p-Index From 2020 - 2025
1.434
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Jurnal Penataan Ruang
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Prioritas Penanganan Lemahnya Pengendalian Ruang dalam Mengatasi Perkembangan Permukiman terhadap Konurbasi di Kabupaten Sidoarjo Anggi Dela Ayu Puspita; Adjie Pamungkas
Jurnal Penataan Ruang Vol. 19 (2024): Special Edition : Jurnal Penataan Ruang 2024
Publisher : Jurnal Penataan Ruang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten yang menerima dampak dari perkembangan Kota Surabaya yang ditandai dengan pembangunan ring pada jalan arteri utama sehingga berdampak signifikan pada perumahan dan permukiman. Penggunaan lahan pemukiman di Sidoarjo meningkat sebesar 7,63% per tahun pada rentang waktu tahun 1994 hingga 2012. Pertumbuhan pemukiman yang dramatis di Sidoarjo menunjukkan kelemahan dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi prioritas penanganan lemahnya pengendalian ruang dalam mengatasi perkembangan permukiman terhadap konurbasi di Kabupaten Sidoarjo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif berupa content analysis dengan alat bantu NVIVO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengendalian ruang yang lemah berkontribusi terhadap perkembangan konurbasi di Kabupaten Sidoarjo. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa factor prioritas meliputi: 1) Penegakkan Hukum: Tema ini mencakup actor penegakkan, sosialisasi, dan pelaporan pelanggaran. Ini memiliki frekuensi tertinggi (120) dan porsi terbesar (0.68). Ini merupakan tema paling mendesak dengan frekuensi dan kekuatan tertinggi; dan 2) Perizinan: Tema ini membahas dasar hukum, actor perizinan, dan penilaian KKPR. Ini memiliki frekuensi kedua tertinggi (70) dan rasio berat 0.39. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlunya prioritas penanganan. Prioritas penanganan lemahnya pengendalian ruang mencakup hal-hal di bawah ini: Penegakkan Hukum meliputi 1) Aktor penegakkan berupa tidak adanya pembentukkan tim terpadu penegak RTRW, tidak jelasnya lingkup tugas Satpol PP dan DP2CKTR dalam penegakkan RTRW, PPNS tata ruang tidak independent; 2) Sosialisasi: kurang tersosialisasinya ke masyarakat terkait pelanggaran tanah kavling yang dibangun pada zona tidak sesuai; 3) Pelaporan Pelanggaran: sebagian masyarakat belum mengetahui ada media yang memudahkan masyarakat dalam melakukan pelaporan pelanggaran, saat ini pelaporan masih bernjenjang dari desa/kelurahan-kecamatan-Kabupaten. Perizinan meliputi 1) Dasar hukum: hilangnya kawasan pengendalian ketat yang diatur oleh Provinsi; 2) Aktor perizinan: Terdapat oknum yang kurang profresional terkait legalisasi perizinan permukiman: 3) Penilaian KKPR: Tidak ada standar jelas terkait ketetentuan jenis KKPR yang bisa dimasukkan dalam kategori FPR dan FPR sebagai forum diskusi OPD tidak berjalan maksimal karena Keputusan tetap berada di wewenang tertinggi, minimnya partisipasi aktor lokal dalam mempertimbangkan penilaian KKPR
A Systematic Review of Participatory Approaches in Flood Risk Management: Methods and Applications Gita Rama Mahardhika; Adjie Pamungkas
Jurnal Penataan Ruang Vol. 19 (2024): Special Edition : Jurnal Penataan Ruang 2024
Publisher : Jurnal Penataan Ruang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Flood risk management (FRM) increasingly integrates participatory approaches to enhance resilience and effectiveness by engaging local communities and stakeholders. This systematic review synthesizes findings from 22 peer-reviewed articles published between 2015 and 2024, highlighting the tools, stakeholders, levels of participation, outcomes, and challenges associated with participatory FRM. The review identifies key engagement tools such as participatory mapping, community workshops, and digital platforms, noting their varied effectiveness in different contexts. Stakeholder involvement spans residents, government agencies, and NGOs, with diverse contributions enhancing the contextual relevance and acceptance of FRM strategies. Levels of participation range from consultative to collaborative and fully empowering, with higher engagement linked to more resilient and adaptive outcomes, albeit requiring more resources and time. Outcomes demonstrate that participatory approaches improve community preparedness, enhance flood management plans, and integrate local knowledge effectively. However, challenges persist, including resource constraints, stakeholder conflicts, and communication barriers, necessitating adaptive management and innovative engagement strategies. The findings underscore the need for policymakers and practitioners to prioritize participatory methods to develop inclusive and robust FRM frameworks. Future research should focus on scalable participatory models, the integration of advanced technologies, and the evaluation of long-term impacts on community resilience, providing a roadmap for the enhanced application of participatory approaches in diverse contexts.
Mengukur Langkah Surabaya: Positioning Level Smart City Partisipatif dalam Manajemen Bencana Banjir Kota Surabaya Amrila Zulkarnain, Muhammad Ifaldy; Adjie Pamungkas
Jurnal Penataan Ruang Vol. 20 (2025): Special Edition I: Jurnal Penataan Ruang 2025
Publisher : Jurnal Penataan Ruang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j2716179X.v20iI.5127

