Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PENYELESAIAN PELANGGARAN PIDANA ADAT ASUSILA DI KABUPATEN BENGKULU UTARA Maharani, Bielqis Sahara Salsabilah; Lika, Maria Enjel; Rusmiarni, Suci; Emiliyah, Septi; Putri, Nurul Khatama; Herlambang; Sary, Wevy Efticha
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 11 No. 2 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v11i2.11809

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan untuk mengkaji mekanisme penyelesaian kasus asusila berdasarkan hukum adat yang masih diterapkan di Kabupaten Bengkulu Utara. Apabila tidak diterapkannya hukum adat, dikhawatirkan akan terjadi keresahan dalam masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses penyelesaian pelanggaran adat asusila dan mengidentifikasi faktor-faktor penghambatnya. Penelitian ini menggunakan metode empiris yang berupaya melihat fakta hukum secara langsung dalam artian meneliti bagaimana bekerjanya hukum di Masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses penyelesaian sengketa adat asusila dimulai dengan laporan masyarakat kepada Kepala Dusun, yang kemudian melaporkannya kepada Kepala Desa. Kepala Desa meninjau laporan dan menyampaikannya kepada Ketua Adat dalam pertemuan resmi. Selanjutnya, sidang adat dijadwalkan, di mana semua pihak terkait memberikan keterangan. Sidang dipimpin oleh Ketua Adat yang akhirnya mengambil keputusan berupa denda adat atau sanksi lainnya untuk memulihkan keharmonisan masyarakat, diakhiri dengan pelaksanaan upacara adat. Sanksi adat ditentukan melalui musyawarah adat yang dipimpin oleh pemangku adat dan kepala desa, dengan denda yang bervariasi antara Rp1.000.000 hingga Rp25.000.000. Faktor penghambat penyelesaian kasus ini meliputi ketidakseragaman pemahaman hukum adat, kurangnya partisipasi pelaku, keterbatasan fasilitas, rendahnya kesadaran masyarakat, dan pengaruh kebudayaan yang mengurangi efektivitas hukum adat. Saran kepada pemerintah daerah sebaiknya terdapat regulasi tertulis untuk mengatur standar pelaksanaan hukum adat guna memastikan keadilan dan efektivitas dalam penyelesaian pelanggaran adat.
ANALISIS YURIDIS TERHADAP KEWENANGAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PERANG DI PALESTINA Sari, Shela Rianda; Lestarika, Dwi Putri; Sary, Wevy Efticha
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 11 No. 11 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v11i11.12528

Abstract

Abstract The enforcement of international law against war crimes in Palestine by the International Criminal Court (ICC) faces complex juridical and political challenges. This study examines ICC's authority under the 1998 Rome Statute, particularly Article 12(3), to investigate war crimes in Palestinian territories, which became a State Party in 2015. Using a normative juridical method, the research identifies key obstacles, including Israel's non-member status, global political pressures (especially from the US), and operational constraints in conflict zones. Findings reveal that despite ICC's strong legal basis through territorial jurisdiction and complementarity principles, its effectiveness is hindered by non-state party cooperation gaps and politicization in the UN Security Council. The study underscores the need for multilateral support to strengthen ICC's independence in delivering justice for victims of the Israel-Palestine conflict. Keywords: War crimes, ICC, Rome Statute, Palestine, international jurisdiction. Abstrak Penegakan hukum internasional terhadap kejahatan perang di Palestina oleh International Criminal Court (ICC) menghadapi tantangan kompleks, baik secara yuridis maupun politis. Penelitian ini menganalisis kewenangan ICC berdasarkan Statuta Roma 1998, khususnya Pasal 12 ayat (3), dalam menyelidiki kejahatan perang di wilayah Palestina yang telah menjadi Negara Pihak sejak 2015. Metode penelitian yuridis normatif mengkaji hambatan utama, termasuk penolakan Israel (non-anggota Statuta Roma), tekanan politik global (terutama dari AS), serta kendala operasional di wilayah konflik. Temuan menunjukkan bahwa meskipun ICC memiliki dasar hukum yang kuat melalui prinsip territorial jurisdiction dan complementarity, efektivitasnya terhambat oleh kurangnya kerja sama negara non-pihak dan politisasi di Dewan Keamanan PBB. Penelitian ini menyoroti pentingnya dukungan multilateral untuk memperkuat independensi ICC dalam menegakkan keadilan bagi korban konflik Israel-Palestina. Kata kunci: Kejahatan perang, ICC, Statuta Roma, Palestina, yurisdiksi internasional.
PERAN MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL DALAM MENANGANI KEJAHATAN GENOSIDA DI NEGARA KONFLIK BERSENJATA Gunawan, M. Rizky; Lestarika, Dwi Putri; Sary, Wevy Efticha
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 12 No. 2 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v12i2.12670

