wanita hamil normal. Diagnosis preeklampsia ditentukan dengan adanyapeningkatan tekanan darah (tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90mmHg) setelah 20minggu kehamilan. Seluruh sampel merupakan etnis melayu yang berdomisili di provinsi Jambi. Kedua grup telahdicocokan berdasarkan usia ibu, gravida dan paritas. Pemeriksaan genotyping menggunakan metodeAmplification Refractory Mutation System - Polymerase Chain Reaction.Hasil: Asosiasiantara variasi gen MTHFR C677T dengan preeklampsia dinilai menggunakan analisis bivariatdengan p<0,05. Analisis statistik model additive menunjukkan frekuensi genotype TT pada kelompok hamil denganpreeklampsia lebih tinggi dibandingkan wanita hamil normal namun tidak menunjukkan perbedaan bermakna(OR=0,833; 95% CI=0,170 – 4,088; p=0,568).Kesimpulan: Hasil penelitian memberikan kesan variasi gen MTHFR C677T bukan sebagai faktor risiko terhadapkejadian preeklampsia pada populasi melayu Jambi.Kata kunci: variasi genetik, gen Methylenetetrahydrofolate Reductase, MTHFR C677T, preeklampsia
COMPARISON OF PLEA BARGAINING IN THE UNITED STATES WITH “SPECIAL LINE” IN THE DRAFT BOOK OF CRIMINAL PROCEDURE CODE (KUHAP) IN INDONESIA Amelia Putrina Lumbantobing; Sudirman Sitepu; Herlambang
Bengkoelen Justice : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 13 No. 2 (2023): November 2023
Publisher : Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jbengkoelenjust.v13i2.31572

Abstract

Plea Bargaining is a faster and more efficient way of resolving criminal cases, where if the Defendant has admitted guilt, the Defendant or his attorney can make an agreement with the public prosecutor regarding the form of indictment and a lighter sentence. Plea Bargaining is widely embraced by Common Law countries. However, in its development, the success of the United States in reducing the pile of cases by using Plea Bargaining has been followed by Civil Law countries such as Germany, France, Russia, Georgia, the Netherlands, Italy, Taiwan. Even in an effort to reform the criminal justice procedural law, Indonesia has also adopted the basic concept of Plea Bargaining into the Draft Criminal Procedure Code with a concept called "Special Line". However, the concept of the Special Line has many differences so that it cannot be fully equated with the Plea Bargaining adopted by the United States. This is because Indonesia adheres to an inquisitorial system, not an adversary system. For this reason, Indonesia needs to study the successes and failures of Plea Bargaining in the United States, so that the Special Line concept that is to be implemented in Indonesia is a concept that has been adapted to the conditions of the criminal justice system in Indonesia. Keywords: Plea Bargaining, Special Line, Guilty Confession
Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Penjualan Aset Tanah Milik Pemerintah Daerah Kota Bengkulu Junaidi, Fery; Herlambang; Karo, Lidia Br
Jurnal Ilmiah Kutei Vol 22 No 2 (2023)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jkutei.v22i2.32730

Abstract

Penegakan hukum tindak pidana korupsi penyimpangan penjualan aset tanah milik pemerintah daerah Kota Bengkulu belum maksimal, karena penanganan perkara oleh aparat penegak hukum dilakukan penuntutan secara terpisah terhadap para terdakwa dan sanksi pidana yang diputus oleh majelis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum. Tujuan penelitian ini: (1) Untuk mengetahui dan menganalisis penegakan hukum tindak pidana korupsi penyimpangan penjualan aset tanah milik pemerintah daerah Kota Bengkulu. (2) Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan penegakan hukum tindak pidana korupsi penyimpangan penjualan aset tanah milik pemerintah daerah Kota Bengkulu. (3) Untuk mengetahui dan menganalisis upaya menanggulangi hambatan penegakan hukum tindak pidana korupsi penyimpangan penjualan aset tanah milik pemerintah daerah Kota Bengkulu. Penelitian hukum ini termasuk penelitian hukum empiris. Hasil penelitian bahwa: (1). Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Penjualan Aset Tanah Milik Pemerintah Daerah Kota Bengkulu, diawali dengan menerima laporan masyarakat dilanjutkan dengan proses penyelidikan dan penyidikan oleh penyidik Kejaksaan Negeri Bengkulu, selanjutnya diterbitkan surat bahwa berkas perkara tersebut dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Negeri Bengkulu, dan selanjutnya Hakim Pengadilan Negeri/PHI/Tipikor Bengkulu Kelas IA memeriksa terdakwa dan barang bukti, serta saksi-saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum. (2). Hambatan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Penjualan Aset Tanah Milik Pemerintah Daerah Kota Bengkulu yaitu; minimnya sarana dan prasarana penyidikan, terbatasnya jumlah penyidik Tipikor Kejaksaan Negeri Bengkulu, Jaksa peneliti mempunyai kewenangan terbatas dalam menetapkan tersangka lain dan Hakim tidak menetapkan tersangka lain. (3).Upaya Menanggulangi Hambatan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Penjualan Aset Tanah Milik Pemerintah Daerah Kota Bengkulu yaitu; meningkatkan sarana dan prasarana serta anggaran penyidikan, menambah jumlah penyidik Tipikor Kejaksaan Negeri Bengkulu, jaksa peneliti melakukan tindakan tegas pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi oleh penyidik. Jika tidak dipenuhi jangan di P21 dan berkas dikembalikan, dan hakim dapat menerapkan prinsip ultra petita dalam putusan penetapan tersangka.
Sosialisasi Catcalling Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Adyan, Antory Royan; Herlambang
Jurnal Ilmiah Kutei Vol 23 No 2 (2024)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jik.v23i2.37139