Abstract

Kota Surabaya merupakan salah satu wilayah perkotaan di Indonesia yang menghadapi risiko banjir cukup tinggi, meskipun telah mengadopsi pendekatan smart city dalam penanggulangan bencana. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana penerapan konsep smart city partisipatif telah diimplementasikan dalam manajemen bencana banjir. Fokus analisis diarahkan pada dua aspek utama, yaitu kematangan teknologi dan tingkat keterlibatan masyarakat. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam kepada pemangku kepentingan yang dipilih berdasarkan kerangka Pentahelix. Data dianalisis menggunakan metode content analysis dan pemetaan posisi berdasarkan model Smart Sustainable City Maturity dan Ladder of Participation. Temuan penelitian menunjukkan bahwa dari sisi teknologi, Surabaya baru mencapai tahap awal pengembangan, ditandai dengan pemanfaatan infrastruktur digital yang belum terintegrasi dan keterbatasan sistem peringatan dini berbasis aplikasi. Beberapa perangkat seperti pompa otomatis dan sensor ketinggian air telah digunakan, namun belum didukung oleh sistem informasi yang dapat diakses publik secara luas. Di sisi lain, partisipasi masyarakat menunjukkan dinamika yang cukup progresif, terutama dalam pemeliharaan infrastruktur dan edukasi bencana, meskipun pelibatan dalam proses perencanaan formal masih bersifat konsultatif. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat ketimpangan antara kemajuan teknologi dan pemberdayaan masyarakat dalam sistem manajemen banjir berbasis smart city di Surabaya. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi yang menyelaraskan inovasi digital dengan peningkatan kapasitas dan peran aktif masyarakat. Penguatan sistem informasi yang terintegrasi serta pelibatan komunitas secara lebih inklusif merupakan langkah krusial menuju tata kelola risiko banjir yang adaptif dan kolaboratif.
To Evacuate or to Stay: Understanding the Behavioral Dynamics of Evacuation Decision-Making Among Communities Affected by the Semeru Eruption Gde Abhicanika Pranata Dyaksa; I Dewa Made Frendika Septanaya; Adjie Pamungkas
Jurnal Penataan Ruang Vol. 20 (2025): Special Edition I: Jurnal Penataan Ruang 2025
Publisher : Jurnal Penataan Ruang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j2716179X.v20iI.5185

Abstract

The delays and refusals to evacuate during the 2021 and 2022 Semeru eruptions indicate that multiple factors influenced the behavior of affected communities. This study investigates the drivers and constraint factors that shape evacuation decisions. Through a literature review, seven driving factors and seven constraining factors were identified. Data were collected via structured interviews with 100 residents from Supiturang and Sumberwuluh villages in the Lumajang district. Descriptive statistical analysis was employed to assess the influence of each factor on evacuation behavior. The findings reveal that all seven driving factors significantly influenced the decision to evacuate immediately, with the most prominent being the perceived threat of eruption hazards, such as seismic vibrations and volcanic ash. Conversely, only three of the seven constraining factors, concern for family safety, the evacuation behavior of neighbors, and the desire to protect personal assets, were found to contribute to delays or refusals to evacuate. These social and emotional considerations were central to postponing or disregarding evacuation orders. This research highlights critical gaps in current emergency response management, particularly in addressing the social dimensions of evacuation behavior. The results also highlight the need for targeted training and simulation exercises to enhance public understanding of eruption risks and evacuation protocols. Furthermore, the provision of appropriate facilities by authorities is essential to foster community compliance. Overall, this study contributes to a deeper understanding of the complex dynamics underlying evacuation decision-making in volcanic disaster contexts.
Living Alongside the Threat of Eruption: Assessing the Psychosocial Capacity of Communities Affected by the Semeru Eruption Vera, Shinta Novia; Adjie Pamungkas
Jurnal Penataan Ruang Vol. 20 (2025): Special Edition I: Jurnal Penataan Ruang 2025
Publisher : Jurnal Penataan Ruang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j2716179X.v20iI.5188