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas penerapan yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dalam menangani kejahatan genosida dalam situasi konflik bersenjata, dengan mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam Statuta Roma. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan deskriptif analitis, yang memfokuskan pada analisis terhadap aturan hukum internasional, praktik pengadilan, dan tantangan yang dihadapi ICC dalam menangani kasus-kasus kejahatan genosida. Data diperoleh dari sumber sekunder seperti buku, jurnal, laporan internasional, serta dokumen hukum yang relevan dengan topik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun ICC memiliki dasar hukum yang kuat melalui Statuta Roma, penerapan yurisdiksi terhadap kejahatan genosida masih terkendala oleh sejumlah hambatan praktis, seperti ketergantungan pada kerja sama negara, masalah politis, serta keterbatasan sumber daya dan waktu. Dalam beberapa kasus, negara-negara yang terlibat dalam konflik bersenjata menolak menyerahkan pelaku kejahatan kepada ICC, yang menghambat upaya penegakan hukum internasional. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kerja sama internasional, terutama antara negara-negara anggota dan Dewan Keamanan PBB, untuk mempercepat proses penuntutan. Saran dari penelitian ini adalah perlunya ratifikasi yang lebih luas terhadap Statuta Roma oleh negara-negara di seluruh dunia serta penguatan mekanisme pengawasan dan partisipasi masyarakat sipil dalam mendukung keberhasilan ICC. Selain itu, ICC harus meningkatkan kapasitas internalnya agar dapat menyelesaikan perkara lebih efisien dan efektif.
KAJIAN NORMATIF TERHADAP PERLINDUNGAN KORBAN KEJAHATAN PERANG MENURUT STATUTA ROMA DAN HUKUM HUMANITER Putri, Mella Kartika; Lestarika, Dwi Putri; Sary, Wevy Efticha
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 12 No. 5 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v12i5.12832

