Indonesia mengalami darurat femisida. Dari data komnas perempuan telah terjadi 237 kasus di tahun 2021, 307 kasus di tahun 2022, dan 159 kasus di tahun 2023 hingga april 2024. Penelitian bertujuan mengetahui mengapa perempuan dapat menjadi korban femisida dan apa saja jenis korban femisida tersebut. Menggunakan penelitian hukum empiris dengan pedekatan kasus, undang-undang dan teori. Femisida dianalisis dari kacamata viktimologi. Adapun hasil penelitian yaitu terdapat dua jenis korban femisida dalam perspektif viktimologi. Pertama, biologically weak victim. Perempuan menjadi korban femisida disebabkan bentuk fisik dan mentalnya. Perempuan secara individu sebenarnya tidak melakukan hal apapun yang memancing laki-laki untuk membunuh dirinya, akan tetapi sisi visual-sentris dan emosional pada laki-lakilah yang membuatnya melakukan pembunuhan pada perempuan. Kedua, precipitative victims. Perempuan sebagai korban berada dalam keadaan yang memudahkannya untuk menjadi korban pembunuhan oleh laki-laki, seperti berada ditempat yang sepi dan gelap. Perempuan menjadi korban femisida disebabkan dua faktor. Pertama, faktor personal. Dikarenakan jenis kelamin perempuan yang secara konstruk sosial dianggap masih belum setara dengan laki-laki. Kedua, faktor situsional. Konflik berujung ketegangan antara laki-laki dan perempuan mengundang amarah emosional dari laki-laki, pada akhirnya membuat perempuan menjadi korban femisida. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan bersifat preventif atau tindakan darurat dan insidentil jika diperlukan untuk merespon femisida ini