Abstract

Natural disasters pose a tangible threat that disrupts societal order, strains social systems, and leads to long-term psychological consequences. The communities living around Mount Semeru, who have coexisted with the constant risk of volcanic eruptions, present a compelling and important subject for study. This research aims to examine the post-eruption conditions of these communities and assess their level of psychosocial capacity, along with the contribution of various influencing factors. Psychosocial capacity was evaluated based on nineteen selected factors. Data collection was conducted through structured interviews with one hundred respondents from Supiturang and Sumberwuluh Villages in Lumajang Regency. Descriptive statistical analysis was employed to assess psychosocial capacity and to review the contribution of each factor in shaping the community’s overall resilience. The findings reveal that the community continues to experience post-traumatic disturbances and faces challenges in returning to normal life. The assessment results indicate that the psychosocial capacity of the community is at a moderate level, with a score of 0.542. Enhancing this capacity can be achieved through targeted interventions in several underperforming areas, including trauma recovery programs, disaster exposure experience, disaster education services, knowledge of eruption risks, and both self-efficacy and collective efficacy. This study is expected to contribute to the planning of sustainable post-eruption recovery strategies by integrating efforts to strengthen the psychosocial capacity of affected communities.
Profiling Dinamika Resiliensi Permukiman Kumuh terhadap Biological Hazards di Kota Surabaya: Pembelajaran COVID-19 Fadilla, Putri Rizky; Adjie Pamungkas; Prananda Navitas
Jurnal Penataan Ruang Vol. 20 (2025): Special Edition I: Jurnal Penataan Ruang 2025
Publisher : Jurnal Penataan Ruang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j2716179X.v20iI.5443

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dinamika resiliensi permukiman kumuh terhadap bahaya biologis, dengan fokus pada dampak pandemi COVID-19 di Kota Surabaya. Permukiman kumuh seringkali menjadi kawasan rentan terhadap ancaman kesehatan, seperti penyebaran penyakit menular, yang diperparah oleh infrastruktur dan kapasitas layanan yang terbatas. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode campuran desain retrospektif-prospektif yang menggabungkan analisis kuantitatif dan kualitatif untuk menilai ketahanan permukiman kumuh dalam tiga fase: pra-pandemi, selama pandemi, dan pasca-pandemi. Indikator resiliensi yang dievaluasi meliputi aspek infrastruktur dasar, akses layanan kesehatan, sanitasi, serta kapasitas komunitas. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan resiliensi selama pandemi, berkat kebijakan darurat dan bantuan sosial. Namun, setelah pandemi, terjadi penurunan dalam berbagai indikator, meskipun masih lebih baik dibandingkan kondisi pra-pandemi. Penurunan signifikan terjadi pada beberapa variabel, seperti pencahayaan, penghawaan, jaringan air bersih, sanitasi, kapasitas fasilitas kesehatan, serta program vaksinasi dan pola makan sehat. Penurunan ini mengindikasikan bahwa meskipun ada perbaikan selama pandemi, ketahanan jangka panjang tetap perlu diperkuat, terutama di kawasan pinggiran kota yang lebih rentan. Penelitian ini menyarankan perlunya kebijakan yang lebih holistik, integratif, dan berbasis analisis lokal untuk memperkuat ketahanan permukiman kumuh terhadap bahaya biologis di masa depan.
Assessing Institutional Resilience Index of Surabaya City Against Earthquake Risk: A Case Study Using the CDRI Framework Farah Sabara Putri Puspita; Adjie Pamungkas
Jurnal Penataan Ruang Vol. 20 (2025): Special Edition I: Jurnal Penataan Ruang 2025
Publisher : Jurnal Penataan Ruang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j2716179X.v20iI.5504