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hambatan yang dihadapi oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dalam menuntut keadilan bagi korban kejahatan perang, serta untuk mengidentifikasi upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan analisis hukum terhadap Statuta Roma dan praktik penegakan hukum internasional oleh ICC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ICC menghadapi sejumlah hambatan utama, seperti keterbatasan yurisdiksi yang terkait dengan negara-negara yang belum meratifikasi Statuta Roma, penolakan negara-negara besar untuk bekerja sama dalam penangkapan pelaku kejahatan perang, serta kendala politik internasional yang memperlemah efektivitas Mahkamah. Selain itu, ICC juga terhambat oleh keterbatasan sumber daya, yang mempengaruhi kapasitasnya untuk menangani kasus kejahatan perang secara efisien dan memberikan perlindungan yang memadai kepada korban. Meskipun demikian, penelitian ini menemukan bahwa terdapat beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi hambatan tersebut, seperti meningkatkan kerjasama internasional, memperkuat kapasitas internal ICC, serta meningkatkan mekanisme pelaksanaan keputusan dan perlindungan bagi korban. Saran yang diajukan adalah ICC perlu memperkuat diplomasi internasional untuk mendorong negara-negara non-pihak untuk bergabung dengan Statuta Roma, serta meningkatkan kapasitas ICC dalam hal pendanaan dan personel yang kompeten. Dengan langkah-langkah tersebut, ICC dapat lebih efektif dalam menuntut keadilan bagi korban kejahatan perang dan memperkuat penegakan hukum internasional.
Tinjauan Yuridis terhadap Kewenangan PPATK dalam Mewajibkan Advokat Melaporkan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Berdasarkan UU TPPU dan UU Advokat Cory, Elshirah Triani; Rahma, Aulia Nafisha; Sary, Wevy Efticha
Commerce Law Vol. 5 No. 2 (2025): Commerce Law (in progress)
Publisher : Departement Business Law, Faculty of Law, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kewajiban advokat sebagai pihak pelapor Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) kepada PPATK menimbulkan konflik fundamental dengan kewajiban profesi untuk menjaga kerahasiaan klien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewenangan PPATK dalam mewajibkan advokat melapor serta pertentangan norma antara Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dan Undang-Undang Advokat. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif melalui studi kepustakaan terhadap bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil analisis menunjukkan bahwa kewenangan PPATK untuk mendorong kepatuhan advokat bersifat terbatas pada pendekatan persuasif karena tidak adanya hubungan kelembagaan pengawasan langsung. Lebih lanjut, ditemukan konflik norma yang signifikan di mana kewajiban melapor dalam Peraturan Pemerintah secara hierarki lebih lemah daripada kewajiban menjaga kerahasiaan klien yang diatur dalam Undang-Undang. Ketiadaan klausul safe harbor untuk melindungi legal professional privilege memperburuk ketidakpastian hukum ini. Oleh karena itu, diperlukan harmonisasi legislasi antara UU TPPU dan UU Advokat untuk memberikan kepastian hukum, dengan menegaskan kewajiban pelaporan yang terbatas pada aktivitas non-litigasi dan melindungi komunikasi rahasia antara advokat dan klien.
SOSIALISASI PEMILAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK DAN ANORGANIK SEBAGAI UPAYA MENUJU ZERO SAMPAH PADA WARGA KELURAHAN ANGGUT BAWAH KOTA BENGKULU Amalia Yusuf, Salaisyah; Delfri, Salsabila; Fiteria, Anisa; Sary, Wevy Efticha
TRIBUTE: JOURNAL OF COMMUNITY SERVICES Vol. 6 No. 2
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/tribute.v6i2.44249

Abstract

THE WASTE PROBLEM IN ANGGUT BAWAH SUBDISTRICT BENGKULU CITY IS CHARACTERIZED BY LOW WASTE SORTING PRACTICES AT THE SOURCE AND LIMITED UTILIZATION OF WASTE INTO VALUE-ADDED PRODUCTS. This activity aims to improve residents’ knowledge and skills in sorting organic and inorganic waste and processing it into useful products as an effort toward zero waste based on local wisdom. The implementation methods included material presentation using real samples, demonstrations of waste utilization into compost, eco-enzyme, petasol, ecobricks, and flower pots from used diapers, interactive discussions, household waste potential data collection, as well as evaluation and documentation. Participants consisted of residents from RT 01 to RT 06, applying a participatory approach. The results showed an increase in residents’ understanding of waste classification and processing techniques, indicated by active participation in discussions and interest in independently practicing waste processing. Data collection revealed that household waste was dominated by organic waste from kitchen residues, with limited previous utilization. In conclusion, socialization based on physical demonstrations and local wisdom effectively improved environmental literacy, motivation, and residents’ skills. It is recommended to continue the program through regular training, provision of waste sorting facilities at the RT level, and collaboration with the Environmental Agency.
Greenwashing as a Crime and the Urgency of Redesigning Environmental Criminal Law Paradigm Fernando, Zico Junius; Sary, Wevy Efticha; Wali, Ahmad; Anditya, Ariesta Wibisono
Jurnal Kajian Pembaruan Hukum Vol. 5 No. 1 (2025): January-June 2025
Publisher : University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/jkph.v5i1.53692

