Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PENENTUAN UANG HANTARAN BERDASARKAN STATUS BORU (ANAK PEREMPUAN) MENURUT ULAMA KAB. LABUHANBATU SELATAN (STUDI KASUS KECAMATAN KOTA PINANG) Irham Wandira Akbar Hasibuan; Ibnu Radwan Siddiq Turnip
JAS : Jurnal Ahwal Syakhshiyyah Vol 7 No 1 (2025): Jurnal Ilmiah Ahwal Syakhshiyyah (JAS)
Publisher : Fakultas Agama Islam UNISMA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/jas.v7i1.23594

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik pemberian uang hantaran yang ditetapkan berdasarkan status boru (anak perempuan) pada masyarakat Kecamatan Kota Pinang, Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Penelitian ini juga mengkaji alasan mengapa praktik tersebut masih dipertahankan serta bagaimana pandangan ulama Kabupaten Labuhanbatu Selatan terhadap penetapan uang hantaran tersebut. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris dengan pendekatan sosiologi hukum (legal sociology approach). Data primer diperoleh melalui wawancara dengan masyarakat Kecamatan Kota Pinang dan ulama Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Kecamatan Kota Pinang masih terikat kepada adat yang sudah turun temurun dilakukan di kalangan masyarakat tersebut. Praktik uang hantaran tersebut ditentukan berdasarkan status boru (anak perempuan), dimana arti boru tersebut adalah urutan anak perempuan berdasarkan kelahiran dalam keluarganya dan tentunya seorang boru yang masih memiliki status gadis. Seperti boru sasada (anak perempuan tunggal), boru panggoaran (anak perempuan pertama), dan boru siapudan (anak perempuan terakhir). Pada dasarnya ulama menegaskan bahwa dalam ketetapan hukumnya uang hantaran berdasarkan status boru (anak perempuan) dilihat dari dua sisi, apabila uang hantaran berdasarkan status boru (anak perempuan) tersebut bertujuan untuk membantu pihak laki-laki dalam melangsungkan sebuah pesta pernikahan maka hukumnya mubah, namun apabila uang hantaran berdasarkan status boru (anak perempuan) tersebut mengakibatkan tingginya angka perzinahan dan kawin lari maka hukumnya menjadi haram.   Keywords: Uang Hantaran, Boru, Pendapat Ulama.
Tranformasi Hukum Wasiat Wajibah Ke dalam Sistem Hukum Nasional Zainul Aziz Nasution; Faisar Ananda Arfa; Ibnu Radwan siddiq Turnip
TADHKIRAH: Jurnal Terapan Hukum Islam dan Kajian Filsafat Syariah Vol. 2 No. 3 (2025): September: TADHKIRAH: Jurnal Terapan Hukum Islam dan Kajian Filsafat Syariah
Publisher : STIKes Ibnu Sina Ajibarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59841/tadhkirah.v2i3.223

Abstract

Wasiat Wajibah is a form of legally mandated bequest granted to specific heirs who, according to Islamic law, do not receive a share of the inheritance or receive an insufficient portion. This concept originally developed in Islamic jurisprudence as a solution for promoting social justice, particularly for grandchildren whose parent (the decedent’s child) had passed away before the testator. The transformation of this concept into Indonesia’s national legal system represents a response by the legal framework to the demand for substantive justice in the context of family and inheritance matters. This study aims to examine the concept of wasiat wajibah in Islamic law, its application within Indonesia’s positive law—particularly as regulated in the Compilation of Islamic Law (Kompilasi Hukum Islam/KHI)—and its transformation into national law. The research employs a normative juridical method, with analysis based on primary legal sources, namely the Compilation of Islamic Law (KHI), especially Articles 171–214 which regulate Islamic inheritance law, and Article 209 which specifically addresses wasiat wajibah. In addition, Law No. 1 of 1974 concerning Marriage serves as the legal framework for family law within the national legal system. The findings indicate that wasiat wajibah is a legal innovation inspired by the principles of justice and protection for relatives whose inheritance rights are otherwise excluded. Article 209 of the KHI explains that there is no inheritance relationship between adopted children and adoptive parents; however, a legal breakthrough exists in the form of wasiat wajibah, which governs such relationships. The transformation of wasiat wajibah into the national legal system is carried out through legislation, judicial practice, and is supported by a legal culture that is increasingly responsive to social justice and the realities of contemporary Muslim families.
Kesetaraan Gender dalam Hukum Keluarga Islam dan Hukum Positif Wani Wani; Faisar Ananda Arfa; Ibnu Radwan Siddiq Turnip
Hidayah : Cendekia Pendidikan Islam dan Hukum Syariah Vol. 2 No. 2 (2025): Juni : Hidayah : Cendekia Pendidikan Islam dan Hukum Syariah
Publisher : Asosiasi Riset Ilmu Pendidikan Agama dan Filsafat Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61132/hidayah.v2i2.940

Abstract

This paper discusses the issue of gender equality from the perspective of Islamic family law and positive law in Indonesia. This study begins with a historical exploration of the treatment of women in the pre-Islamic era which was full of discrimination and oppression, until the arrival of Islam which brought about a major transformation towards respecting and recognizing women's rights. Furthermore, this paper reviews the comparison between the values ​​of gender equality in ideal Islamic family law with practices that are still influenced by patriarchal culture, as well as Indonesia's positive legal response to gender issues, such as through the Compilation of Islamic Law (KHI), the Marriage Law, and the ratification of international conventions such as CEDAW. This study also highlights the role and existence of women in the family as children, wives, and mothers, as well as the challenges faced by women in fighting for rights and equality in the domestic and public spheres. This paper emphasizes that achieving fair and balanced gender equality requires a reinterpretation of the law based on values ​​of justice and a structural commitment to empowering women in all aspects of life.
PERCERAIAN DAN HAK HAK PASCA PERCERAIAN DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM Wiranto; Faisar Ananda Arfa; Ibnu Radwan Siddiq Turnip
Jurnal Riset Multidisiplin Edukasi Vol. 2 No. 6 (2025): Jurnal Resit Multidisiplin Edukasi (Edisi Juni 2025)
Publisher : PT. Hasba Edukasi Mandiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71282/jurmie.v2i6.507