Abstract

Urban areas in Indonesia are increasingly exposed to seismic risk due to rapid urbanization and limited disaster risk reduction (DRR) integration in spatial planning. This study aims to reassess the institutional resilience of Surabaya City to earthquake disasters using the Climate and Disaster Resilience Initiative (CDRI) framework. A mixed-method approach was employed, combining stakeholder-based surveys and in-depth interviews with representatives from government, academia, civil society, and the private sector. The assessment covered five institutional indicators: DRR mainstreaming, crisis management effectiveness, knowledge dissemination, multi-actor cooperation, and governance. The results show that while Surabaya has demonstrated improvements in technical capacity, public outreach, and emergency response readiness, significant weaknesses remain in strategic planning, inter-agency coordination, and the use of localized hazard data. The city lacks a comprehensive disaster management plan, a functional early warning system, and fully operational contingency frameworks. Despite these limitations, Surabaya excels in emergency communication, community-based awareness programs, and operational response through units such as Command Center 112 and TRC Petir. The overall institutional resilience index indicates moderate progress, with urgent needs for data-based planning, inclusive collaboration, and capacity-building at the local level. These findings highlight the importance of embedding DRR into long-term urban governance and the need for anticipatory and participatory resilience strategies tailored to the city’s seismic risk context.
Identifikasi Insentif Non Fiskal Potensial pada Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) di Kabupaten Sidoarjo Nabila Azzahra Tiara Diska; Adjie Pamungkas
Jurnal Penataan Ruang Vol. 20 (2025): Special Edition II : Jurnal Penataan Ruang 2025
Publisher : Jurnal Penataan Ruang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j2716179X.v20iII.5351

Abstract

Terjadinya penurunan KP2B di Kabupaten Sidoarjo dipengaruhi banyaknya berbagai pembangunan yang ada baik industri maupun perumahan. Adanya fenomena alih fungsi lahan tentunya berpengaruh pada Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) di Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan RTRW 2024–2044, luas KP2B menurun dari 7.135,69 Ha menjadi 6.750 Ha, tersebar di 12 kecamatan. Untuk mengendalikan alih fungsi lahan yang tidak terencana dan menjaga keberlanjutan KP2B, diperlukan upaya pengendalian berupa insentif.. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi insentif non fiskal potensial pada Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) di Kabupaten. Penelitian ini akan dilakukan dalam dua tahapan, yaitu mengidentifikasi insentif non fiskal potensial pada KP2B di Kabupaten Sidoarjo berdasarkan Pemerintah Daerah dari in-depth interview menggunakan content analysis serta mengidentifikasi insentif non fiskal potensial pada KP2B di Kabupaten Sidoarjo berdasarkan berdasarkan Perwakilan Petani Pemilik Lahan KP2B dan/atau Perwakilan Gapoktan/Tokoh Masyarakat KP2B menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa insentif non fiskal yang potensial diterapkan pada Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) di Kabupaten Sidoarjo adalah subsidi (termasuk bibit, pupuk, pestisida, ZPT, sarana irigasi, distribusi, serta alsintan), imbalan (termasuk bibit, pupuk, pestisida, ZPT, sarana irigasi, distribusi, serta alsintan), penghargaan, publikasi dan promosi.
Assessing the Level of Spatial Integration of Surabaya City Public Transportation Al Hilal Hilmi; Siti Nurlaela; Adjie Pamungkas
Jurnal Penataan Ruang Vol. 19 (2024): Special Edition : Jurnal Penataan Ruang 2024
Publisher : Jurnal Penataan Ruang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This research investigates the integration of public transportation services in Surabaya City, focusing on the Suroboyo Bus and its feeder lines. Using spatial assessment techniques and graph theory, the study evaluates Node Connectivity (NC), Line Connectivity (LC), and Transfer Center Connectivity (TCC) index across 18 zones. Results show significant disparities in connectivity levels, with zones along the North-South corridor through central Surabaya consistently demonstrating high integration. In contrast, zones along the eastern ring road and the northeastern part of Surabaya show poor integration, revealing critical areas needing improvement. Factors such as zone density and the number of transit nodes influence these outcomes, underscoring the importance of balanced service distribution. The study emphasizes the necessity for future research to address imbalances and improve the overall efficiency of Surabaya City's public transportation network.