Abstract

Greenwashing, a deceptive practice wherein corporations falsely present their products, services, or policies as environmentally friendly, has emerged as a serious threat to environmental protection and consumer trust in the era of sustainable development. This paper argues that greenwashing should be recognised not merely as an ethical or regulatory violation but as a criminal offence within the framework of environmental criminal law. Through a normative-juridical approach combined with a comparative analysis of legal frameworks in various jurisdictions, this study explores the limitations of current civil and administrative sanctions in deterring greenwashing practices. The analysis reveals that the absence of criminal liability has allowed corporations to manipulate sustainability narratives without facing substantial legal consequences. By examining the socio-legal harms of greenwashing, including environmental degradation, market distortion, and erosion of public confidence, this paper advocates for a paradigm shift in environmental law enforcement. It proposes the integration of greenwashing as a distinct criminal act under environmental law, emphasising principles such as strict liability, corporate criminal responsibility, and the need for restorative justice mechanisms. The study concludes with policy recommendations for legal reform that align with the principles of ecological justice and sustainable governance, reinforcing the urgency to criminalise greenwashing as part of a broader effort to protect both the environment and the rights of consumers.
The Effectiveness of Non-Custodial Sanctions in Juvenile Justice: An Empirical Study on the Implementation of Restorative Justice in Bengkulu Sitepu, Sudirman; Fernando, Zico Junius; Sary, Wevy Efticha; Taniady, Vicko
Journal of Judicial Review Vol. 27 No. 2 (2025): December 2025 (Forthcoming Issue)
Publisher : Universitas Internasional Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37253/jjr.v27i2.11057

Abstract

This study examines the effectiveness of non-custodial sanctions within Indonesia’s juvenile justice system, with a particular focus on the implementation of restorative justice in Bengkulu Province. Grounded in Law No. 11 of 2012 on the Juvenile Criminal Justice System (UU SPPA) and international instruments such as the CRC and Tokyo Rules, the research explores the normative, institutional, and empirical dimensions of diversion and community-based sanctions for children in conflict with the law. Adopting a socio-legal methodology, the study combines doctrinal analysis with qualitative fieldwork involving 25 semi-structured interviews with judges, prosecutors, police investigators, correctional officers, and community leaders, complemented by direct observations of diversion sessions and the analysis of court and institutional documents. The findings reveal a strong normative commitment to restorative principles but highlight significant gaps in practice due to limited institutional capacity, inconsistent inter-agency coordination, and persistent cultural stigmas. Diversion programs in Bengkulu have demonstrated positive impacts on rehabilitation and social reintegration, particularly when supported by families and local communities. However, the absence of standardized procedures, integrated data systems, and adequate professional training undermines long-term sustainability. The study concludes that meaningful juvenile justice reform requires not only legal and procedural refinement but also transformative engagement with societal attitudes and sustained investment in supportive infrastructure. It further offers concrete policy recommendations to strengthen the restorative justice ecosystem and promote a more humane, rights-based approach to juvenile justice in Indonesia.
Pengaruh Media Sosial terhadap Pembentukan Identitas Seksual Non-Normatif dalam Perspektif Patologi Sosial Syafitri, Alya Novia; Riani; Santika, Eccha Revina; Lubis, Aprianti; Sary, Wevy Efticha
Jurnal Kajian Hukum Dan Kebijakan Publik | E-ISSN : 3031-8882 Vol. 3 No. 1 (2025): Juli - Desember
Publisher : CV. ITTC INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62379/hbvfw610

Abstract

Perkembangan media sosial membawa dampak besar terhadap pola perilaku dan nilai sosial masyarakat. Salah satu fenomena yang muncul ialah meningkatnya ekspresi identitas seksual yang menyimpang, seperti lesbian, gay, biseksual, transgender, non-biner. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh media sosial terhadap pembentukan identitas seksual menyimpang dalam perspektif patologi sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif dengan mengkaji data literatur, artikel ilmiah, dan hasil observasi terhadap perilaku pengguna media sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media sosial berperan sebagai ruang sosial baru yang memfasilitasi terbentuknya komunitas penyimpangan seksual serta memberikan dukungan identitas bagi anggotanya. Namun, dari perspektif patologi sosial, fenomena ini dipandang sebagai bentuk penyimpangan sosial akibat melemahnya kontrol sosial, perubahan nilai moral, dan pengaruh lingkungan digital. Kesimpulannya, media sosial memiliki kontribusi signifikan terhadap pembentukan identitas seksual menyimpang, dan perlu adanya penguatan nilai sosial serta pendidikan moral untuk menyeimbangkan dampaknya di masyarakat.