Penelitian ini membahas pelaksanaan kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) di sektor pendidikan di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan. Kajian ini didasarkan pada hasil observasi lapangan, telaah dokumen kebijakan, sertaanalisis literatur. Temuan penelitian memperlihatkan bahwa meskipun Otsus Papua menetapkan pendidikan sebagai prioritas utama dan mengalokasikan sekitar 30% dana Otsus untuk sektor ini, implementasinya di Nduga masih menghadapi berbagai hambatan signifikan. Pemerintah daerah memiliki peran sentral dalam proses perencanaan dan pengelolaan pendidikan, mulai dari pemanfaatan Dana Otsus untuk pembangunan sekolah, penyediaan guru, hingga pemberian beasiswa. Akan tetapi, tantangan geografis berupa wilayah pegunungan yang terisolasi, keterbatasan infrastruktur, kondisi sosial yang kompleks (termasuk konflik), serta rendahnya kapasitas birokrasi menyebabkan efektivitas pelaksanaan kebijakan menjadi terbatas. Hal ini berdampak pada akses pendidikan yang masih sangat rendah dan mutu pembelajaran yang belum optimal. Angka partisipasi murni (APM) di Nduga tergolong paling rendah di wilayah tersebut; misalnya, pada tahun 2019 hanya sekitar 58% anak usia SD yang bersekolah, dan kurang dari 10% remaja usia SMA dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah. Anak-anak di wilayah pedalaman banyak yang belum terjangkau layanan pendidikan, yang tercermin dari tingginya angka buta huruf dan rendahnya rata-rata lama sekolah. Kendati demikian, terdapat berbagai inisiatif perbaikan, seperti program beasiswa afirmatif dan gerakan lokal untuk menanggulangi anak putus sekolah. Studi ini merekomendasikan perlunya penguatan kapasitas pemerintah daerah, peningkatan penyediaan sarana dan tenaga pendidik, serta penerapan strategi khusus bagi daerah-daerah terpencil guna memperbaiki akses dan mutu pendidikan dalam kerangka Otsus yang berkelanjutan