Abstract

Penelitian ini mengeksplorasi perceraian dan hak-hak pasca perceraian dalam hukum keluarga Islam dengan pendekatan interdisipliner yang mengintegrasikan dimensi yuridis, psikologis, edukatif, dan sosiologis. Peningkatan signifikan angka perceraian di komunitas Muslim global, termasuk lonjakan 20% pada periode 2020-2021 di Indonesia pasca pandemi COVID-19, mengindikasikan urgensi kajian komprehensif mengenai problematika ini. Rumusan masalah penelitian meliputi konseptualisasi perceraian dalam perspektif hukum keluarga Islam, formulasi hak-hak pasca perceraian, dan rekonstruksi pemikiran hukum keluarga Islam kontemporer terkait hak-hak pasca perceraian dalam menjawab tantangan keadilan gender dan kemaslahatan anak. Kajian ini mengaplikasikan kerangka teoretis maqasid al-shari'ah, equilibrium, pluralisme hukum, maslahah, dan keadilan John Rawls. Hasil penelitian menunjukkan transformasi signifikan konseptualisasi perceraian dari pendekatan klasik menuju formulasi kontemporer yang lebih egaliter. Analisis komparatif terhadap reformasi hukum keluarga di Maroko, Mesir, Indonesia, dan Pakistan mengungkapkan adanya penguatan hak-hak perempuan melalui pembatasan talak sepihak, perluasan alasan perceraian yang dapat diajukan istri, dan penguatan hak-hak ekonomi. Dalam konteks hadhanah, terjadi pergeseran paradigmatik menuju model pengasuhan bersama yang menekankan kepentingan terbaik anak. Rekonstruksi pemikiran hukum keluarga Islam kontemporer mengadopsi pendekatan maqashid syariah, reinterpretasi teks keagamaan, dan metodologi interdisipliner untuk merespons dinamika kehidupan modern tanpa meninggalkan prinsip fundamental ajaran Islam.
Hukum Keluarga Islam Pada Masa Penjajahan Belanda Uswatun Hasanah; Faisar Ananda Arfa; Ibnu Radwan Siddiq Turnip
Jurnal Kajian Islam dan Sosial Keagamaan Vol. 2 No. 4 (2025): April - Juni
Publisher : CV. ITTC INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini mengkaji pengaruh hukum kolonial Belanda terhadap praktik dan keberlakuan hukum keluarga Islam di Indonesia pada masa penjajahan, serta respons yang ditunjukkan oleh masyarakat Muslim dalam mempertahankan norma syariat di tengah intervensi hukum asing. Dalam kebijakan hukum kolonial, hukum Islam diklasifikasikan sebagai bagian dari hukum adat dan diberi ruang terbatas dalam ranah personal, seperti perkawinan, talak, dan warisan. Masyarakat Muslim merespons situasi ini dengan tetap menjalankan ajaran fikih klasik secara sosial dan kultural melalui peran ulama, penghulu, dan lembaga keagamaan lokal. Mereka mempertahankan prinsip-prinsip hukum keluarga berdasarkan mazhab Syafi’i meskipun praktiknya tidak selalu diakui oleh sistem hukum kolonial. Artikel ini menggunakan pendekatan historis-normatif dengan analisis terhadap dokumen hukum kolonial, teks fikih, serta studi-studi sejarah hukum Islam. Hasil kajian menunjukkan bahwa hukum keluarga Islam di masa kolonial merupakan arena kompromi antara dominasi hukum kolonial dan resistensi komunitas Muslim dalam menjaga keberlangsungan syariat.
Hukum Keluarga Islam dalam Sistem Hukum Nasional Rima Rahmayani Tanjung; Faisar Ananda Arfa; Ibnu Radwan Siddiq Turnip
Sujud: Jurnal Agama, Sosial dan Budaya Vol. 1 No. 3 (2025): JUNI-SEPTEMBER 2025
Publisher : Indo Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63822/533fje13

Abstract

Artikel ini membahas kedudukan hukum keluarga Islam dalam sistem hukum nasional Indonesia dengan menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Latar belakang penelitian ini adalah adanya pluralisme hukum di Indonesia yang memberi ruang bagi hukum Islam, khususnya dalam ranah hukum keluarga bagi umat Islam. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis posisi hukum keluarga Islam, mengidentifikasi dasar hukumnya, serta memahami implementasinya dalam praktik perundang-undangan dan peradilan. Data diperoleh melalui studi literatur terhadap regulasi nasional seperti Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan Undang-Undang Peradilan Agama. Hasil kajian menunjukkan bahwa hukum keluarga Islam memiliki kedudukan yang sah sebagai lex specialis dalam sistem hukum nasional bagi umat Islam. Implementasinya diperkuat oleh lembaga peradilan agama dan sejumlah regulasi yang mengakomodasi prinsip-prinsip syariat Islam. Namun demikian, pelaksanaannya masih menghadapi tantangan dari segi kesadaran hukum masyarakat dan dinamika sosial seperti isu kesetaraan gender dan perlindungan anak. Kesimpulannya, hukum keluarga Islam merupakan unsur penting dalam pengembangan sistem hukum nasional yang berkeadilan dan menghargai keberagaman.