Abstract

Wanita itu berhak untuk merasa aman dan nyaman atas tubuhnya sendiri. Ia pun menambahkan, ruang publik sudah seharusnya aman bagi siapapun dan tidak boleh diganggu. "Perempuan berhak untuk mendapatkan ruang publik yang aman dan ramah tanpa gangguan. Ruang aman bagi perempuan adalah ketika perempuan merasa tenang dan nyaman tanpa rasa cemas. Bahkan, tidak perlu merasa paranoid ketika melihat ada pria asing disekitarnya. Dilihat dari kasus di atas seharusnya kehidupan ini memberikan rasa aman dan damai, seperti hak untuk merasa aman dalam beraktifitas, hak untuk merasa tentram membangun hidup dan kehidupan serta bahagia lahir dan batin dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga keberadaan catcalling ini penting untuk dihilangkan. Salah satu bentuk nonfisik yang sering dialami oleh perempuan. Bentuk riil dari perbuatan catcalling adalah berupa melakukan hal-hal bertendensi seksual, baik bersifat implisit maupun eksplisit, diantaranya yang sering terjadi adalah bersiul, berseru, memberi gestur atau komentar-komentar bernada seksis yang biasanya cenderung ditunjukan kepada perempuan. Pelaku perbuatan catcalling sampai saat ini sudah dapat dijerat karena berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan dapat diproses oleh hukum. Catcalling bisa berbentuk siulan-siulan atau bunyiaan tidak sopan, “pujian” sapaan absurd Cewek, sendirian aja mau ditemenin, perhatian yang tidak masuk akan dan sebagainya. Biasanya jika korban bersikap acuh, pelecehan sevara verbal ini akan berkembang menjadi komentar-komentar seperti, “Ih, sombong banget, jangan malu-malu. Bahkan fakta dilapangan, menunjukan bahwa perempuan berhijab pun sering mendapatkan catcalling di jalan. Merujuk pengertian tentang pelecehan seksual ini, maka catcalling dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pelecehan seksual secara nonfisik, karena catcalling adalah kondisi ketika perhatian yang tidak diinginkan diberikan kepada seseorang oleh orang lain dengan cara bersiul atau membuat komentar yang tidak pantas sebagai tanggapan ketertarikan seksual kepada penerima perhatian. Penyerangan itu dilakukan melalui ekspresi verbal seperti siulan, suara kecupan, dan gestur main mata dengan tujuan untuk mendominasi dan membuat korban merasa tidak nyaman dan tidak aman. Panggilan manja catcalling seperti tindakan bersiul, dipanggil dengan sebutan “saying, ganteng atau “cantik dan komentar nonfisik yang tidak diinginkan, tergolong kedalam “catcalling” yang termasuk sebagai bentuk pelecehan. pujian atau candaan yang disampaikan seseorang di tempat-tempat umum.
STUDI KOMPARATIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TENTANG JARIMAH ZINA Deden Najmudin; Hafizah Novianti; Hayun Halimatul Umah; Herlambang; Hurun Sajidah Almumtazah
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 1 No. 11 (2023): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dibuatnya artikel ini yaitu untuk mengetahui perbandingan hukum antara hukum pidana islam dan hukum positif dari jarimah zina. Adapun metode dalam penyusunan artikel ini yaitu melalui metode deskriptif analis dengan teknik pengumpulan datanya adalah studi Pustaka (library research) dan studi komparatif yaitu yaitu mempertimbangkan perbedaan dalam pendekatan, definisi, dan sanksi hukum terhadap zina dalam kerangka hukum positif, seperti KUHP, dan dalam konteks hukum pidana Islam. Dalam kajian ini, ditemukan perbedaan signifikan dalam konsepsi zina, di mana hukum positif seringkali membatasi definisi zina pada aspek perkawinan sah, sedangkan hukum pidana Islam lebih luas dalam pemahaman zina di luar perkawinan. Selain itu, sanksi hukuman juga dapat berbeda, dengan hukum positif mungkin memiliki pedoman hukuman yang berbeda dengan hukum pidana Islam. Penelitian ini berusaha untuk menganalisis dampak perbedaan ini pada masyarakat dan hukuman yang diterapkan dalam kedua sistem hukum.
Kekerasan dalam Rumah Tangga pada Perkawinan Usia Anak di Wilayah Kota Bengkulu Dwi Putri, Malia; Herlambang; Utami, Ria Anggraeni; Yanti, Nafri
Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum Vol 32 No 2 (2023)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jsh.31.2.147-160

Abstract

The age of marriage has an impact on household problems that can arise such as moral crises, disharmony, and irresponsibility which will have a high potential to experience domestic violence. In principle, child marriage brings a lot of harm and not a few ends in divorce. Based on this paradigm, child marriage must be prevented. The aim of the research is to identify, describe, and analyze the factors that cause domestic violence that occurs in child marriages, forms of domestic violence (domestic violence) that occur in child marriages, efforts to prevent child marriages. The nature of the research is descriptive and the legal research approach uses an empirical legal approach. The results of the study: the causes of domestic violence (KdRT) that occur in child marriages in the Bengkulu City area, namely their life is not sufficient (economic factors), excessive jealousy, excessive emotion or hardness, this is influenced by internal and external factors . Forms of domestic violence (KdRT) that occur in child marriages are physical violence, emotional violence, economic violence. The efforts to prevent child marriage are through cultivating an understanding related to maturing the age of marriage and the dangers of child marriage as a trigger for domestic violence.
IMPLEMENTATION OF THE DELEGATION OF MEDICAL AUTHORITY TO NURSING PERSONNEL IN THE SPECIAL CARE UNIT AT RSUD dr. M. YUNUS BENGKULU sulaiman, Eka Purwati; Reny Suryanti; Herlambang
Bengkoelen Justice : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 14 No. 2 (2024): November 2024
Publisher : Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jbengkoelenjust.v14i2.38567

Abstract

According to statutory regulations, nursing personnel are healthcare professionals with dual authority: the authority to perform nursing actions and medical procedures. Medical procedures carried out by nurses are based on delegated authority, either in the form of written delegation or a mandate. The objectives of this study are: (1) To identify and analyze the procedures for delegating medical authority to nursing personnel in the Special Care Unit at Local Government General Hospital (Indonesian - RSUD) dr. M. Yunus Bengkulu, and (2) To identify and analyze the legal accountability of the delegation of medical authority to nursing personnel in the Special Care Unit at RSUD dr. M. Yunus Bengkulu. The findings of this study reveal that the implementation of medical authority delegation to nursing personnel at RSUD dr. M. Yunus Bengkulu lacked the establishment of specific types of healthcare services eligible for delegation, whether by mandate or delegation, from medical to nursing personnel. The delegation of medical authority to nursing personnel was recorded in the patient progress notes integrated by the responsible physician. Keywords: Implementation, the delegation of authority, medical actions.
PENYELESAIAN PELANGGARAN PIDANA ADAT ASUSILA DI KABUPATEN BENGKULU UTARA Maharani, Bielqis Sahara Salsabilah; Lika, Maria Enjel; Rusmiarni, Suci; Emiliyah, Septi; Putri, Nurul Khatama; Herlambang; Sary, Wevy Efticha
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 11 No. 2 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v11i2.11809

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan untuk mengkaji mekanisme penyelesaian kasus asusila berdasarkan hukum adat yang masih diterapkan di Kabupaten Bengkulu Utara. Apabila tidak diterapkannya hukum adat, dikhawatirkan akan terjadi keresahan dalam masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses penyelesaian pelanggaran adat asusila dan mengidentifikasi faktor-faktor penghambatnya. Penelitian ini menggunakan metode empiris yang berupaya melihat fakta hukum secara langsung dalam artian meneliti bagaimana bekerjanya hukum di Masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses penyelesaian sengketa adat asusila dimulai dengan laporan masyarakat kepada Kepala Dusun, yang kemudian melaporkannya kepada Kepala Desa. Kepala Desa meninjau laporan dan menyampaikannya kepada Ketua Adat dalam pertemuan resmi. Selanjutnya, sidang adat dijadwalkan, di mana semua pihak terkait memberikan keterangan. Sidang dipimpin oleh Ketua Adat yang akhirnya mengambil keputusan berupa denda adat atau sanksi lainnya untuk memulihkan keharmonisan masyarakat, diakhiri dengan pelaksanaan upacara adat. Sanksi adat ditentukan melalui musyawarah adat yang dipimpin oleh pemangku adat dan kepala desa, dengan denda yang bervariasi antara Rp1.000.000 hingga Rp25.000.000. Faktor penghambat penyelesaian kasus ini meliputi ketidakseragaman pemahaman hukum adat, kurangnya partisipasi pelaku, keterbatasan fasilitas, rendahnya kesadaran masyarakat, dan pengaruh kebudayaan yang mengurangi efektivitas hukum adat. Saran kepada pemerintah daerah sebaiknya terdapat regulasi tertulis untuk mengatur standar pelaksanaan hukum adat guna memastikan keadilan dan efektivitas dalam penyelesaian pelanggaran adat.